Filosofi makanan berikut ini patut kita ketahui. Setidaknya agar kita sadar, bahwa nenek moyang kita sejak dulu telah terbiasa meninggalkan nasehat. Bahkan pada hal-hal yang seringkali kita anggap lewat.
Filosofi Makanan & Jajanan Tradisional
Bagi Anda yang doyan menikmati makanan khas Nusantara, kelima penganan berikut pasti tidak asing. Ada lontong, ketupat, lemper, apem dan kolak. Siapa sangka, di balik rasanya yang menggoda, kelimanya menyimpan filosofi dan makna.
1. Lontong
Berbalut daun pisang, lontong biasanya disajikan dengan rujak, soto, bakso, opor dan lain-lain. Teksturnya lembut, dengan bentuk lonjong yang lumrah dipotong-potong.
Nama lontong sendiri berasal dari perkataan ‘alane dadi kothong’ (dibaca ‘olone dadi kothong). Artinya adalah ‘kejelekannya sudah hilang’. Munculnya penamaan ini tidak lepas dari bulan Ramadhan. Dimana pada bulan tersebut para pemeluk agama Islam dibukakan pintu maaf selebar-lebarnya. Sehingga kembali pada fitrah yang tanpa dosa.
2. Lemper
Di atas langit masih ada langit. Karena itu manusia tidak layak menyombongkan diri.
3. Ketupat
Istilah ketupat berasal dari ‘ngaku lepat’ yang artinya ‘mengakui kesalahan’. Penamaan ini identik dengan hari lebaran, dimana sesama kita bersilaturahmi untuk saling memaafkan.
4. Apem
Nama apem berasal dari Bahasa Arab ‘afwun’ yang artinya adalah ‘maaf’ dalam Bahasa Indonesia. Konon, dulunya apem diberikan sebagai permintaan maaf. Sehingga sengaja diberi rasa manis, semanis maaf yang diterima.
5. Kolak
Maka dari itu, baik-baiknya terhadap sesama. Karena kita tidak tahu kapan akan dipanggil ke hadapan-Nya.
Kolak juga disertai dengan santan (santen) yang namanya diambil dari perkataan ‘sing salah nyuwun ngapunten’. Artinya, siapapun yang bersalah haruslah minta maaf. Baik kepada sesama manusia maupun kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H