...
Membuka lembar demi lembar, aku menemukan sebuah kertas lipat berwarna kuning dengan beberapa baris kalimat di atasnya. Puisi. Puisi terakhir yang kutulis di tahun itu.
Hujan tercurah, rindu menyapa.
Aku tersenyum. Hari itu memang hujan lebat, di dalam pleton yang ramai dengan orang-orang yang juga sibuk menulis. Aku ingat, di tengah keriuhan itu, pikiranku lari pada Zulfikar. Aku membayangkan wajah berkeringatnya, lalu ia menyekanya dengan lengan kanannya yang memegang kuas, kemudian memerintahku, "ambilkan air." Tak lama kalimatnya ia sambung, "tolong..". Segala hal tentangnya.
Tetesnya membasuh pilu, mencengkeram nurani
Satu hal yang harusnya tercurah juga saat ini
Tentang rasa nyata
Yang tak bisa diungkapkan secara nyata
Tentang kerinduan yang membakar nalar
Menjalar dalam nadi
Menggema dalam sukma
Ini untuk Zulfikar, tapi tak pernah sampai padanya. Selamanya hanya akan tinggal dalam jurnal ini.
Rindu rasanya.
Rindu menulis, rindu Zulfikar.
***
"Rindu" karangan penulis dalam Buku Antologi Puisi Menenun Rinai Hujan Karya Sapardi Djoko Damono dan Penulis-penulis terpilih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H