Mohon tunggu...
dewi sulistyoningrum
dewi sulistyoningrum Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Suka menulis sejak di bangku SMA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengilhami Pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam Merdeka Belajar

9 Agustus 2024   10:50 Diperbarui: 9 Agustus 2024   11:58 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Merdeka Belajar

Berbicara mengenai pendidikan tentu tak terlepas dari sosok bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Banyak pemikiran beliau yang menjadi landasan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Pendidikan tak ubahnya seperti Kawah Candradimuka, yang telah mengubah jabang bayi Tetuka menjadi seorang kesatria perkasa berjuluk otot kawat balung wesi. Dari kawah itu lah Gatotkaca menjelma menjadi kesatria dengan beragam senjata. Idealnya, lembaga pendidikan bernama sekolah juga menjadi tempat yang membekali para siswa dengan beragam senjata. Senjata berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya kelak. Bukan perkara mudah memang membentuk sebuah karakter, tetapi juga bukan hal yang mustahil. Bukankah air hujan yang turun dapat mengikis batuan yang keras sekalipun. Untuk mewujudkan hal tersebut kita perlu melakukan beberapa langkah nyata seperti:

1. Menuntun peserta didik sesuai bakat, minat, dan kemampuan. Sebagai pendidik, kita ibarat sebagai petani yang bertugas menyebar "benih-benih tanaman, merawatnya hingga menjadi tanaman yang unggul". Kita tidak berhak memaksakan kehendak kita terhadap benih yang belum siap tumbuh sesuai keinginan kita. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa peserta didik merupakan bibit yang masing-masing telah memiliki minat dan bakatnya masing-masing, tidak bisa dipaksa menjadi apa yang diinginkan pendidik untuk tujuan tertentu. Pendidik juga tidak boleh membedakan dari mana asal benih, kualitas dan hal lainnya, karena tiap anak memiliki perbedaan sesuai kodrat alam, sesuai diciptakannya. Namun begitu, semua peserta didik berhak mendapatkan hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang menjadi anak yang cerdas atas kemauan sendiri.

2. Melakukan pembelajaran yang menyenangkan tidak membebani, dan saling asah, asih, asuh. Pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membebani, saling asah, asih, asuh akan melahirkan pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik yang akan selalu dikenang sepanjang hayat.

3. Melakukan pembentukan karakter tuah melalui pembiasaan sehari--hari misalnya budaya mengucapkan salam, terimakasih, beramal, dan koperasi kejujuran.  

Pendidikan dan Pengajaran

Mengilhami pemikiran ki Hajar Dewantara, setiap anak terlahir dengan keistimewaan mereka masing-masing. Tugas sebagai guru hanya mengantarkan mereka berkembang sesuai kodratnya dan memiliki karakter yang baik dalam sebuah institusi pendidikan. Pendidikan disini dapat diartikan sebagai tempat persemaian benih-benih kehidupan agar dapat tumbuh sesuai kodratnya untuk mencapai kebahagian yang setinggi-tingginya sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat. Sedangkan pengajaran adalah bagian dari Pendidikan. Dimana pengajaran adalah menyampaikan pengetahuan untuk mempertajam akal mereka sehingga dapat menumbuhkan pemikiran-pemikiran yang kritis. Pemikiran tersebut mendorong laku, yang akhirnya menjadi kebiasaan sehingga terbentuknya budi pekerti yang luhur serta berbudaya. Terlepas kelak mereka akan berprofesi sebagai apa, setidaknya kita telah membekali mereka dengan pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang berguna untuk menghadapi berbagai tantangan di masa depan sesuai dengan kebutuhannya. 

Relevansi Pemikiran KHD dengan Konteks Pendidikan Saat Ini 

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan pada anak didasarkan pada kodrat alam dan kodrat zaman. Pendidik berperan untuk menuntun anak agar tidak salah arah dalam menuju kebahagiaan dan keselamatan hidup sebagai  individu dan sebagai manusia bermasyarakat. Dasar pendidikan dengan kodrat alam anak, maksudnya adalah  pendidikan dilaksanakan berdasarkan  lingkungan tempat tinggal anak. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut  saat ini dikenal dengan istilah pembelajaran berbasis kontekstual. Sumber pembelajaran berasal dari lingkungan sekitar anak. Dengan demikian, anak akan mudah mendapatkan pengalaman belajar karena sumber belajarnya berasal dari pengalaman hidup  di  daerah masing-masing anak. Selain itu, anak akan merasa senang belajar bersama pendidik. Anak akan selalu merindukan pendidik untuk belajar bersama, pendidik pun akan merasa senang karena menjadi pendidik membelajarkan pengetahuan atau ilmu  sesuai keinginan atau kompetensi  anak. Dengan demikian,terjalin hubungan harmonis antara pendidik dan anak. Hal ini yang akan mendorong pendidik menjadi pembelajar sejati dan anak akan menjadi pemelajar sejati. Pembelajar dan pemelajar sejati ini adalah pribadi yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan sepanjang hayatnya. Pendidik yang melaksanakan tugasnya dengan  berdasarkan kontekstual ini berarti mempunyai relevansi dengan filosofi Ki hajar Dewantara  bahwa pembelajaran berhamba pada murid dan sekarang dikenal dengan pembelajaran berpihak pada murid. 

Zaman telah berubah, anak-anak generasi Z dengan segala potensinya berkembang dengan peralatan serba canggih. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat tentu membawa banyak perubahan bagi dunia pendidikan, salah satunya perubahan paradigma guru. Dimana siswa bukan lagi seperti gelas kosong yang harus diisi. Sudah saatnya guru harus merubah paradigma yang tidak hanya fokus kepada konten namun berfokus pula pada kreativitas dan keterampilan belajar mandiri. Perubahan karakteristik peserta didik, format materi pembelajaran, pola interaksi pembelajaran, dan orientasi baru abad 21 memerlukan ruang-ruang kelas lebih interaktif. Guru idealnya dapat mendidik dengan penuh kasih sayang atau dapat memanusiakan manusia. Ia menjadi suri tauladan yang baik untuk murid (ing ngarso sung tulodho). Guru harus dapat mengispirasi peserta didik. Ia harus menjadi guru yang senantiasa dinantikan kehadirannya di kelas, menanamkan impian dan semangat untuk terus belajar (ing madya mangun karso), serta memberikan motivasi pada peserta didik untuk mewujudkan impian mereka (tut wuri handayani).

Berkaca pada pendidikan saat ini, konsep merdeka belajar baru sebatas pergantian administrasi, tanpa dijalankan secara menyeluruh, bahkan ruh merdeka belajar yang menjadi tujuan utama pendidikan belum tercapai secara optimal. Padahal jika kita benar-benar melaksanakan merdeka belajar, suasana kelas akan hidup karena murid mendapatkan pembelajaran sesuai kebutuhannya. Dengan merdeka belajar saya merasa diberikan kebebasan untuk membentuk iklim belajar yang menyenangkan. Mereka dapat mengembangkan kreativitas sesuai dengan potensi mereka masing-masing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun