Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bagi Penulis, Aktualisasi Diri Lebih Penting daripada Pencitraan!

4 Desember 2017   20:41 Diperbarui: 5 Desember 2017   10:55 3062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada dua jalan yang terbentang untuk menjadi penulis, dan kalian tinggal pilih aja. Harus rela berdarah-darah dan berjuang dari awal, atau tinggal aja menempuh jalan yang mulus, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Dan hal ini akan terlihat hasilnya nanti, metode apa yang terbukti bisa bikin eksistensinya makin langgeng.

Ya, seperti itulah perumpamaan yang saya jelaskan pada tema tulisanku kali ini. Di bidang apa pun, termasuk dalam dunia kepenulisan, tentu dihadapkan dalam dua pilihan yang harus diambil dan ditempuh untuk meraih kesuksesan sesuai bidangnya. Malah, hasil karya yang akan diwariskan ini, membuat generasi berikutnya berkata: "Oh, si A dulunya penulis hebat, bisa menelurkan cerpen yang begitu fenomenal!"atau, justru mereka menyebut si B sebagai plagiator ulung.

Dalam ilmu psikologi---sebagaimana yang dijelaskan Komaruddin Hidayat dalam artikelnya yang dimuat dalam buku Penjara-penjara Kehidupan, "dua jalan" itulah yang dinamakan aktualisasi diri, dan satunya, (pen)citra(an) diri. Masing-masing jalan, menawarkan "suasana" yang berbeda. Siapa yang memilih salah satunya, akan bersiap dengan segala risikonya, benar 'kan?

Nah, jika kalian memilih untuk meng-aktualisasi dirinya, kalian harus tahu, kalian ini bagaikan benih yang amat rapuh, namun sesungguhnya menyimpan potensi yang tersembunyi. Potensi apa itu? Ya, tentu saja potensi yang memungkinkan si benih akan bertumbuh, dan terus bertumbuh menjadi sebatang pohon yang kuat, rimbun, dan berbuah yang tentunya bermanfaat.

Jadi, dengan perumpamaan itu, kalian akan mencapai aktualisasi diri, jika kalian menemukan jati dirinya yang akan dimanifestasikan dengan karya, perilaku, dan prestasi yang mantap dan konsisten. Dan itu semua, didorong oleh kekuatan dan dorongan pada dirinya (inner power). Ya, seperti kekuatan cinta yang mendorongnya untuk selalu berkarya dan berkarya lagi tanpa bosan, iyaa gak?

Lalu, bagaimana hasilnya? Ya, jangan jauh-jauh lah! Lihatlah para blogger dan penulis yang sukses, yang menerima penghargaan dalam ajang bergengsi. Mereka memang layak meraihnya karena menemukan jati dirinya sebagai penulis, lalu ditekuninya secara konsisten dan memberikan yang terbaik. Atau, bisa juga hasil karya penulisnya berupa buku yang meraih best-seller, karena gaya tulisannya yang begitu menggigit dan menyentuh siapa pun yang membacanya.

Terus, bagaimana dengan (pen)citra(an) diri, apakah sama?

Jelas beda dong! Menurut Prof Komar, citra diri itu lebih ke pandangan, penilaian, dan harapan orang lain terhadap diri kita. Ya, seperti dalam penanugerahan Piala Citra itu. Para aktor-aktris yang terlibat dalam penganugerahan itu dilihat dari aktingnya, lalu dinilai oleh khalayak. Sedangkan kepribadian asli yang apa adanya, justru "lepas" dari sorotan kamera.

Hmmm, kalau pencitraan yang berasal dari dalam dan mengakar dalam jiwanya, ya okelah, masih bisa diterima. Namun, kadang-kadang, citra diri hanya "menonjol" pada "kemasan luarnya" saja. Atau, dalam "bahasa lainnya", citra diri itu bagaikan topeng yang menutupi seseorang, padahal aslinya bisa jadi dalam "wujud" berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun