Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Afi Nihaya, Kembalilah pada Kesadaran Awalmu!

11 Juli 2017   20:26 Diperbarui: 17 Juli 2017   08:14 2688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear Afi,

Semoga kamu bisa meluangkan waktu untuk bisa membaca surat dariku ini.

Aku tahu, kamu sedang diuji lagi. Kamu kembali di-bully karena videomu, setelah kamu dihujat karena tulisan-tulisanmu, iyaa 'kan?

Aku juga pernah mengalami hal-hal seperti itu. Waktu itu, saya masih berusia remaja sepertimu. Di-bully teman-temanku di grup medsos, karena melakukan sesuatu yang tidak santun menurut mereka.

Seandainya aku bernasib sepertimu, rasa sakit yang ku rasakan akan bertambah berlipat-lipat. Bahkan, aku sempat down dan tak ada harapan lagi. Beruntung, ada sahabat yang terus menyemangatiku, membuat terus bertahan dalam kehidupan awal sekolahku yang kelam ini.

Nah, Fi, berkaca dari pengalamanku, bisa tidak kamu  move on dari masa lalumu yang pahit seperti sekarang ini, mencari dukungan dari sahabat dan keluargamu? Semoga kamu bisa melakukannya, dan kamu akan baik-baik saja.

Afi,

Memang, yang kamu butuhkan sekarang ini adalah melangkah ke kehidupan baru. Apakah kamu bisa melakukannya?

Fi, ku mohon, janganlah kau buru-buru untuk bunuh diri hanya karena bully yang ditimpakan kepadamu. Kau masih muda, dan jalan hidupmu masih panjang. Yang kau pikirkan sekarang ini, bagaimana caranya untuk bisa keluar dari masa lalu yang sangat kelam itu?

Aku pernah mengadu kepada sahabat baikku, tentang kejadian masa lalu yang kuingat, dan kuingat lagi. Kemudian, dia berpesan kepadaku: "Jangan ingat masa lalu".

Ya, aku memang melupakan masa lalu, seiring berjalannya waktu. Kehidupanku di kelas XI dan XII yang amat menyenangkan, ditambah dengan berkunjung ke tempat baru, membuat masa kelamku tak sempat kupikirkan lagi.

Ya, memang, dengan status diriku yang orang biasa, proses melupakan masalah akan jauh lebih mudah. Terus, bagaimana denganmu, Fi?

Masalahnya, kamu sudah kadung menjadi orang terkenal. Dikenal karena rangkaian kata, juga plagiasi yang pernah kau lakukan. Kurasa, sepertinya perlu waktu lebih lama biar masalah ini cepat berlalu, dan tak akan disebut-sebut lagi di media. Supaya, kehidupan yang bersangkutan akan kembali normal dan jauh lebih tenang, bukan?

***

Afi,

Membaca ajakan dari teman-teman warganet untuk masuk komunitas menulis di platfrom blog semacam Kompasiana, aku setuju. Tapi, kau harus kembali menjawab dari diri sendiri; maukah kau bersedia membuka diri untuk belajar, dan belajar menulis lagi?

Kalau belum, kau sebaiknya harus menyadarkan dirimu sendiri, Fi. Sadar bahwa kita ini sebenarnya bukan siapa-siapa. Ingat nggak, waktu kita terlahir di dunia ini? Diri kita ini merasa lemah, tak berdaya. Sampai kita dibesarkan, dan dididik menjadi "orang". Berkat ilmu dan pengalaman itulah, kamu akan menjelma, menjadi apa saja sesuai peran di dunia ini, 'kan?

Begitu pun ketika kamu akan menginjakkan diri ke komunitas menulis yang baru. Kau harus bawa diri sendiri dalam statusmu sebagai pemula. Menanggalkan apa yang kamu capai, termasuk masa lalu yang penuh dengan keburukan.

Ya, aku melihat para Kompasianer di sini, pada awalnya adalah penulis buku best-seller, ada juga yang menjuarai lomba kepenulisan. Aku pun sama, pernah mendapat juara 1 lomba karya tulis ilmiah tingkat Kabupaten. Tapi, saat bergabung dan mulai belajar menulis di sini, semua yang pernah diraih akan terlupakan dan "hilang begitu saja". Kembali menjadi diri kita yang polos; bukan siapa-siapa.

Kembali ke titik kesadaran awal, bernilai nol, itulah kuncinya, Fi.

Tapi, jikalau kamu telah meraih kesuksesan, janganlah jumawa. Ingatlah pada orang-orang yang lebih hebat dari kamu, misalnya praktisi kepenulisan, profesor, ahli, dan semacamnya, itu sudah membuatmu selalu rendah hati. Dan ingat, sekali lagi, sadari dan ingat status asalmu; bukan siapa-siapa. Niscaya, kamu akan terpacu untuk terus belajar, dan belajar lagi.

Afi,

Tetaplah untuk terus jadi pembelajar sejati di dunia kepenulisan, seperti yang aku ingat dari artikel seorang Kompasianer: "Saya adalah penulis pemula, dan akan (tetap) jadi penulis pemula".

Salam hangat dariku,

Nahariyha.

NB: Untuk yang suka bullying, hentikanlah! Beri dia waktu untuk bisa memulihkan diri, menyelesaikan masalahnya. Agar, di masa depan, dia menjadi pribadi yang lebih baik lagi, ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun