Mohon tunggu...
Dewisri Mulyanita
Dewisri Mulyanita Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Non-fiksi dan Fiksi Lepas

Warga sipil yang senang hati dalam membagikan ilmu pengetahuan. Bermula dari suara kecil, ilmu pengetahuan akan tersampaikan dengan lantang di masa mendatang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cara Hindari Kesesatan Saat Berkomentar di Media Sosial

16 September 2023   12:52 Diperbarui: 16 September 2023   13:00 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di zaman sekarang, media sosial (medsos) sangat erat dengan kehidupan sehari-hari kita. Medsos membebaskan kita untuk berekspresi. Tidak hanya berekspresi melalui karya seni, tetapi juga melalui opini atau argumentasi. Beragam opini bermunculan di beranda (timeline) akun medsos, baik di unggahan maupun di kolom komentarnya. Namun, tahukah kamu?.. sebenarnya ada beberapa opini yang dilontarkan itu tidak masuk akal alias tidak logis.

Logis atau tidaknya suatu opini bisa kita lihat melalui kacamata yang bernama "Sesat Pikir". Nama lainnya adalah Kesalahan Berpikir, Kesesatan Logika dan Logical Fallacy. Sesat Pikir adalah proses berpikir yang sebenarnya tidak masuk akal, salah fokus, salah prosedur dan menyesatkan. Hal-hal tersebut bisa terjadi karena memaksakan prinsip logika tanpa memperhatikan hubungannya (relevansi) terhadap pernyataan yang disajikan (premis). Sebagai contoh:

Andi membaca berita tentang seorang artis dari negara A menikahi warga negara B setelah 3 tahun berpacaran. Andi beropini, "Artis ini menikahi orang luar negeri, itu tandanya kalo jodoh lu nggak ada di negara ini, berarti jodoh lu ada di luar negeri". Terdengar seperti guyonan biasa, tetapi ini bisa kita jadikan contoh untuk mempelajari Sesat Pikir.

Dari opini tersebut, Andi terlihat mengalami Sesat Pikir. Kenapa? Itu karena fokus Andi melenceng dari pembahasan soal pernikahan, menjadi soal jodoh.

Lalu, apa yang menyebabkan seseorang seperti Andi mengalami Sesat Pikir? Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi. Namun, secara ringkas, Sesat Pikir terjadi karena bahasa yang digunakan dalam pernyataannya menyesatkan pembaca/pendengar. Hal tersebut dapat menyebabkan kita salah dalam menyimpulkan dan memahami permasalahannya secara tidak sengaja. 

Sayangnya, Sesat Pikir bisa dialami oleh siapapun bahkan orang dengan pendidikan dan pengetahuan yang tinggi. Terkadang hal itu terjadi tanpa sengaja karena Baper atau terbawa perasaan. Baper yang dimaksudkan itu seseorang yang terpancing atau terpicu emosionalnya karena suatu hal. Emosional yang ditimbul bisa berupa amarah, kesedihan maupun kebahagiaan. Walau demikian, emosional dapat kita kesampingkan sementara untuk memahami apa yang sebenarnya dibicarakan oleh media maupun netizen.

Dengan menaruh emosional di saku, kita bisa menjadi skeptis atau tidak mudah mempercayai sesuatu. Pada kenyataannya, ada beberapa orang yang sengaja melontarkan opini seolah-olah dia mengalami Sesat Pikir. Mereka biasanya memiliki tujuan tertentu, seperti memprovokasi publik bahkan menjatuhkan lawan bicara. Dengan menjadi skeptis, kita menjadi tidak mudah terprovokasi atau tertipu sehingga kita tidak bisa dikendalikan oleh orang-orang tertentu.

Selain menjadi skeptis, kita perlu memahami tentang apa yang sedang dibicarakan. Tidak perlu memahaminya terlalu mendalam seperti professor, cukup pahami dengan 5W+1H (gambaran besarnya saja). Dua hal tersebut tidak lengkap jika kita tidak memahami dan bertanggung jawab dengan opini yang akan kita lontarkan. Tanggung jawab tidak semenakutkan yang dibayangkan, cukup dengan memahami opini kita saja. Misalnya:

Apakah opini kita aman dilontarkan di negeri konoha atau tidak?

Setelah kita memahami tentang Sesat Pikir, mengesampingkan emosional sementara, skeptis, paham dengan apa yang dibicarakan, dan bertanggung jawab atas opini sendiri, kita telah menjadi masyarakat yang siap menyuarakan opini. Teorinya terlihat tidak mudah, tetapi jika mempelajarinya secara perlahan, kita pasti bisa. Tidak perlu terlalu memperhatikan seberapa cepat kita paham sesuatu, tetapi perhatikan bagaimana prosesnya mengubah diri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun