Mohon tunggu...
Dew
Dew Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa.

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Zulfikar, Sebuah Nama dalam Ingatan

22 Februari 2024   18:33 Diperbarui: 22 Februari 2024   21:24 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Zulfikar.

Aku tak tahu apa yang harus kukatakan lagi. Namanya mewakili segala rasa yang ada dalam hatiku. Namanya begitu berat kuucapkan, tapi selalu ada di kepalaku.

Zulfikar.

Namanya tak pernah tertulis dalam buku harianku, hanya wajahnya dalam lipatan kertas HVS.

***

Aku membolak-balik buku catatan lamaku, catatan harian. Segala sesuatu tertuang disana. Jadwal kuliah, deadline tugas, nomor telpon dosen, tanggal ulang tahun orang-orang terdekat, visi, calon judul skripsi, agenda harian, mingguan, bulanan... banyak hal. Bahkan tanda tangan sahabat-sahabatku, kalau-kalau mereka tak masuk kelas.

Buku tua pemberian seorang ayah.

Sampulnya hijau tua polos, kecuali sebuah sticky note yang diberi lem tambahan di bagian tengah sampul bertuliskan 'Juli Cantik' dengan bubuhan emotikon smile di akhir kalimat.

Aku terenyuh membacanya, tersenyum sambil menarik mundur diriku ke 7 tahun silam.

Hhh...

...

Membuka lembar demi lembar, aku menemukan sebuah kertas lipat berwarna kuning dengan beberapa baris kalimat di atasnya. Puisi. Puisi terakhir yang kutulis di tahun itu.

Hujan tercurah, rindu menyapa.

Aku tersenyum. Hari itu memang hujan lebat, di dalam pleton yang ramai dengan orang-orang yang juga sibuk menulis. Aku ingat, di tengah keriuhan itu, pikiranku lari pada Zulfikar. Aku membayangkan wajah berkeringatnya, lalu ia menyekanya dengan lengan kanannya yang memegang kuas, kemudian memerintahku, "ambilkan air." Tak lama kalimatnya ia sambung, "tolong..". Segala hal tentangnya.

Tetesnya membasuh pilu, mencengkeram nurani
Satu hal yang harusnya tercurah juga saat ini
Tentang rasa nyata
Yang tak bisa diungkapkan secara nyata
Tentang kerinduan yang membakar nalar
Menjalar dalam nadi
Menggema dalam sukma

Ini untuk Zulfikar, tapi tak pernah sampai padanya. Selamanya hanya akan tinggal dalam jurnal ini.
Rindu rasanya.
Rindu menulis, rindu Zulfikar.

***

"Rindu" karangan penulis dalam Buku Antologi Puisi Menenun Rinai Hujan Karya Sapardi Djoko Damono dan Penulis-penulis terpilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun