Mohon tunggu...
Dewi Sekarsari
Dewi Sekarsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Singaperbangsa Karawang

I'm writing for my portfolio. I hope you enjoy! :)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tantangan SDGs dalam Menanggulangi Kemiskinan: Bagaimana Penelitian Terbaru Mengidentifikasi Solusi yang Tersembunyi di Desa-Desa Terpencil?

1 Februari 2025   08:20 Diperbarui: 1 Februari 2025   08:20 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasar modal, khususnya instrumen saham dan obligasi, memainkan peran sentral dalam menggerakkan roda perekonomian global. Sebagai instrumen investasi yang menawarkan potensi keuntungan jangka panjang, keduanya memiliki daya tarik yang tak terbantahkan bagi investor individu maupun institusional. Meskipun demikian, instrumen ini juga mengandung risiko yang signifikan, terutama bagi investor yang kurang berpengalaman. Dalam SDGs, pasar modal dapat menjadi salah satu pendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, asalkan investor dan regulator dapat bekerja sama untuk memastikan keberlanjutan dan transparansi pasar.

Saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan atas suatu perusahaan, sementara obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan atau pemerintah. Kedua instrumen ini memiliki karakteristik yang berbeda; saham memberikan potensi keuntungan melalui pembagian dividen dan kenaikan harga saham, tetapi juga membawa risiko tinggi karena nilai saham dapat turun tajam. Sementara itu, obligasi menawarkan pengembalian tetap melalui bunga, dengan risiko yang lebih rendah dibandingkan saham, tetapi juga tidak luput dari kemungkinan gagal bayar, terutama jika diterbitkan oleh perusahaan atau negara dengan peringkat kredit rendah.

Pasar saham Indonesia, yang diwakili oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), mengalami perkembangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data dari BEI, jumlah investor saham domestik pada tahun 2021 meningkat hampir 40% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan sebagian besar berasal dari kalangan milenial. Meskipun ini menunjukkan antusiasme yang besar terhadap instrumen saham, tantangan tetap ada, terutama dalam hal edukasi dan literasi finansial. Salah satu kasus yang menguji ketahanan pasar saham Indonesia adalah pandemi COVID-19, yang menyebabkan volatilitas tinggi dan penurunan tajam di pasar saham. Namun, melalui kebijakan pemerintah dan bank sentral, pasar saham Indonesia berhasil pulih, memberikan pelajaran penting tentang pentingnya regulasi dan ketahanan pasar.

Obligasi hijau menjadi salah satu inovasi terbaru dalam pasar obligasi, dengan tujuan untuk mendanai proyek-proyek yang mendukung keberlanjutan lingkungan. Di Indonesia, pemerintah menerbitkan "Green Sukuk" sebagai instrumen obligasi yang ditujukan untuk mendanai proyek-proyek energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, dan pengelolaan limbah. Pada tahun 2020, Indonesia berhasil menarik investor global untuk membeli Green Sukuk senilai $3 miliar.

Studi yang dilakukan oleh World Bank menunjukkan bahwa obligasi hijau ini menawarkan return yang kompetitif, yang mengindikasikan bahwa keberlanjutan dan profitabilitas bisa berjalan beriringan di pasar modal.

Salah satu risiko utama yang terkait dengan pasar saham adalah volatilitas harga yang tinggi. Fluktuasi harga saham dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kondisi ekonomi global hingga kebijakan perusahaan. Sebagai contoh, selama krisis finansial 2008, pasar saham global mengalami penurunan yang sangat tajam, yang mengakibatkan kerugian besar bagi banyak investor. Di Indonesia, meskipun pasar saham menunjukkan pertumbuhan yang stabil dalam beberapa tahun terakhir, adanya ketidakpastian politik dan ekonomi global tetap bisa menimbulkan ketidakstabilan pasar. Investasi di saham membutuhkan kesiapan mental dan pengetahuan yang cukup untuk dapat mengelola risiko ini.

Meskipun obligasi umumnya dianggap sebagai instrumen yang lebih aman dibandingkan saham, mereka tetap mengandung risiko, terutama risiko kredit. Ketika penerbit obligasi menghadapi kesulitan keuangan, mereka bisa gagal membayar bunga atau pokok utang, yang dikenal dengan istilah "default." Salah satu contoh nyata adalah krisis utang yang dialami oleh Yunani pada tahun 2010, di mana negara tersebut gagal membayar obligasinya, mengakibatkan kerugian besar bagi investor. Di Indonesia, kasus gagal bayar juga pernah terjadi pada perusahaan swasta yang menerbitkan obligasi tanpa jaminan yang cukup.

Menggabungkan saham dan obligasi dalam portofolio investasi dapat membantu mengurangi risiko keseluruhan. Sebuah studi oleh Vanguard menunjukkan bahwa portofolio yang terdiri dari 60% saham dan 40% obligasi memiliki risiko yang lebih rendah dan kinerja yang lebih stabil dibandingkan dengan portofolio yang hanya terdiri dari saham. Investor yang menginginkan pertumbuhan jangka panjang seringkali akan memilih proporsi saham yang lebih besar, sementara mereka yang mencari pendapatan tetap dan lebih toleran terhadap risiko lebih memilih proporsi obligasi yang lebih besar.

Meskipun pasar modal menawarkan banyak peluang, banyak investor, terutama yang baru mulai berinvestasi, sering kali tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan yang tepat. Di Indonesia, literasi keuangan masih menjadi tantangan besar. Menurut laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan di Indonesia pada tahun 2019 hanya mencapai 38%. Program edukasi dan sosialisasi tentang cara berinvestasi yang bijak dan mengenal lebih dalam tentang risiko yang terkait dengan saham dan obligasi sangat penting. Investor yang teredukasi dengan baik cenderung membuat keputusan investasi yang lebih rasional dan terhindar dari kesalahan yang dapat merugikan.

Instrumen saham dan obligasi adalah bagian integral dari pasar modal yang dapat memberikan keuntungan besar, namun juga tidak terlepas dari risiko yang signifikan. Meski demikian, seiring dengan perkembangan pasar modal dan peningkatan kesadaran akan keberlanjutan, apakah pasar modal bisa menjadi sarana utama untuk mendukung pencapaian SDGs melalui investasi yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun