Masuk pada halaman 17 sampai 49 (kecuali halaman 44-45), dimana banyak opini tentang perjalanan Harian Kompas menuju usia emasnya untuk Indonesia. Pada halaman pertama (17) dari bagian tersebut dibuka oleh opini dari Presiden RI Joko Widodo dan Wapres RI Jusuf Kalla. Selanjutnya, menyusul tokoh-tokoh lain yang mengutarakan kontribusi Harian Kompas untuk kemajuan negeri, diantaranya Aburizal Bakrie, Sandiaga Uno, Yenny Wahid, Mari Elka Pangestu, dan sederet tokoh-tokoh lainnya.
Seperti arti namanya “memberi arah dan petunjuk jalan”, Harian Kompas telah memberi arah kepada Indonesia untuk menuju masa depan yang lebih baik. Setidaknya, opini mereka tentang Harian Kompas ini mencerahkan, menginspirasi, sehingga menguatkan citra koran Kompas yang semakin berkualitas dan semakin dipercaya oleh masyarakat. Setuju?
4. Memuat Sejarah Lengkap Berdirinya Harian Kompas Sampai Mencapai Usia ke-50
Tidak lengkap rasanya jika Harian Kompas edisi HUT ke-50 tidak disisipi oleh sejarah berdirinya Harian Kompas sampai saat ini, yang terdapat pada halaman 44-45. Tentunya, sejarah perjalanan Kompas disajikan lewat diagram beralur dari 28 Juni 1965 sampai 28 Juni 2015. Sebagai orang yang menyukai Harian Kompas, tentunya saya tak ingin ketinggalan dengan sejarahnya. Kalau istilahnya sih kalau tak kenal, maka tak sayang. Jadi sejarah tentang suatu hal bisa menguatkan identitas tentang sesuatu. Jadi mengapa Harian Kompas bisa sebesar seperti saat ini, karena bisa tahan banting menghadapi permasalahan, ditambah lagi sudah berpengalaman dari zaman Soekarno sampai zaman Jokowi sekalipun!
5. Terdapat Foto Peristiwa Pilihan dalam “50 Tahun Kompas”
Selain sejarah lengkap tentang Harian Kompas, pada halaman 50-52 memuat foto peristiwa pilihan Kompas dari tahun 1965-2015, diantaranya foto tentang mundurnya Presiden Soeharto, gerhana matahari di Borobudur tahun 1983, proses kelahiran pesut di akuarium Gelanggang Samudera Jaya Ancol tahun 1979, dan sebagainya. Bagi saya, membuka halaman tersebut sekaligus bernostalgia, terutama mengingat kejadian Kerusuhan Mei 1998 yang hanya bisa saya lihat di televisi beberapa tahun yang lalu. Maklum, saat itu, saya masih kecil, baru berumur 4 tahun!
Terlepas dari kuranglengkapnya berita karena keterbatasan ruang, terus terang, Harian Kompas edisi 28 Juni 2015 telah memberi warna berbeda dalam sejarah harian terbesar di negeri ini, bagaimana koran tersebut bisa bertahan, menginspirasi, dan menjadikan koran tersebut “panduan” dan memberikan wawasan bagi pembacanya. Kehadiran tokoh-tokoh penting di negeri ini yang mengisi halaman demi halaman Harian Kompas edisi 28 Juni 2015, ditambah kartun dan TTS yang “tampil beda” serta rubrik khusus lainnya, menambah kesan pada koran tersebut bahwa koran tersebut memang berbeda dari edisi sebelumnya.
Jujur, saya mengatakan pada koran Kompas edisi spesial ini: “Lebih dari Sekedar Koran Biasa!”