Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

TV Tabung, "Simbol" Televisi Analog yang Masih Bertahan

3 Januari 2020   10:25 Diperbarui: 3 Januari 2020   12:08 2156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TV tabung yang tersisa di toko-toko (Dokumentasi pribadi)

Meskipun sudah dipastikan tersingkir, toh masih banyak orang yang tetap mencari dan memilikinya.

Hmmm, akhirnya diriku dipertemukan dengan tahun 2020. Dekade kedua di abad ke-21, yang seharusnya teknologi digital mulai berkuasa dan merajai kehidupan di dunia, sepenuhnya. Tapi, kenyataannya, TIDAK!

Malahan, teknologi lama yang telah diciptakannya, belum bisa hilang tak terbekas. Salah satunya, pesawat televisi CRT (cathode ray tube), yang dikembangkan oleh berbagai limuwan, salah satunya Philo Farnsworth. Namun, kita lebih mengenalnya dengan sebutan lain: TV tabung!

Benar, di tengah serbuan pesawat TV yang tampil lebih langsing, di mana keseksiannya telah menarik orang-orang untuk membelinya, toh masih banyak pemirsa yang tetap teguh dengan TV lamanya. 

Ketika saya pantau di aplikasi marketplace, ada saja pengguna yang ingin membeli TV tabung, bahkan sahabatku sendiri, sampai datang ke toko yang waktu itu sedang tutup, demi mendapatkan pesawat televisi yang "gemuk" itu!

Keluarga saya pun begitu, ketika memutuskan mengganti pesawat TV dengan yang baru pada tahun 2017, tetap membelikan TV tabung. Padahal, saya ingin pesawat TV LED, yang ada tunner DBT-T2, mengingat sebentar lagi akan berkemas-kemas menuju siaran digital.

Ah, sudahlah. Memang keputusannya seperti itu. Walaupun pesawat TV CRT dari bentuk awalnya, layar yang terbungkus kotak kayu tipis dan tebal (bisa dilihat di iklan pesawat TV jadul era 70-an di Youtube), berevolusi sampai pada tampilannya yang terakhir (sebelum bersalin rupa menjadi pesawat TV layar datar LED/LCD), teknologi yang digunakan tetap sama, kok.

Katoda dipanaskan pada saat pesawat TV menyala, lalu muncullah elektron-elektron dari balik tabung yang kemudian dijatuhkan pada phospor yang terdapat pada layar, yang mengakibatkan tampilan pada pesawat TV menjadi hidup dan menyala!

Dan itu semua, butuh daya listrik yang cukup tinggi untuk bisa mewujudkan hal itu! Makanya, kalian, yang tetap ingin komitmen untuk menggunakan TV tabung, siap-siaplah, tagihan listrik bakal membengkak! Habis, konsumsi listriknya terbilang boros, sih.

Boros? 

Aku tidak peduli! Lagipula, dengan kelebihannya, aku tidak mau pindah ke TV layar datar!

Terus, kalau begitu, apa kelebihannya?

Walaupun memang menguras listrik rumah tangga, mesin TV analog memang terkenal awet lho, bandelnya minta ampun! Sudah gitu, perawatannya gampang dan jika ada kerusakan, pesawat TV tabung masih bisa diperbaiki.

Ditambah dengan teknisi televisi yang rata-rata bisa memperbaiki pesawat televisi tabung, dan memang ada di setiap desa (termasuk kampungku, hehe). 

Bandingkan dengan TV LED, kalau rusak, harus dibawa ke luar kota untuk menyembuhkannya. Belum lagi dengan komponennya, serba mahal, bisa mencapai 80% dari harga pembelian TV LED yang baru.

Terlebih, dengan apa yang kutemukan pada beberapa TV tabung milik tetangga bermerek lama, yang masih berfungsi padahal sudah lebih dari 10 tahun bahkan sampai 15 tahun, semakin mantaplah dia. Hmmm, salut deh.

Bahkan, di tempat yang terpencil sekalipun seperti yang diriku lihat di kampung kerabat Papa, TV tabung masih bisa menerima siaran teve, karena punya komponen receiver yang lebih baik dibandingkan dengan TV layar datar!

Itu, faktor yang membuat banyak orang (termasuk keluargaku) masih setia dengan TV tabung, tak ingin pindah ke lain hati. Bahkan kalau saya tanya ke salah seorang warga, lebih nyaman TV tabung dengan layar datar, tentu akan menjawab: "Enakan TV tabung, dong!"

TV tabung yang tersisa di toko-toko (Dokumentasi pribadi)
TV tabung yang tersisa di toko-toko (Dokumentasi pribadi)
Tapi, yang harus diingat, TV CRT alias tipi tabung, memang diciptakan untuk menerima siaran analog.

Lho, kok bisa, ya?

Sebelum dikotomi analog dan digital, sistem sinyal televisi yang dikembangkan pada pertengahan abad ke -20, ya seperti inilah. Sampai ditemukan sistem sinyal televisi digital pada akhir 1990-an, barulah sistem sinyal televisi itu diidentifikasi sebagai sistem TV analog!

Karena TV CRT pada masanya memang dirancang untuk menerima siaran TV analog (ya, seperti yang kalian lihat di jaman dulu, lho!), otomatis TV tabung tidak bisa menerima siaran TV digital. Lha, memang sistemnya beda kok antara TV analog dengan digital, ya gak?

Makanya, wajar kalau memang diperintahkan, bahkan wajib hukumnya pakai STB (set top box) kalau ingin keukeuh dengan TV tabung, ya biar tetap bisa nonton teve. 

Alat ini memang dapat mengubah sinyal TV digital di udara dan ditangkap antena, diproses menjadi analog, dan akhirnya bisa diterima oleh TV tabung yang memang didesain untuk itu.

Tapi, apakah hal ini memang terus-terusan seperti ini?

Tergantung, selama TV tabung masih ada, komponen elektroniknya tersedia, dan teknisi TV tabung masih hidup dan mewarisi pengetahuan untuk memperbaikinya, TV tabung akan tetap bertahan.

Padahal, menurut yang saya baca, pada tahun 2030-an, TV tabung akan menghilang selama-lamanya. Sedangkan yang dipasarkan saat ini, kebanyakan TV LED dengan fitur yang lebih baik, dirancang untuk siaran digital, sehingga, mau tak mau, kalau TV tabung tidak ketemu, harus pakai TV layar datar ini!

Nah, kalau begini keadaannya, jadilah TV tabung ini barang yang langka, karena di pabrik, TV tersebut tidak diproduksi lagi. Soal harga? Mau dibilang murah sih enggak, karena menurut penjualnya, TV tabung sekarang lebih mahal, bahkan bisa jadi, kemahalannya akan lebih tinggi dari TV LED yang semakin murah harganya. Ya, tergantung dari ukurannya....

Jadi, kalau pembeli punya uang yang banyak dan mencukupi, tentu bakal memilih tipi tabung yang keawetannya tak diragukan lagi, lah ya.

Kelak, ketika siaran TV analog telah pergi, TV tabung akan tetap dikenang.

Sebagai bukti, bahwa siaran televisi analog pernah ada, dan hidup kita pernah jadi bagian darinya.

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun