Contohnya saja, di Australia ini. Di negeri kangguru ini, warganya mempunyai banyak mobil bukan untuk pamer, karena memang adalah kebutuhan pokok mereka untuk beraktivitas. Beda dengan di Indonesia, yang sering dipandang sebagai "simbol" bagi mereka yang sukses secara finansial.
Tak jarang, lewat pengamatan mereka di luar negeri, mereka sering memberi masukan pada negeri tercinta tentunya, tentang hal-hal baru yang diharapkan bisa memperbaiki sistem, bangunan kuno, atau apapun bidangnya, menjadi lebih baik lagi. Tentunya, setelah mereka "pulang" dari pengembaraannya, lalu mereka bercerita kepada khalayak, lewat lisan maupun tulisan.
Keajaiban Menulis dan Hasil Tulisannya, yang Bisa Menembus dan Melintasi Batas
Lalu, bagaimana ya, nasib kita yang tak seberuntung orang-orang yang diberikan keleluasaan untuk mengembara? Tenang, masih ada tulisan-tulisan, kok! Syukurlah, mereka memang tak pelit untuk berbagi. Hasil pengembaraan mereka seringkali dijadikan ide untuk menulis, lalu setelah ditayangkan atau diterbitkan, yang membacanya akan "kecipratan" wawasannya.
Jadi, baik orang yang mempunyai pengalaman dan pembaca yang menyelami pemikirannya, memang akan saling menguntungkan; bersimbiosis mutualisme. Hasrat jiwa terpuaskan lewat menulis, dan yang membacanya akan terpenuhi fitrahnya untuk mendobrak batas.
Lalu, Pak Komar menjelaskan lagi, bahwa baik individu, kelompok, atau berupa generasi, manusia mempunyai agenda untuk menembus batas, yaitu mencari dan terus mencari, agar batas pengetahuan, pengalaman dan keilmuan senantiasa melebar. Nah, hal ini terus dilakukan manusia, dari generasi ke generasi, sambung-menyambung agar dunia manusia akan semakin luas.
Memang, selama ini manusia dan masyarakat "terkurung" oleh garis perbatasan, batasan fisik, bahasa, dan tradisi. Tapi lihat, tak ada yang tak mungkin yang bisa kita lakukan. Kalian tahu 'kan "jargon" Buku adalah Jendela Dunia? Ternyata, "jargon" ini bukan sekadar kata tanpa makna. Memang, kalau membaca buku bisa menambah pengetahuan, mengetahui dunia luar. Tapi, kalau dikaji secara mendalam, tentu lebih luas lagi!
Berkaca dari agenda manusia tadi, kita jadi tahu, kalau pengalaman yang diabadikan lewat tulisan, bisa mengarahkan kita---para pembacanya untuk menembus keterbatasan. Tak hanya itu, kita juga diajak untuk melintasi batas--melewati ruang dan waktu, serta membawa wawasan baru seperti yang dilakukan oleh para pengembara. Pantas saja, jika seorang RA Kartini, bisa menulis surat-suratnya dalam keadaan "terkurung" di rumahnya, tentu saja setelah beliau membaca banyak buku, terutama soal emansipasi wanita.
Ya, diriku juga sama kok sama Kartini, banyak baca, banyak ilmu, banyak karya. Begituuuu!
Jadi, jangan heran kalau di dunia kampus, mahasiswa dianjurkan untuk banyak melakukan riset. Begitu juga dengan seorang penulis, baik fiksi maupun non-fiksi, mereka sepatutnya melakukan hal yang sama. Karena, ya itu tadi, ilmu yang bertebaran di dunia ini sesungguhnya sangat banyak, dan mereka diharuskan  untuk "meniru" apa yang dilakukan pengelana, sehingga pengetahuan mereka  bertambah luas, dan lebih luas lagi. Sehingga, bukan tidak mungkin, bisa dihasilkan hal-hal yang baru untuk kemajuan ilmu pengetahuan!
Nah, itu kalau soal buku. Teknologi internet berserta laman-lamannya, tentu lebih dahsyat lagi! Di dunia virtual ini, mereka tak bisa lagi dibatasi oleh suku, bahasa, bangsa, maupun agamanya. Di sanalah, mereka bebas mengutarakan pendapat, pengalaman, dan imajinasinya lewat rangkaian huruf dan gambar. Di samping itu, mereka juga membaca tulisan-tulisan yang terpajang di lamannya.