Program Jaminan Sosial TKI telah diberlakukan oleh Menaker Hanif Dhakiri melalui Permenaker Nomor 7 Tahun 2017. Â Permenaker Jaminan Sosial TKI ini menjadi cacat hukum karena tidak ada dasar hukum yang melandasinya.
Permenaker yang ditandatangani 28 Juli 2017 lalu bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri. Â Karena UU 39/2004 tidak mengatur tentang program jaminan sosial TKI.
Sebagai dasar hukum yang seharusnya dipatuhi oleh Permenaker 7 tahun 2017, UU 39/2004 dalam rangka melindungi TKI hanya memerintahkan program asuransi untuk TKI, bukan jaminan sosial. Â Jelas tertulis di dalamnya bahwa syarat penempatan TKI di luar negeri adalah TKI telah diikutsertakan dalam program asuransi.
Sebagai aturan pelaksanaannya kemudian diterbitkan Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2010 tentang Asuransi TKI. Â Asuransi TKI merupakan perlindungan bagi TKI berupa santunan uang bila terjadi risiko-risiko terhadap TKI yang meliputi pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan di luar negeri.
Jenis risiko yang dijamin bagi TKI ada 13 jenis yaitu meninggal dunia, sakit, kecelakaan kerja, gagal berangkat, kekerasan fisik dan pemerkosaan/pelecehan seksual, gagal ditempatkan, PHK, masalah hukum, upah tidak dibayar, pemulangan TKI bermasalah, kehilangan barang bawaan, hilangnya akal budi, dipindah majikan.
Cacat hukum Permenaker 7 tahun 2017 makin terang benderang bila melihat hanya 2 jenis risiko yang dijamin dalam prograam jaminan sosial TKI yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Di samping itu, TKI harus membayar lebih mahal jaminan sosial TKI karena TKI diwajibkan membayar iuran 370 ribu rupiah untuk 2 jaminan saja. Â Bandingkan dengan dahulu TKI cukup membayar premi sebesar 400 ribu rupiah untuk 13 risiko.Â
Sedikitnya jenis jaminan dan mahalnya iuran dari jaminan sosial TKI ini membuat Kepala BNP2TKI Nusron Wahid mengusulkan agar BPJS Ketenagakerjaan untuk memperluas jaminan risiko dan bisa juga bekerja sama dengan pihak lain untuk menjamin risiko yang tidak bisa ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Nusron melandasi pernyataannya dengan data klaim asuransi 2014-2016 yang menunjukkan tiga permasalahan terbesar adalah pemulangan TKI bermasalah (42,55%), PHK (32,91%) dan TKI sakit (13,86%). Perlu dicatat, Permenaker jaminan sosial TKI hanya menjamin TKI sakit bila diakibatkan kecelakaan kerja.
Pada tahun lalu, pernyataan serupa juga pernah dikatakan oleh Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf untuk memperkuat jaminan sosial TKI supaya diperkuat melalui kerjasama dengan konsorsium asuransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H