Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Komentar di Media Sosial Terasa "Panas", Ya?

17 Februari 2018   22:33 Diperbarui: 19 Februari 2018   02:34 1866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Shutterstock

Oh ya, mengenai hal itu, saya jadi teringat apa yang saya dengarkan dan baca ringkasannya pada talkshow Smart Happiness-nya Arvan Pradiansyah. Kata beliau, hasil penelitian di bidang psikologi positif, 60% pikiran manusia di antaranya adalah negatif. Lebih parahnya lagi, menurut studi yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran di San Francisco, AS, pikiran negatifnya mencapai 80%! Tuuh, apa enggak ngeri ya?

Dan, tak hanya itu saja! Saya pernah membaca salah satu artikel di sini dan memang, ada salah satu faktor yang memfasilitasi untuk bisa berpikir negatif. Ya, si amigdala di otak kita!

Bagian-bagian tersebut, menggunakan dua per tiga dari keseluruhan neuron-neuronnya, untuk mendeteksi hal-hal negatif dan segera menyimpannya dalam memori jangka panjang. Beda dengan hal-hal positif, butuh lebih dari dua belas detik untuk mentransfer kesadaran positif dari memori jangka pendek sampai menyimpannya ke memori jangka panjang!

Makanya, jangan heran kalau kita lebih mudah terdorong untuk berpikiran negatif tentang sesuatu atau orang lain ketimbang berpikiran positif. Bahkan, waktu saya menonton kelanjutan episode lalu dilanjutkan dengan membaca komentarnya, kok saya merasa hal-hal negatif lebih bikin saya penasaran?

Nah, kalau seperti ini, itu adalah naluri kita. Adalah hal yang menjadi bawaan kita untuk membuat hal-hal negatif menjadi sesuatu yang menarik hati di antara banyak hal-hal yang positif, dan mengarahkan kita untuk lebih perhatian terhadap hal-hal negatif itu. Mengapa ya?

Karena, menurut pengamat sosial Devie Rachmawati, sifat seperti ini adalah semacam respon atau pertahanan diri seseorang terhadap hal-hal negatif yang datang pada mereka. Contohnya, orang yang sering menyebarkan gambar bom, justru ingin berbagi kesulitan dan mengingatkan orang, ada bahaya yang sedang mengancam.

Memang sih tujuannya memang positif, tapi kalau enggak dikendalikan, apa yang terjadi? Duuh, pikiran negatif malah bisa jadi bumerang bagi diri sendiri!

***

Oke, kalau melihat dua faktor seperti ini, harusnya kita melakukan apa ya?

Kita, memang seharusnya lebih berhati-hati dalam berkomentar, apalagi katanya kalian mau memerangi komentar panas bersifat negatif dan hoaks yang meresahkan. Kalau memang melihat video, foto, atau membaca tulisan atau komentar dan menemukan hal-hal yang tidak berkenan, tahan dulu!

Lalu, jangan langsung latah berkomentar begini dan begini, melainkan harus mencermati dengan teliti dan berpikir kritis atas apa yang kalian lihat. Kalau misalnya nonton video di Youtube, bisa kok menontonnya lebih cermat lagi dengan "meloncat" adegan yang diinginkan, dengan "memindahkan" durasi yang diinginkan pada bagian seek bar, lalu amati adegannya dengan teliti sebelum menilainya, ok!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun