Hei... mentang-mentang tinggal di desa, kau malah santuy....
Ketika Presiden Jokowi mengumumkan ada dua orang warga Indonesia yang secara positif tertimpa virus corona baru alias COVID-19, duuh terasa bagaikan kiamat bagi sebagian orang.
Ya sudah, jadilah kepanikan menyeruak lewat belanja masker, hand sanitizer, dan makanan pokok, bahkan sampai berburu obat-obatan dan jamu mendadak ramai setelah sebelumnya tak dianggap ada oleh orang-orang masa kini. Iya, demi kesehatan!
Ketika kabar ini sampai di telinga penduduk desa, apa jawabannya?
"Biasa saja, ya gimana lagi?" kata salah seorang tetangga yang kutanyai perihal berita itu.
Padahal, bukankah berbagai pihak sudah mewanti-wanti semua penduduk yang tinggal di atas kepulauan Indonesia untuk tetap waspada, termasuk di desa-desa, 'kan?
Apalagi kalau desa itu adalah desa wisata. Pastinya, banyak orang asing yang berkunjung ke sana, bahkan sekadar melepas penat setelah hari-hari mereka dilalui dengan kesibukan yang panjang.
Kalau merunut data dari Badan Pusat Statistik, sampai akhir tahun 2018, terdapat 1.734 desa wisata dari 83.931 desa yang tersebar di seluruh Nusantara, naaaah! Ini yang harusnya minta perhatian.
Dan, asal tahu saja, pariwisata adalah sektor yang bisa diandalkan bagi pemasukan negara, jangan sampai, ada orang asing yang lolos dari pemantauan; tak terdeteksi karena sistem deteksinya bermasalah, jadilah, mewabah di antara penduduk desa. Rugi!
Ditambah lagi, sudah tahu kalau virus corona bisa diularkan lewat sentuhan dan kontak dengan penderita, waaah harus ekstra hati-hati, nih!Â
Namun, bagaimana dengan desa yang minim atau tidak ada orang asing yang datang? Hmmm, tunggu dulu ya.
Pasalnya, ada lho, desa yang dijangkiti novel coronavirus, tepatnya di Vietnam yang ditemukan enam belas kasus di sejumlah desa. Bahkan, otoritas setempat sampai mengkarantinakan penduduk desa yang berjumlah sepuluh ribu orang!
Maka dari itu, kalau melihat berita di atas, masihkah kalian menganggap remeh virus dari Wuhan itu? Jangan, ya! Kalau sakit, semuanya rencana dan aktivitas yang disusun jadi berubah kayak kapal pecah!
Karena, bisa jadi ada penduduk desa atau tetangga dekat rumah yang berpergian ke luar negeri dalam rangka pekerjaan atau semata-mata hanya liburan, terutama di negara-negara yang telah diwarnai dengan kasus virus corona yang ditemukan terlebih dahulu.
Sekali lagi, tetap waspada akan penularannya, dan semoga dalam perjalanan sampai pulang nanti, mereka tetap sehat selalu.
Oh ya, tak hanya di luar negeri aja! Bisa saja ada risiko penularannya jika berkunjung di desa wisata, yang ramai dikunjungi orang asing.Â
Papaku, waktu tugas kerja ke Krui ---itu loh, "surga" yang biasa ada bule-bule berselancar di pantai--- beliau minta masker dan saya yang kebetulan beli, memberikannya. Katanya, beliau waspada akan virus yang telah menggemparkan dunia itu!
Jadi? Penduduk desa harus tetap siaga, semuanya. Dan itu lebih baik! Tak terbatas pada warga biasa secara umum, pelaku dan karyawan desa wisata pun, wajib menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungannya.
Mulai dari kesehatan dan imunitas harus dipegang erat-erat, bahkan kalau bisa, lokasi desa wisata wajib disemprot disinfektan!
Lalu, cuci tangan dengan sabun sesering mungkin terlebih sebelum makan dan setelah ke tempat umum, dianjurkan malah, bahkan harus! Mudah-mudahan, tetap senantiasa higenis meskipun masa penyebaran COVID-19 telah berakhir atau ada wabah penyakit lainnya.
Tapi, kalau ada orang sakit saat di desa, terlebih lagi jadi tersangka corona? Jangan ragu lagi, bawalah ke rumah sakit rujukan walaupun letaknya nun jauh dari desa. Bersegeralah ditangani ya, agar tidak menulari warga desa maupun pengunjung lainnya.
Hmmm, kalau begini keadaannya, jangan terlena dengan corona walau tengah menikmati hidup di desa!Â
Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H