Senin malam (15/8), kabar itu begitu cepat menyebar ke warga sekitar. Rupanya, salah satu warnet di Lampung Tengah telah ditutup, karena ada dugaan terdapat jaringan teroris. Mengetahui hal tersebut, untuk memastikan kebenaran yang terjadi, saya langsung mengecek berita tersebut lewat mesin pencari. Dan, ternyata benar.
Banyak media lokal dan nasional (baik cetak, elektronik, dan online) yang memberitakan penangkapan dua pemuda, yang ternyata adalah terduga para teroris. Bahkan berita tersebut sempat ditayangkan di salah satu televisi swasta (saya pernah menontonnya di situs berita TV swasta, masuk dalam Headline News via online).
Jelas saja, informasi tersebut bukan sembarang berita! Setelah beberapa kali membaca berita dengan informasi berbeda tapi topiknya sama, saya baru mengetahui, si pemilik bisnis warnet itu adalah DA alias Abu. Beliau itu "anak buahnya" Badrun Naim, dan berdomisili di Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Lampung Tengah.
Nah, kalau kalian tahu seorang Badrun Naim itu, pasti nggak asing lagi. Dialah yang paling bertanggung jawab atas aksi bom di Sarinah dan bom bunuh diri di Solo, serta mendukung pergerakan ISIS. Pastinya, orang-orang seperti itu perlu diberantas.
Tempat yang Menjadi Saksi Bisu Perkenalan dengan Internet
Sewaktu saya duduk di bangku SMP (tepatnya di kelas VIII), saya pernah mendapatkan tugas untuk mencarinya lewat internet. Merasa 'buta' tentang hal tersebut, saya dan beberapa teman pergi ke salah satu warnet. Dibawalah ke sebuah rumah kontrakan yang berwarna pink dan ungu muda itu. Awalnya, saya nggak begitu ngeh, nama warnetnya apa, kami lebih fokus mengerjakan tugas. Kami dibantu oleh operator yang tahu cara mencari dokumen di internet, lewat mesin pencari yang terkenal di dunia. Ketik kata kunci, dan muncullah tautan yang banyaaak sekali, serta memilih salah satu diantara itu. Sedangkan, pelajaran tentang internet baru kami dapatkan ketika menginjak kelas IX SMP.
Akhirnya, saya tahu nama warnet tersebut. Adalah warnet Az-Zahra, satu dari empat warnet yang pernah berdiri di kecamatan Punggur, Lampung Tengah pada masa itu. Jaraknya tak sampai 1 km dari kediaman saya. Dulu, warnet itu memang cukup ramai dikunjungi, tapi sekarang jarang orang yang mampir di tempat itu. Terkadang, pada saat tertentu, sampai pengunjung tidak kebagian tempat dan terpaksa menunggu di bangku panjang yang terbuat dari bambu.
Dulu, di bagian depan rumah kontrakan yang dijadikan tempat bisnis itu, terpasang lima komputer, sekarang diubah menjadi toko yang menjual laptop dan pernak-pernik komputer lainnya. Sebelahnya, dijadikan tempat perbaikan komputer. Di bagian lainnya, ada meja operator, bangku panjang, dua meja komputer yang dilindungi bilik kayu. Dulu, ada minuman dalam botol kaca yang dijual di ruangan itu, yang dibutuhkan oleh pengunjung jika kehausan.
Di bagian yang terluas dari warnet, ada enam meja komputer yang salah satu komputernya telah 'hilang'. Di ruangan 'diatasnya', ada tiga meja komputer yang dilindungi bilik kayu, serta dua komputer yang dibiarkan 'terbuka'. Memang komputer-komputer itu sebelumnya tersedia headphone. Sekarang, headphone itu tidak dijumpai lagi.
Oh ya, ada satu ruangan yang pintunya tertutup. Tulisannya (seingat saya): "Dilarang Masuk" Pokoknya, yang bukan pemilik atau karyawan tidak diperbolehkan masuk di ruangan itu. Apa ada misi rahasia di dalamnya? Ah, saya tidak tahu. Sedangkan di bagian belakang, saya jarang mengintip bagian itu.
Kenangan Selama di Warnet