Untuk apa mengejar popularitas, kalau hidupmu sendiri tidak bermanfaat! --Nahariyha
Dulu, saat melangkah ke pintu gerbang dunia kepenulisan, keinginanku salah satunya, ingin tulisanku disukai dan diapresiasi banyak orang, populer istilah kerennya. Makanya, di sini, sambil belajar menulis, saya nulis artikel sebanyak-banyaknya, maunya sih dapat HL biar dibaca banyak orang. Hehe. :D
Terus, melihat teman-teman penulis yang sangat populer, disukai banyak orang bahkan sampai menyabet penghargaan, saya jadi iri dan hati kecilku berkata: "Mereka hebat ya, sedangkan tulisanku belum apa-apanya. Â Aku 'kan ingin seperti mereka!"
Namun, semuanya jadi tersadar saat mendengarkan Smart Happiness-nya Pak Arvan pekan lalu, menenangkanku untuk tak berkecil hati. Justru itu, yang membuatku, paradigma tentang hidup jadi berubah, dan tambah semangat untuk mengguratkan pena yang tentunya berguna!
Menulis lagi,Â
lagi,Â
tambah lagi,Â
dan seterusnya! ^semoga-aaamiin!
Nah, kembali lagi soal penulis yang populer dan meraih apresiasi tertinggi. Apa iya, perlu disukai semua orang untuk meraih itu semua?
Iya, perlu dong!
Bener sih, tapi  kalau menurut paradigma kesuksesan 'kan yaa! Tapi versi kebahagiaan, nggak begitu tuh.
Kalau kita ingin orang lain menyukai kita, berarti kita menyerahkan ke orang lain untuk "mengendalikan" kita. Di dunia kepenulisan sih, berbeda. Menulis dengan mengikuti selera banyak orang dan pasar!
Di media online yang bermacam-macam situsnya, termasuk platform blog, apa sih topik yang disukai banyak orang? POLITIK! Tak heran di rubrik tersebut, jumlah pembacanya sangat tinggi, sehingga dimanfaatkan sebagian orang untuk menyebarkan hoaks.
Mungkin, ada juga penulis pemula yang coba-coba menulis tentang politik demi mendapatkan banyak pembaca dan disukai banyak orang, padahal minatnya di bidang lain. Akibatnya, bukannya menghasilkan tulisan berkualitas, yang didapat kehilangan nilai dan kebebasan, jadinya malah susah sendiri.
Terus, penulis harus melakukan apa?
Pokoknya, kalian harus sadar, bahwa popularitas bukan tujuan utama. Kalian tahu, tujuan dilahirkan di dunia untuk apa? Menjadi orang yang bermakna bagi sesamanya, bukan?
Tapi, harus diingat juga, setiap orang punya value-nya sendiri-sendiri, bukan? Begitu dengan minat, pasti berbeda antara yang satu dengan yang lain. Jangan heran, kalau berbuat sesuatu, nggak semua orang menyukainya. Pasti ada haters. Lha wong nilainya berbeda dengan kita, ya gak?
Orang yang mencintai keberagaman, pasti berbeda nilainya dengan orang yang berideologi kanan. Nah, kalau sekiranya pembaca yang minatnya pada otomotif disuguhi artikel tentang gadget, apakah dia mau membaca? Nggak, kecuali kalau dia juga berminat dengan teknologi.
Karena itulah, benarlah kita harus menemukan ciri khas sendiri. Gaya tulisannya, juga minat dan bidang yang disukai dan dikuasai. Lalu, harus promosiin value-nya juga, yang tentunya baik dan bermanfaat.
Dan kesemuanya itu, diperoleh dari didikan keluarga, lingkungan, pendidikan, dan teman-teman. Plus, dari keterampilan juga, termasuk menulis yang perlu melatih diri untuk merangkai kata-kata yang semakin indah dan nyaman untuk dibaca.
Oh iya, saya baru teringat dari salah seorang motivator, kalau kita mengulang-ngulang apa yang dibaca atau yang dialami, akan terbentuklah semacam belief system atau sistem kepercayaan. Eitts, bukan (hanya) soal agama, kok, melainkan pengetahuan, spirit dan nilai-nilai kehidupan.
Lalu, ketika kita menuliskan artikel sesuai bidang dan nilai kehidupan kita secara istiqomah, akhirnya akan menarik para pembaca atau penulis yang nilainya sama dengan kita, yang berlanjut pada pembicaraan pribadi yang sejalan dan sehati *ciee*. Â Pembicaraan yang satu "frekuensi", yang akhirnya bakal nyambung satu sama lain. Waaah, asyik tuh buat teman diskusi!
Jadi, buat apa memaksakan orang lain supaya berkunjung ke tulisan kita? Toh, menilai tulisan bukan urusan kita, kok. Biarkanlah para pembaca yang menilai, dan tugas kita di sini adalah menulis, dan terus menulis artikel yang berkualitas, bermanfaat, dan memiliki nilai yang baik. Mengenai hasilnya, biarlah takdir yang berbicara.
Dan, begitulah kebaikan, kalau menyebarkan ke sesamanya, akan menuai hasil yang baik.
Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H