Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora featured

Hari Raya Idul Fitri; Sebuah Renungan dan Cermin Diri

16 Juli 2015   17:55 Diperbarui: 26 Juni 2017   08:04 3174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua manusia pasti melakukan kesalahan, dan kesalahan tersebut berawal dari kelemahan seorang manusia itu sendiri. Tentunya, kesalahan yang diperbuat oleh kita sudah terjadi sejak zaman moyang kita Nabi Adam alaihissalaam, karena tertipu dengan ajakan Iblis untuk memakan buah khuldi bersama dengan istrinya, dan akibat kesalahan tersebut, mereka berdua (dan juga Iblis) diturunkan ke muka bumi.

Sesampainya di bumi, mereka pada akhirnya menyatakan tobat, dan mengakui kesalahan di hadapan Allah, sambil menangis memohon ampunan. Dan pada akhirnya, Allah mengampuni dosa dan memaafkan kesalahan mereka berdua.

Dan, sejak saat itu, jangan heran kalau keturunan Adam termasuk kita sering melakukan kesalahan. Itu wajar. Dan hal tersebut sudah mendarah daging pada diri kita. Dibalik kesalahan yang kita perbuat, tersimpan hikmah yang tersembunyi. Janganlah sombong dengan apa yang kita punya dan kita capai selama ini, apapun itu. Dan jangan merasa diri kita paling benar, karena sebenar-benarnya seorang anak keturunan Adam, pasti ada kesalahan dan kelemahan, ‘kan?

Karena itulah, jangan malu untuk mengakui kelemahan kita, walaupun hanya sedikit dan tidak sampai dibicarakan secara detail. Ketika kita telah mengakui kelemahan dihadapan orang lain dan orang lain memaafkannya, maka tidak hanya perasaan dendam dan benci yang akan terhapus dari diri kita, sifat keangkuhan dalam hati kita akan gugur bersama ucapan yang keluar dari diri kita ketika memaafkan. Sehingga, akan tercipta rasa damai diantara sesama manusia.

Tapi, perlu diingat, bahwa kita tidak boleh mengumbar kesalahan secara berlebihan dan secara detail, apalagi kesalahan tersebut dijadikan curhat di dunia maya. Karena, dikhawatirkan akan dijadikan bahan gunjingan pada orang lain, apalagi teman dunia maya yang merupakan teman kita yang telah dikenal, yang membicarakannya. Sungguh, diri kita yang dibicarakan jadi tidak enak, bukan? Alangkah baiknya kita instrospeksi pada diri sendiri, kesalahan apakah yang telah terjadi pada diri kita. Sehingga, diharapkan, kita segera memperbaiki diri dan menapaki perjalanan hidup yang lebih baik.

Kearifan Hidup pada Generasi Muda dan Juga Generasi Tua

Kembali pada komentar di atas, yang membuat saya tersentak. Alhamdulillah, lewat kalimat terakhir dari komentar bijak salah satu Kompasianer, saya telah tersadar dan menemukan kearifan hidup yang sesungguhnya. Saya yang terlahir pada era 90-an, yang pada saat itu (menurut saya) lebih baik dari zaman sekarang, apalagi era dibawahnya. Pada era tersebut, permainan yang ada, masih sangat sederhana. Jangankan gadget, telepon genggam saja masih langka dan berharga mahal pada saat itu.

Karena permainan yang sangat sederhana itulah, secara tidak langsung, kita diajarkan untuk hidup sederhana dan penuh syukur. Bermainlah dengan mainan yang apa adanya. Terlebih jika dimainkan bersama teman-teman, keakraban dan persahabatan diantara teman-teman akan terjalin, dan yang pasti, akan berpengaruh pada kehidupan ke depannya.

Nah, jika bandingkan dengan masa sekarang, generasi muda kita saat ini telah kehilangan kearifan hidup. Jika kita melihat berita dan melihat anak sekolah tawuran dan membawa senjata tajam, itu rata-rata pemicunya hanya masalah sepele. Dikit-dikit, kekerasan. Seandainya saja mereka memiliki sikap bijaksana dalam menyelesaikan masalah, pasti tawuran tidak akan terjadi, iya gak?

Apalagi jika akan menghadapi episode kehidupan selanjutnya. Bagi yang mengalami kegagalan dan tidak punya keteguhan dalam hidup, jalan pelarian terakhir yang akan diambil adalah bunuh diri! Pada era modern seperti sekarang ini, sudah banyak berita yang mengulas tentang kasus tersebut. Ambil contoh, siswa yang gagal UN, pada akhirnya ditemukan tewas bunuh diri, bahkan banyak generasi muda yang terjebak pada dunia narkoba. Bukankah perbuatan tersebut telah menyia-nyiakan kehidupan yang dianugerahkanNya kepada kita?

Hidup hanya sekali. Dan bulan Ramadhan ini, kita telah diajarkan kearifan dalam hidup; bersikap bijak dalam memanfaatkan segala sesuatu, termasuk karunia, kelebihan, dan lebih penting lagi, waktu. Mengambil pelajaran yang telah dilalui dan bersyukur atas indahnya kehidupan. Maka, bagi yang muda (dan yang sudah tua), inilah saatnya untuk memiliki kearifan dalam kehidupan, terlebih pada zaman sekarang ini, dimana kehidupan akan semakin keras dan lebih ketat lagi. Apalagi, jika sejak anak-anak sudah diajarkan pelajaran kearifan hidup seperti itu. Pasti ke depannya, hidup ini akan lebih bahagia, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun