Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Muhasabah" dalam Menulis

28 Januari 2016   09:10 Diperbarui: 10 September 2016   11:16 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nah, biasanya, semakin banyak jumlah kata-kata dalam tulisan tersebut, apalagi tulisan yang membahas satu tema, tulisan tersebut semakin mendalam. Bayangkan, jika satu tweet di Twitter adalah 140 karakter, mau menulis pengetahuan di twitter, malah kurang dan tidak mencukupi. Kalau di facebook sih masih bisa nulis panjang, tapi malah melelahkan bagi yang lebih suka baca status pendek dari penggunanya, bukan? Kalaunetizen yang lebih suka nulis panjang, lebih cocok kalau nulis unek-uneknya diblog. Simple, ‘kan?

Selain itu, tulisan-tulisan yang kita buat dan ditampilkan di berbagai media itu mendidik, mencerahkan, apalagi bisa mengubah dunia dengan hal-hal baik. Bayangkan saja! Kalau pada tulisan-tulisan kita, ternyata mengandung kata-kata negatif? Sisi edukasinya akan berkurang, bahkan akan hilang. Dan tidak hanya itu, tulisan-tulisan kita di berbagai media, medsos, maupun di blog, bisa mencerminkan diri kita selaku penulisnya, lho!

Pantas saja, kalau Kemendikbud memerintahkan menarik buku-buku pendidikan, setelah dicek dan mengandung unsur radikalisme dalam tulisan-tulisannya. Intinya, seperti yang pernah saya jelaskan disini, apa yang kita dapat informasinya, lewat bacaan dan sarana apapun, akan masuk ke dalam otak dan hati, dan akan berpengaruh pada jiwa dan perilaku kita. Terlebih pada zaman sekarang ini, sekarang banyak kok netter yang mulai selektif dan memilih tulisan-tulisan yang baik secara keilmuan, maupun pemilihan kata-kata dalam tulisan.

Karena itulah, dalam setiap perbuatan, perlu kita lakukan evaluasi. Waktu kita sekolah, tentu ada ulangan atau ujian setelah kita belajar, bukan? Apalagi dalam menulis, kita butuh yang namanyamuhasabah dalam setiap tulisan-tulisan kita. Mengoreksi dan introspeksi diri apa yang (telah) kita tuliskan, menuangkan ide di pikiran kita, menjelma menjadi rangkaian kata.

Bagaimana cara introspeksi diri dalam menulis?

Setiap yang telah kita tulis, baik yang sudah terlanjur tayang maupun masih di dalam draf, tanyalah pada diri sendiri, apakah saya telah menulis sesuatu yang baik? Apakah masih kurang atau salah? Kalau ada, kalau tulisan kita masih di draf, tambahkanlah atau perbaikilah kata-kata yang kurang baik menjadi enak dibaca tanpa melukai hati orang lain.

Ditambah lagi, setiap kata-kata yang asing maupun tidak baku, sebaiknya diubah ke huruf miring, biar bisa dibedakan dari kata-kata dalam Bahasa Indonesia. Ini yang sering kita lupakan dalam menulis, dan butuh waktu lho untuk menyempurnakan tulisan kita sebelum dibaca orang lain! Apalagi, kegiatan tersebut sekaligus kita belajar menjadi editor, apalagi editor tulisan sendiri! Hehe :D

Bagaimana dengan kutipan? Boleh saja dalam menulis, asal jangan terlalu banyak, dan jangan lupa, sertakan sumber kutipannya. Selebihnya, kita menulis dengan pikiran sendiri, asalkan isi tulisan yang kita rangkaikan itu masuk akal. Atau jika yang kita tulis tersebut ada referensinya, usahakan kita menulis dengan gaya tulisan kita sendiri, ya!

Tapi, kalau sudah terlanjur tayang dan dibaca oleh moderator sebelum ditempatkan di kolom tertentu, terlebih sudah “naik tingkat” ke kolom headline yang tulisannya sudah siap baca ke hadapan publik, tabu bagi kita untuk memperbaiki atau merubah tulisan kita yang ada salahnya atau kurang. Alangkah baiknya, kalau jika ada yang kurang dari tulisan tersebut, malah memberikan kita ide untuk membuat tulisan baru.

Oiya, sebaiknya dalam menulis maupun berencana untuk menuangkan ide ke dalam kata-kata, kehati-hatian dan kecermatan dalam menulis sangat diperlukan. Karena, saking asyiknya menulis dan idenya mengalir bebas ke berbagai media, terkadang kita lupa, kata-katanya ada yang negatif, kata-kata asing yang tidak ada di KBBI yang tidak ditulis miring, bisa berpengaruh pada tulisan kita, bukan?

Ada lagi, hendaknya kalau menyisipkan foto, sebaiknya diperhatikan sumber foto, baik dokumentasi pribadi, orang lain, maupun foto-foto di Internet. Jangan lupa, dicantumkan sumbernya! Terlebih jika foto yang sumbernya dari internet, jika menyisipkan terus tidak dicantumkan, dikhawatirkan malah kita yang mengklaim fotonya, dan urusan hukum bisa berbuntut panjang. Ingat, setiap foto memiliki hak cipta, dan kita wajib untuk menghormati hasil karya orang maupun pihak lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun