Banyak pengujung yang mampir ke warnet Az-zahra dengan berbagai keperluan. Ada yang bermain game online, membuka medsos, mengerjakan tugas, dan masuh banyak hal lainnya. Ada juga yang minta tolong mengetik dan juga mencari tugas kepada operator. Tarifnya, setiap 20 menit dikenai biaya 1000 rupiah, 1 jam Rp 3000, 2 jam Rp 5000, 3 jam Rp 8000. Khusus yang berulang tahun,dengan menunjukkan kartu identitas, mendapatkan akses internet gratis selama dua jam.
Meskipun bukan pelanggan setia, saya sudah puluhan kali mengunjungi warnet Az-Zahra. Pada masa sekolah, saya berkunjung ke warnet dengan keperluan beragam. Ada yang mengerjakan tugas sekolah yang perlu internet, men-print dokumen, sampai membuka media sosial. Bahkan saya pernah men-download lagu-lagu yang saya butuhkan untuk mendengarkan musik.
Setelah saya punya laptop tahun 2012, praktis saya lebih banyak mengerjakan tugas sekolah di rumah. Saya semakin jarang berkunjung ke warnet, apalagi ditambah fasilitas WiFi yang tersedia di sekolah, saya jadi menyelesaikan tugas tanpa perlu biaya tambahan. Kadang, saya ke warnet Az-Zahra untuk membantu pendaftaran kuliah sahabat saya yang akhirnya tidak jadi dan harus bekerja di luar kota.
Tahun 2016, saya kembali ke warnet tersebut untuk keperluan konfirmasi pembayaran belanja online, dan di warnet itulah saya sempat menyelesaikan menulis salah satu artikel. Terakhir kali saya mengunjung warnet ini tanggal 8 Agustus 2016. Seminggu kemudian, Densus 88 Antiteror menggerbek warnet tersebut dan dua pemuda berhasil ditangkap karena diduga teroris. Kini warnet tersebut telah dipasang garis polisi.
***
Ketika rumah kontrakan sekaligus warnet digerebek, saya tidak menyangka tempat tersebut merupakan sarang teroris. Jujur, saya tidak mengenal pemilik warnet itu, tapi saya hanya (mantan) pengunjung yang tahu sebagian 'isi' warnet itu. Kebanyakan operator yang saya temui berpakaian layaknya pemuda pada umumnya dan melayani pelanggan dengan baik, dan saya pernah melihat sekali, ada pria di warnet itu yang berpakaian gamis, sangat Islami sekali. Saya tidak menaruh rasa curiga apapun tentang orang itu.
Jika ada warga sekitar yang mengatakan pria bergamis yang keluar pada malam hari di sekitar warnet, saya tidak mengetahuinya. Soalnya, saya hanya ke warnet tersebut pada siang hari. Kini, hanya tinggal satu warnet yang masih beroperasi di Punggur, Lamteng ini. Dan biarlah Tim Densus 88 yang mengungkap semua kasus itu.
Dibalik itu semua, penutupan warnet itu membuat semua yang pernah berkunjung ke tempat itu, resmi jadi kenangan. Ya, termasuk saya sendiri. Saya takkan melupakan kenangan itu.
*Ditulis berdasarkan pengalaman berkunjung ke warnet yang kini telah dipasang garis polisi
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H