Saat itu, tepatnya bulan lalu, saya iseng membaca tweet tentang para menteri yang baru.Â
Daaan, muncul tweet yang mengisyaratkan keraguan akan kemampuan salah seorang menteri Menparekraf sekarang.
Ah, masa'? Dia dinilai "biasa saja" karena katanya sih, meniru dari Olimpiade-Olimpiade sebelumnya. Padahal, menurut yang saya pernah baca, Mas Wishnutama yang kala itu menjabat sebagai Sutradara Kreatif Asian Games 2018 lalu, merasa tak pernah menangani upacara pembukaan PON!
SEA Games 2011 aja yang megang konsep kreatif Pak Indra Yudhistira. Jadi, upacara pembukaan-penutupan pesta olahraga se-Asia adalah debut internasional pertama (kalau nggak salah sih), yang ditangani olehnya.
Tapi, saya malah membalasnya dengan jawaban seperti ini:
Jujur ya, saya memang tak pernah ragu akan kreativitas seorang Wishnutama. Acara-acara TV yang novelty memang udah kelihatan di saat saya duduk di bangku sekolah, membuat menatap pesawat televisi semakin betah.
Termasuk, ide cerdas menaruh gunung yang sekaligus dijadikan kaldron temporer saat pembukaan Asian Games 2018 kemarin, apa pengarahnya yang memegang upacara sekaliber Olimpiade memikirkan hal itu sebelumnya? Tidak 'kan!
Terlebih lagi muncul gagasan seperti itu untuk mengakali keterbatasan yang dimiliki stadion GBK yang dahulu memang dibangun hanya untuk keperluan olahraga, sehingga atapnya tak sanggup jika diberi beban terlalu berat, apalagi peralatannya yang semestinya digantung untuk keperluan seremoni!
Namun, melihat balasan tweet saya yang menyamakan antara terinspirasi dengan menyontek, rasanya saya ingin meluruskan aja. Terasa susah dibedakan sih, tapi kalau dipikir lebih dalam, bakal tahu bahwa dua hal ini ada "jalan" pengertiannya yang sendiri-sendiri.