Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Warnet Itu Kini Tinggal Kenangan

17 Agustus 2016   15:02 Diperbarui: 17 Agustus 2016   16:26 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warnet Az-zahra di Punggur, Lamteng. Dok pribadi

Senin malam (15/8), kabar itu begitu cepat menyebar ke warga sekitar. Rupanya, salah satu warnet di Lampung Tengah telah ditutup, karena ada dugaan terdapat jaringan teroris. Mengetahui hal tersebut, untuk memastikan kebenaran yang terjadi, saya langsung mengecek berita tersebut lewat mesin pencari. Dan, ternyata benar.

Banyak media lokal dan nasional (baik cetak, elektronik, dan online) yang memberitakan penangkapan dua pemuda, yang ternyata adalah terduga para teroris. Bahkan berita tersebut sempat ditayangkan di salah satu televisi swasta (saya pernah menontonnya di situs berita TV swasta, masuk dalam Headline News via online).

Jelas saja, informasi tersebut bukan sembarang berita! Setelah beberapa kali membaca berita dengan informasi berbeda tapi topiknya sama, saya baru mengetahui, si pemilik bisnis warnet itu adalah DA alias Abu. Beliau itu "anak buahnya" Badrun Naim, dan berdomisili di Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Lampung Tengah.

Nah, kalau kalian tahu seorang Badrun Naim itu, pasti nggak asing lagi. Dialah yang paling bertanggung jawab atas aksi bom di Sarinah dan bom bunuh diri di Solo, serta mendukung pergerakan ISIS. Pastinya, orang-orang seperti itu perlu diberantas.

Tempat yang Menjadi Saksi Bisu Perkenalan dengan Internet

Sewaktu saya duduk di bangku SMP (tepatnya di kelas VIII), saya pernah mendapatkan tugas untuk mencarinya lewat internet. Merasa 'buta' tentang hal tersebut, saya dan beberapa teman pergi ke salah satu warnet. Dibawalah ke sebuah rumah kontrakan yang berwarna pink dan ungu muda itu. Awalnya, saya nggak begitu ngeh, nama warnetnya apa, kami lebih fokus mengerjakan tugas. Kami dibantu oleh operator yang tahu cara mencari dokumen di internet, lewat mesin pencari yang terkenal di dunia. Ketik kata kunci, dan muncullah tautan yang banyaaak sekali, serta memilih salah satu diantara itu. Sedangkan, pelajaran tentang internet baru kami dapatkan ketika menginjak kelas IX SMP.

Akhirnya, saya tahu nama warnet tersebut. Adalah warnet Az-Zahra, satu dari empat warnet yang pernah berdiri di kecamatan Punggur, Lampung Tengah pada masa itu. Jaraknya tak sampai 1 km dari kediaman saya. Dulu, warnet itu memang cukup ramai dikunjungi, tapi sekarang jarang orang yang mampir di tempat itu. Terkadang, pada saat tertentu, sampai pengunjung tidak kebagian tempat dan terpaksa menunggu di bangku panjang yang terbuat dari bambu.

Dulu, di bagian depan rumah kontrakan yang dijadikan tempat bisnis itu, terpasang lima komputer, sekarang diubah menjadi toko yang menjual laptop dan pernak-pernik komputer lainnya. Sebelahnya, dijadikan tempat perbaikan komputer. Di bagian lainnya, ada meja operator, bangku panjang, dua meja komputer yang dilindungi bilik kayu. Dulu, ada minuman dalam botol kaca yang dijual di ruangan itu, yang dibutuhkan oleh pengunjung jika kehausan.

Di bagian yang terluas dari warnet, ada enam meja komputer yang salah satu komputernya telah 'hilang'. Di ruangan 'diatasnya', ada tiga meja komputer yang dilindungi bilik kayu, serta dua komputer yang dibiarkan 'terbuka'. Memang komputer-komputer itu sebelumnya tersedia headphone. Sekarang, headphone itu tidak dijumpai lagi.

Oh ya, ada satu ruangan yang pintunya tertutup. Tulisannya (seingat saya): "Dilarang Masuk" Pokoknya, yang bukan pemilik atau karyawan tidak diperbolehkan masuk di ruangan itu. Apa ada misi rahasia di dalamnya? Ah, saya tidak tahu. Sedangkan di bagian belakang, saya jarang mengintip bagian itu.

Kenangan Selama di Warnet

Banyak pengujung yang mampir ke warnet Az-zahra dengan berbagai keperluan. Ada yang bermain game online, membuka medsos, mengerjakan tugas, dan masuh banyak hal lainnya. Ada juga yang minta tolong mengetik dan juga mencari tugas kepada operator. Tarifnya, setiap 20 menit dikenai biaya 1000 rupiah, 1 jam Rp 3000, 2 jam Rp 5000, 3 jam Rp 8000. Khusus yang berulang tahun,dengan menunjukkan kartu identitas, mendapatkan akses internet gratis selama dua jam.

Meskipun bukan pelanggan setia, saya sudah puluhan kali mengunjungi warnet Az-Zahra. Pada masa sekolah, saya berkunjung ke warnet dengan keperluan beragam. Ada yang mengerjakan tugas sekolah yang perlu internet, men-print dokumen, sampai membuka media sosial. Bahkan saya pernah men-download lagu-lagu yang saya butuhkan untuk mendengarkan musik.

Setelah saya punya laptop tahun 2012, praktis saya lebih banyak mengerjakan tugas sekolah di rumah. Saya semakin jarang berkunjung ke warnet, apalagi ditambah fasilitas WiFi yang tersedia di sekolah, saya jadi menyelesaikan tugas tanpa perlu biaya tambahan. Kadang, saya ke warnet Az-Zahra untuk membantu pendaftaran kuliah sahabat saya yang akhirnya tidak jadi dan harus bekerja di luar kota.

Tahun 2016, saya kembali ke warnet tersebut untuk keperluan konfirmasi pembayaran belanja online, dan di warnet itulah saya sempat menyelesaikan menulis salah satu artikel. Terakhir kali saya mengunjung warnet ini tanggal 8 Agustus 2016. Seminggu kemudian, Densus 88 Antiteror menggerbek warnet tersebut dan dua pemuda berhasil ditangkap karena diduga teroris. Kini warnet tersebut telah dipasang garis polisi.

***

Ketika rumah kontrakan sekaligus warnet digerebek, saya tidak menyangka tempat tersebut merupakan sarang teroris. Jujur, saya tidak mengenal pemilik warnet itu, tapi saya hanya (mantan) pengunjung yang tahu sebagian 'isi' warnet itu. Kebanyakan operator yang saya temui berpakaian layaknya pemuda pada umumnya dan melayani pelanggan dengan baik, dan saya pernah melihat sekali, ada pria di warnet itu yang berpakaian gamis, sangat Islami sekali. Saya tidak menaruh rasa curiga apapun tentang orang itu.

Jika ada warga sekitar yang mengatakan pria bergamis yang keluar pada malam hari di sekitar warnet, saya tidak mengetahuinya. Soalnya, saya hanya ke warnet tersebut pada siang hari. Kini, hanya tinggal satu warnet yang masih beroperasi di Punggur, Lamteng ini. Dan biarlah Tim Densus 88 yang mengungkap semua kasus itu.

Dibalik itu semua, penutupan warnet itu membuat semua yang pernah berkunjung ke tempat itu, resmi jadi kenangan. Ya, termasuk saya sendiri. Saya takkan melupakan kenangan itu.

*Ditulis berdasarkan pengalaman berkunjung ke warnet yang kini telah dipasang garis polisi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun