Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kasus Bom Sarinah, Stasiun TV Berita Harus Introspeksi Diri!

25 Januari 2016   05:35 Diperbarui: 10 September 2016   11:17 1671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tiga hari lagi, Kompas TV akan diluncurkan ulang. Ups, bukan peluncuran yang pertama kali lah ya. Ini hanya sekadar peneguhan bahwa Kompas TV akan berfokus ke TV berita dan informasi dalam sebuah acara konser, yang bertajuk Suara Indonesia. Acara tersebut, juga disisipi oleh pemberian penghargaan kepada orang yang berjasa dalam bidang tertentu, sebut saja Ellyas Pical di bidang olahraga, penyanyi senior Waldjinah, dan beberapa tokoh lainnya.

Sebelumnya, Kompas TV memang sudah menyajikan tayangan-tayangan yang inspiratif, ya sesuai dengan slogannya “Inspirasi Indonesia”. Berita, tentu saja ada. Pernah ada, kalau gak salah, berita seleb, namun sudah tidak ditayangkan lagi. Acara pengetahuan yang berjudul Science is Fun, acara pencarian komika berbakat SUCI, dan lain sebagainya. Namun, semenjak kepempimpinan redaksi dipegang oleh Rosianna Silalahi menggantikan alm. Taufik Mihardja yang wafat Agustus 2014 lalu, Kompas TV semakin percaya diri deh, ingin menjadikan sebagai sumber berita dan informasi yang bermanfaat, sebagai branding-nya.

Tapi, saya tidak membahas lebih lanjut tentang hal itu!

Mengapa?

Mari kita lihat peforma beberapa stasiun TV berita sepanjang awal tahun ini, Januari 2016. Memang pada awal bulan ini, setidaknya berjalan normal seperti biasa. Namun, memasuki pekan kedua bulan ini, peristiwa besar nan mengerikan telah terjadi di ibukota negeri ini!

Ya!

Kasus bom yang terjadi di Sarinah, Jakarta ini menambah lagi, dan lagi kasus teror yang terjadi di Indonesia. Tragedi tersebut yang menimbulkan korban jiwa dan luka ini, menjadi berita yang penting, dan sangat penting untuk diketahui masyarakat. Tak heran, berita tersebut dijadikanheadline alias berita utama, dan di berbagai stasiun TV, sempat dibuatkan segmen khusus untuk berita tersebut, ya semacam Breaking News.

Tak heran, saking pentingnya berita ini bagi khalayak, para wartawan di media cetak maupun elektronik ini, rela memburu berita di lokasi kejadian. Setelah informasi itu didapat, lalu diolah sedemikian rupa dengan waktu secepat mungkin supaya cepat sampai ke hadapan publik lewat berbagai media, dan jadilah berita!

Tapi sayangnya, beberapa stasiun TV ada yang meramu berita dengan kabar burung yang menyesatkan masyarakat. Ditambah lagi, visualisasi jenazah yang diperlihatkan jelas, tanpa diblur. Karena itulah, KPI menegur 7 stasiun TV dan satu stasiun radio karena ceroboh dalam menayangkan berita, dengan berbagai cara. Intinya, stasiun-stasiun tersebut melanggar prinsip-prinsip jurnalistik yang seharusnya dipegang teguh untuk diamalkan para jurnalis.

Dan, diantara ketujuh stasiun TV tersebut, ada tiga stasiun TV yang notabenenya, stasiun televisi berita, yaitu Metro TV, TV One, dan iNews TV yang belum sampai setahun sejak diluncurkan 6 April 2015 lalu. Ya, tentu sangat disayangkan, bukan? Padahal, stasiun TV berita didirikan, ya memberi berita teraktual dan bertanggung jawab, setidaknya, tidak melukai hati pemirsa yang menyaksikannya.

Di sisi lain, stasiun televisi non berita, lolos dari teguran KPI, malah meraihrating tertinggi diantara banyak acara-acara televisi. Ya apalagi kalau bukan acara berita yang mengusung slogan “Aktual, Tajam, dan Terpercaya” itu, Liputan 6. Ini menandakan, bahwa acara tersebut yang digandrungi banyak pemirsa itu, memang menyajikan berita yang lebih akurat. Ditambah, dengan faktor masyarakatnya yang sudah kritis dan pandai dalam memilah acara-acara televisi, terlebih pada zaman sekarang ini, banyak ‘kan acara TV yang mengandung nilai-nilai yang tidak mendidik dan malah merusak moral, khususnya anak bangsa?

