Mohon tunggu...
Dew
Dew Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa.

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Omong Kosong Keahlian: Namirah

24 September 2024   13:18 Diperbarui: 24 September 2024   13:52 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasar tradisional di waktu subuh (Freepik.com)

"Aku tak sepertimu yang punya banyak keahlian!" Terngiang di kepalanya keluhan Radita dalam adu mulut ringkas kemarin sore. Berbagai tanggapan dan sanggahan memenuhi isi kepalanya sepanjang perjalanan menuju pasar pagi itu.

Tiba di parkiran yang padat, ia menurunkan standar, melepas helm, serta tak lupa tersenyum tipis pada tukang parkir yang mencarikan ruang untuk roda dua usangnya.

"Omong kosong keahlian."

***

Namirah membuka kotak-kotak transparan yang ia bawa, memamerkan kue-kue buatan tangan yang ia buat semalam suntuk, berharap segera habis sebelum Dzuhur, tak seperti kemarin.

"Bismillah, Yaa Allah." Gumamnya, lalu membasuhkan kedua tangan menengadahnya ke wajah. Di sampingnya seorang wanita paruh baya mengamini. Aamiin untuk Namirah, aamiin pula untuk dirinya dan stoberi-stroberinya.

Pembeli pertama tiba, ia tersenyum sumringah. "Tiga puluh ribu, Mbak. Campur." Dengan gegas ia mengantongi 10 buah kue secara acak, lalu menyerahkan kantong plastik itu sembari menerima tiga lembar uang pecahan sepuluh ribu yang ia yakin merupakan uang kembalian dari tukang daging di belakang, amis.

Ia pun tersenyum ramah sambil menganggukkan kepalanya, "Terimakasih..." Pembeli itupun berlalu tanpa kata maupun sekedar senyum balasan untuk Namirah.

Di tengah penantiannya akan pembeli berikutnya, pikirannya kembali pada ucapan Radita. Wajahnya tak kusut, tak juga layu, hanya sedikit mengeryit di dahi. Tak lama jempol dan telunjuk kirinya berupaya menyatukan kedua alisnya ke arah dalam, memijat-mijat kedua ujungnya. Bukan soal sama sekali, hanya tak habis pikir. Hidupku bukan simsalabim.

Tak sampai jam 12 siang kotak-kotak transparan itu akhirnya kosong disapu pembeli. Kuenya memang tak tampak mewah seperti kue-kue di etalase toko. Namun dua atau tiga orang selalu kembali mencari rasa yang diramu kedua tangannya. Resep rahasianya hanya satu; mengosongkan hati dan kepalanya dari segala kekhawatiran saat berhadapan dengan tungku. Sambil menguleni adonan, ia menyalurkan satu emosi lewat tangan terampilnya, harap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun