Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sensasi Menulis, Membuatmu Makin Ketagihan!

19 Juli 2017   19:35 Diperbarui: 2 September 2017   04:22 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah, ketika sudah sekali atau dua kali melakukan kegiatan menulis, apakah bikin menyiksa, atau justru menyisakan rasa rindu untuk melakukannya lagi?

Kalau kalian menjawab pilihan kedua, selamat! Kalian memang punya rasa kesukaan pada dunia menulis, bermain-main saat merangkai kata. Yeaaaay!

Sama halnya diriku sendiri, yang juga termasuk golongan kedua. Kurasa, setelah dua tahun saya belajar menulis di sini, bukannya membuatku berhenti, malah semakin ingin, dan ingin menulis lagi. Istilah kekiniannya, bikin nagih!

Ya, itulah yang sedang kurasakan sekarang, meskipun jumlah artikel yang diunggah tak sebanyak dulu, perlahan tapi pasti, lumayan meningkat lah. Jika pada tahun 2016, saya hanya bisa memublikasikan sedikit artikel (biasa, karena kurangnya ide, hehe :D), pada tahun ini, alhamdulillah bisa lebih banyak posting tulisan. Malah, pada bulan sebelumnya, saya bisa mengunggah 10 tulisan, yang setengahnya diganjar label Headline!

Nah, melihat jumlah tulisan yang meningkat itulah, saya merenung. Di tahun 2017 ini, saya justru banyak kedatangan inspirasi yang jika tak dilampiaskan lewat tulisan, pikiranku semakin "liar" dan bikin saya gelisah. Di sisi lain, saya memang belum puas akan hasil tulisan saya,  dan akan terus belajar menulis dan menulis lagi, demi meraih kesempurnaan!

Bakat Itu "Bukti yang Diakui", Bukan Semata Bawaan!

Memang, kalau membahas bakat dan minat, rasa-rasanya tak ada habisnya. Malah, seringkali menimbulkan "pendebatan". Ada yang mengatakan, misalnya dia berminat di A tapi tak berbakat, begitu pula sebaliknya. Ada pula, bakat dan minat pada seseorang, yang "pas" dan akhirnya "berjodoh", alias sama-sama cocok.

Bahkan, pada banyak artikel yang saya baca, mendefinisikan bakat sebagai kemampuan dasar yang dibawa seseorang sejak lahir. Ah, yang bener nih?

Hmmm, sebelum saya bahas lebih jauh lagi, saya akan kasih ilustrasinya:

Ada seseorang yang sejak kecil, sudah tertarik dengan permainan kata-kata. Lalu, dia mencoba untuk merangkaikannya pada sebuah kertas. Perlahan-lahan, dia tertarik untuk menulis cerita dan artikel, kemudian dipublikasikan pada sebuah blog. Hasil karya itulah, yang kemudian dibaca, dan mengundang decak kagum pembacanya seraya berkata: "Waaah, ceritanya bagus sekali. Hebat ya, yang nulis cerita ini!"

Dari ilustrasi itulah, sebenarnya bisa dijelaskan secara ilmiah. Dan, Bukik Setiawan---penulis buku Bakat Bukan Takdir---sudah "meluruskan" hal-hal yang demikian.

Tentunya, setiap orang dibekali kelebihan tertentu, bukan? Potensi yang merupakan bawaan sejak lahir, itulah kecerdasan majemuk, dan setiap individu, pada umumnya mempunyai satu atau tiga kecerdasan majemuk yang paling dominan. Nah, karena adanya minat yang sesuai, kecerdasan tersebut akan berkembang, dan akan menjelma menjadi sebuah karya yang "berarti".

Lalu, ketika karya tersebut ditunjukkan ke publik atau orang lain, mereka bisa menilainya, dan pada akhirnya---karena kelebihannya, karya tersebut akan dihargai dan diakui dengan baik. Karya, atau perilaku yang diakui itulah, yang disebut dengan bakat!

Jadi, kalau ada orang yang pinter ngarang cerita atau nulis artikel ringan---padahal temanya serius lho---dan itu sudah diakui orang lain, itulah bakatnya. Kalau udah gitu, ya tinggal diteruskan, dan dikembangkan lebih giat. Siapa tahu, jalan kesuksesan, akan terbentang di hadapanmu.

Kecanduan "Menulis", Mungkinkah Ini Pertanda; "Ini Bakatku"?

Hmmm, jika saya mengulik kembali, kurasa, kemampuanku merangkaian kata-kata di layar, adalah "berkah turunan" dari ayahku. Seingatku, dulu ayahku pernah membuat bait-bait puisi di hape-nya, tapi entahlah, kegiatan ini nggak pernah dilakukan sekarang. Soalnya, ayahku lebih suka nonton TV atau video, ketimbang harus capek-cepek mikir, terus nulis....

Tapi, apakah hal ini merupakan bakatku? Kurasa, perlu pembuktian lebih lanjut di keseharian. Yuk, kita cek!

1.Kenikmatan dan Kenyamanan.

Saat menuliskan sesuatu, kalian terasa menikmati, "terhanyut" dalam merangkai kata-kata, dan jatuh nyaman nggak? Malah, setelah menyelesaikan sebuah artikel, tulisan-tulisan kalian justru enak untuk dibaca, dan akhirnya akan berkata: "Waah, kurasa kegiatan menulis, cocok untuk diriku!"


2.Kerinduan.
Setelah kalian menulis satu artikel, beberapa hari berikutnya, muncul rasa rindu ingin menulis, dan menulis lagi. Apalagi kalau melihat karya-karya tulis buatan orang lain. Nah, rasa rindu inilah yang membuat kalian ketagihan untuk selalu menulis, lagi dan lagi.


3.Ketertarikan dan Rasa Penasaran
Artikel-artikel tentang menulis yang bertebaran, justru menarik perhatian kalian untuk selalu membaca. Bahkan, di setiap kesempatan, kalian tak ragu-ragu untuk menghadiri kelas menulis. Ini semua, karena ingin mendalami ilmu tentang kepenulisan, bukan?


4.Kepuasan
Kalian akan terasa puas---puas di hati---setelah artikel-artikel kalian berhasil diunggah di blog atau diterbitkan menjadi sebuah buku. Plooong dan senang tiada duanya. Yeaaay!


5.Keterampilan akan Dikuasai Lebih Cepat, atau Setidaknya Berkembang
Kalian yang berbakat, jika mempelajari sesuatu, akan dikuasai olehnya lebih cepat, namun hasilnya lebih baik. Kalau nggak, ya setidaknya, hasil karya atau "perbuatannya" akan berkembang dari waktu ke waktu. Karya yang awalnya biasa saja, akan berkembang jadi lebih bagus, seiring pembelajaran, dan latihan yang diberikan.


Nah,  sudah tahu 'kan kriterianya? Kalau sudah berkaca, yuk kita bersemangat berkarya, menulis dengan hal-hal positif, sehingga bisa mewarnai dunia literasi---yang saat ini dilanda kesuraman, di negeri tercinta ini!


Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!

*referensi: satu, dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun