Tahun 2020. Membuka kado hari yang baru, ternyata isinya berita banjir di Jakarta. Ah, sungguh hadiah yang kurang mengesankan untuk memulai tahun yang lebih semangat.
Dan, masuk ke hari kesepuluh, banjir yang terjadi di Jabodetabek dan Banten sudah memakan korban jiwa. Yaitu berjumlah 67 orang, tujuh belas di antaranya anak-anak.... Hmmm, saya ikut berbelasungkawa atas musibah yang menimpa  sebagian saudara kita di sana.
Ya, bagaimana tidak! Ini gara-gara hujan ekstrem yang derasnya menggila. Saking dahsyatnya hujan turun pada malam tahun baru (bahkan di kampungku, disertai petir yang keras) membuat air bah yang besar masuk di wilayah Jabodetabek, tanpa diundang!
Namun, kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, luasan banjir yang menutupi ibu kota negeri ini mencapai 15% dari luas wilayahnya yang berjumlah 661,52 km2.Â
Meskipun kecil, tetap saja mengganggu. Malah yang jadi korban, harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk bersih-bersih lingkungan sehabis banjir menyurutkan diri dan meninggalkan lumpur di mana-mana.
Tapi, sebagian orang yang bertempat tinggal di ibu kota bisa dimaklumi; "Jakarta 'kan dari dulu udah langganan banjir sejak dulu kala. Jadi terimalah sebagaimana adanya..."
Udahlah, nggak usah berpasrah diri dengan realita! Yang salah di pikiran kalian, wahai penduduk wilayah yang rentan banjir, tidak bersiap dengan kedatangan tamu tahunan yang pasti datang saat musim hujan tiba!
Jadi, yang selama ini berdamai dengan banjir, cukuplah sampai di sini. Selebihnya, harus muhasabah diri dan lingkunganmu, apakah perbuatan dan tempat tinggal selama ini lebih ramah bagi Bumi, sehingga banjir tidak akan kembali?
Naaah, sebelum itu, saya sampaikan pencerahan yang kudapat pagi tadi dalam siaran radio Smart Happiness, dan kalian harus sadar akan hal itu, bahwa:
Hujan itu, hal yang tidak bisa dikontrol oleh manusia.
Walaupun begitu, nggak mungkin 'kan hujan tiba-tiba datang tanpa permisi? Awan pun pasti mengirimkan tanda-tandanya; warnanya hitam, dan terkadang ada kehadiran kilat. Seolah-olah, dia memberi tahu dan "minta izin" pada kita, bahwa wilayah ini akan turun hujan.
Jadi, apa yang kita lakukan? Tentu, bersiap-siaplah! Di lingkungan rumah saja kalian disuruh ibu angkat pakaian yang telah dijemur terlebih dahulu, biar nggak kena hujan. Bayangkan! Kalau pakaiannya basah kuyup, tentu buang-buang waktu lagi dengan menjemurnya esok hari.
Di lingkungan yang lebih luas pun begitu, menghadapi banjir pun bisa dikontrol dan bisa dikira-kira. Tapi, persiapannya nggak bisa terwujud dengan sistem kebut semalam. Patokan awan mendung pun jadi tidak berlaku lagi.
Lalu, harus dimulai dari apa? Dari berita BMKG dulu, ya.
Pas musim kemarau tiba, harus tahu musim hujan pada bulan apa. Setelah tahu, harus dicek lingkungan sekitarnya, dikira-kira, apakah lingkungan kalian kalau musim hujan datang, bakal banjir nantinya?
Lalu, apakah selokan dan kanal ada sampah dan sedimen yang menumpuk, yang membuat air bisa meluap? Kalau ada, bersihkan sampah dan keruk endapannya, jangan sampai tersisa sampah sedikitpun!
Kemudian, lingkungan rumahnya. Bersyukurlah halaman rumah kalian masih tanah, paling bagus kalau ada rumputnya. Kalau semuanya ditutupi blok semen dan tak ada tanah sedikitpun, waduuh bakal rempong jadinya. Bikin resapan air jadi susah.Â
Yaah, bukankah banjir di kota-kota besar itu karena kekurangan resapan air?
Apalagi kalau berada di lingkungan perkantoran dan mal-mal. Keberadaan tanah di halaman sama saja bikin kotor. Hadeuh. Padahal, justru itulah yang membuat air susah masuk ke permukaan bumi, yang seharusnya diserap dan diubah jadi air tanah.Â
Dengan demikian, siklus keluar-masuk air tanah jadi gagal tercapai, dan akhirnya tanah jadi turun terus deh.
Karena itulah, kalau ini sudah dikira-kira bakal banjir, ayo tata lagi lingkunganmu, buat biopori sebanyak-banyaknya. Kalau sudah tertutup blok semen, bongkar sebagiannya lagi dan buat resapan air menggunakan sampah organik, biar ada ruang bagi tanah untuk "menampung" air yang datang.
Plus, tanamlah pepohonan di lingkungan rumah dan perkantoranmu. Jangan hanya bergantung pada jalan-jalan dan taman-taman saja! Selain biar lebih hijau dan segar dipandang, kalian bisa kecipratan berkah yang lain: menikmati buah-buahan secara gratis, tanpa beli! Hehe.
Nah, satu hal lagi yang harus kalian camkan. Bahwa kedatangan banjir berbanding terbalik dengan kepedulian akan lingkungan. Dan, kalau dijumlahkan, hasilnya adalah 10.Â
Artinya? Kalau misalnya kesadaran lingkungan kalian nilainya 1, jangan heran kalau ada banjir besar di tempat kalian tinggal!
Jadi, tingkatkanlah kepedulian lingkungan kalian mulai sekarang, bahkan saat musim kemarau yang akan datang.Â
Dan nilainya, harus sempurna alias sepuluh! Biar, banjir tidak akan mendekat lagi!
Demikianlah, semoga bermanfaat. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H