Nah, saat ini KPI lagi meminta ke publik untuk memberi masukkan ke sepuluh stasiun TV yang ada di Indonesia, yang izin siarannya akan habis pada tahun ini. stasiun-stasiun TV tersebut adalah lima stasiun TV yang berdiri pada era 90-an (RCTI, SCTV, MNCTV, ANTV, Indosiar), ditambah lima stasiun TV lainnya yang lahir di era reformasi (Metro TV, Trans TV, Trans7, TV One, Global TV). Jika stasiun TV tersebut dinilai tidak layak, apalagi segi konten, ya wassalam. Izinnya dicabut. Kalau udah begitu, kita tidak bisa menyaksikan acara-acara mereka, bukan?

Karena itulah, hendaknya stasiun-stasiun TV berita, introspeksi dirilah. Toh tidak hanya kita sendiri yang ber-muhasabah. Stasiun TV juga, harus. Kan stasiun TV ‘kan ada karena peran manusia yang ada di dalamnya, mengoperasi kelangsungan hidupnya. Mengapa demikian?

1. Apa yang diliput wartawan dan dijadikan berita, akan menjadi sejarah bangsa dan bisa menjadi sumber ilmu

Sadar atau tidak, apa yang diwartakan oleh jurnalis lewat berita, ini bisa dijadikan pelajaran sejarah, lho! Mengapa? ini ada kaitannya ada peristiwa yang telah berlalu, yang terjadi pada negara kita. Misalnya, peristiwa lengsernya Soeharto dan Era Reformasi. Kejadian yang berlangsung pada tahun 1998 tersebut dan diliput di berbagai media, termasuk pada pelajaran sejarah yang dipelajari di sekolah-sekolah. Dan itulah yang pernah saya pelajari (kalau tidak salah ingat), semasa saya duduk di bangku SMA. Ini ilmu sejarah, lho. Kalau beritanya benar, bisa dijadikan rujukan untuk pengembangan ilmu.

2. Berita-berita hoax bisa berpengaruh negatif bagi jiwa

Tahukah kalian, kalau informasi yang negatif, jika masuk ke dalam otak, akan mempengaruhi pikiran dan jiwa kita? Kalau dicecoki dengan berita yang tidak benar secara terus-menerus, ya akan membentuk pola pikir yang salah yang akan berdampak pada kejiwaan dan perilaku. Karena itu, berhentilah untuk menyebarkan kabar burung tersebut kalau tak ingin membuat pemirsanya cemas dan resah?

Contohnya, visualisasi mayat yang terlihat jelas. Kalau dilihat anak-anak dan remaja, pasti akan ngeri, bukan? Malah jadi ketakutan yang kemungkinan akan menjadi trauma, yang jelas-jelas berpengaruh pada kehidupannya.

3. Stasiun TV harus menghargai perasaan para pemirsa, juga korban tragedi maupun bencana

Apa yang diberitakan oleh jurnalis dan ditayangkan di TV, pasti akan menyasar ke pemirsa yang tidak lain adalah manusia seperti kita. Bayangkan, jika seandainya posisi kita sebagai korban ketika stasiun TV menayangkan tragedi mengerikan yang melanggar ketentuan, misalnya menyebarkan kabar burung? Pasti kita resah dan bingung bukan, mana berita yang benar dan tidak diragukan?

Karena itulah, dalam menyampaikan berita, stasiun TV harus memperhatikan audience-nya juga, ‘kan? Hargailah orang lain, terutama perasaan para korban. Sehingga, ketika sudah menyampaikan berita, eh malah membuat korban terluka hatinya. Jelas-jelas, perbuatan yang tidak baik, bukan? (Selengkapnya, baca di artikel ini)

***

Hari Pers Nasional tinggal 15 hari lagi. Seharusnya, momentum ini tidak hanya digunakan untuk mengenang kontribusi para pers dalam membangun negeri, juga untuk mengoreksi diri, apa yang diperbuat apa wartawan, apakah sudah sesuai dengan kode etik jurnalis yang bisa “menentramkan” masyarakat lewat kabar terbaru yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, yang terjadi di negeri ini, setiap hari. jika ada kekurangan, usahakan perbaiki dalam penyampaiannya, jangan membuat hati pemirsa teriris pedih lagi, ya!

Dan tidak hanya itu, manajemen stasiun TV berita bisa memperbaiki kinerjanya, supaya para jurnalis bisa bekerja dengan baik sesuai dengan kode etiknya. Kalau udah begini, ya berita telah disampaikan dengan baik dan benar infonya, bukanhoax, serta mementingkan kebutuhan masyarakat terutama pemirsa, bukan sekadar “dewa” stasiun TV yaitu rating dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari penyiaran berita.

Semoga kedepannya, kinerja jurnalis dan penyiaran berita semakin baik, ya!

Demikian, semoga diperhatikan oleh stasiun TV. Salam Kompasiana!

*Referensi dan berita, dirangkum dari berbagai sumber

Sumber gambar: in.reuters.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun