Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadikan Perpustakaan Pribadi sebagai 'Tanda Syukur' Kita

28 April 2015   09:23 Diperbarui: 10 September 2016   10:54 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14301991242112955899

Ingat tidak, kalau harta akan habis jika dibagi-bagi, sedangkan ilmu, tidak akan habis? Nah itulah kelebihan ilmu dibanding harta. Sama halnya dengan buku, pengetahuan yang berwujud tulisan di kertas pun tetap awet, dan kita masih bisa menikmati pengetahuan yang didapat dari buku, sampai kapanpun, selama buku masih bisa dijaga dengan baik.

Ketiga, menghargai usaha kita dalam memperoleh buku, juga menghargai para penulis

Tahukah kalian jika di Indonesia, buku masih menjadi barang mahal bagi kalangan menengah kebawah, namun menyukai buku dan gemar membaca. Oleh karena itu, kebanyakan dari kita jarang membeli buku kecuali ada promo dan bazar buku murah, serta rela mengumpulkan uang untuk membeli buku, satu bulan minimal satu buku. Tak jarang, untuk mendapatkan buku pun harus mengorbankan uang sebanyak ratusan ribu jika buku yang diinginkan tidak ditemukan di toko buku terdekat, baik jauh-jauh ke toko buku yang lebih lengkap, maupun dipesan secara online, yang terkadang harus menunggu waktu selama tiga hari sampai lebih dari seminggu (tergantung jarak dan domisilinya)

Sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan kita dalam mendapatkan buku, alangkah baiknya jika buku-buku tersebut dikumpulkan dalam satu tempat bernama perpustakaan pribadi. Selain agar memudahkan kita dalam mencari buku sehingga tidak capek mencarinya di mana-mana, juga menghargai usaha kita dalam mendapatkan buku yang diinginkan, iya kan?

Terlebih, jika buku-buku disatukan di perpustakaan pribadi, berarti menghargai para penulis yang susah payah menciptakan karya tulis, sehingga karya mereka dinikmati banyak orang. Bayangkan saja jika LKS, majalah, maupun buku yang dihasilkan oleh para penulis, kemudian dijadikan barang rongsokan maupun pembungkus, sesungguhnya telah membuang sebagian dari pengetahuan yang seharusnya dimanfaatkan oleh orang lain, terutama bagi kalangan kurang mampu, juga tidak menghargai perjuangan para penulis yang rela mengorbankan waktunya untuk menuangkan ide dan pengetahuan mereka dalam tulisan. Sayang sekali, bukan?

Oleh karena itu, tunggu apa lagi! Daripada buku-buku tersebut berakhir di tumpukan gudang, mending dikumpulkan jadi satu dan dijadikan perpustakaan pribadi. Setelah dijadikan perpustakaan, tinggal bagaimana menumbuhkan minat baca untuk diri sendiri dan keluarga, sampai ke anak cucu. Syukur-syukur bacaan tersebut bisa berguna untuk kehidupan, apalagi sebagai bahan untuk menulis...

Demikianlah, semoga bermanfaat. Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun