Tanpa dasar hukum yang jelas Permenaker 7 tahun 2017 ditandatangani oleh Menaker Hanif Dhakiri pada 28 Juli yang lalu. Â Permenaker tersebut berisi tentang penyelenggaraan jaminan sosial untuk TKI. Â BPJS Ketenagakerjaan ditunjuk untuk melaksanakan program tersebut.
Sekilas bila kita lihat dari judulnya melindungi TKI dengan jaminan sosial, tampaknya terkesan baik niat tersebut. Â Tapi di balik itu peraturan menteri yang berlaku sejak 1 Agustus 2017, ternyata tidak memiliki dasar hukum.
Permenaker 7/2017 mendasarkan pada UU 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri. Â Tapi dasar yang dipakai oleh Permenaker itu justru tidak menyebutkan soal program jaminan sosial untuk TKI.
UU 39/2004 justru mengatur bahwa perlindungan untuk TKI dilakukan dengan cara mengikutsertakan TKI dalam program asuransi. Â Sebaliknya UU tersebut tidak mengatur tentang program jaminan sosial.
Dasar hukum yang bermasalah ini kemudian menimbulkan masalah baru terkait dengan perlindungan TKI. Â Masalah baru itu terkait dengan jenis risiko yang akan dijamin selama TKI mulai berangkat untuk bekerja ke luar negeri.
Pada Permenaker sebelumnya yang berjudul program asuransi TKI, TKI dilindungi oleh 13 jenis risiko.
Sebanyak 13 risiko itu seperti meninggal dunia, sakit, kecelakaan kerja, gagal berangkat, kekerasan fisik dan pemerkosaan/pelecehan seksual, gagal ditempatkan, PHK, masalah hukum, upah tidak dibayar, pemulangan TKI bermasalah, kehilangan barang bawaan, hilangnya akal budi, dipindah majikan.
Dalam Permenaker yang baru ini, TKI hanya dilindungi oleh 2 jenis jaminan yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Dari sebelumnya TKI dilindungi sebanyak 13 risiko, kini TKI hanya dijamin sebanyak 2 risiko. Â Tentu saja kondisi ini sangat merugikan TKI
Belum lagi bila dilihat dari besaran iuran yang harus dibayarkan TKI. Â Dulu TKI membayar premi sebesar 400 ribu rupiah untuk 13 risiko. Â Saat ini TKI diwajibkan membayar 370 ribu rupiah untuk 2 jaminan saja.Â
Situasi yang merugikan TKI ini menimbulkan respon dari berbagai kalangan. Â Salah satunya adalah dari Kepala BNP2TKI Nusron Wahid yang mengatakan BPJS Ketenagakerjaan untuk memperluas jaminan risiko dan bisa juga bekerja sama dengan pihak lain untuk menjamin risiko yang tidak bisa ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan.