Mohon tunggu...
DEWI RETNA DITA
DEWI RETNA DITA Mohon Tunggu... Freelancer - Apa Adanya Saja

Orang biasa yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membangun Pendidikan Indonesia dari Pinggiran

2 Agustus 2019   11:01 Diperbarui: 3 Agustus 2019   13:38 1876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wilayah perbatasan identik dengan berbagai macam permasalahan. Mulai dari isu perekonomian masyarakat, isu kelembagaan, isu pertahanan dan keamana dan isu pendidikan .

 Problematika tersebut hadir dikarenakan adanya keterbatasan pemerintah dalam menjangkau pembangunan di wilayah-wilayah, khususnya di perbatasan sehingga pembangunan menjadi tidak merata. Kesenjangan sosial di antara masyarakat yang tinggal berbatasan langsung dengan negara tetangga  tidak bisa dipungkiri lagi.  

Daerah perbatasan sejatinya menjadi garda terdepan negara Indonesia. Hal ini dituangkan dalam 9 program Nawacita Presiden Jokowi poin ketiga "membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan". Poin tersebut menjadi janji pemerintah untuk membangun daerah perbatasan yang holistik. 

Pembenahan daerah perbatasan penting untuk dilakukan bukan hanya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar wilayah, namun lebih kepada menumbuhkan rasa nasionalisme bagi warga Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan. 

Dari berbagai isu yang muncul di perbatasan, isu pendidikan menjadi konsen utama dan menjadi proritas. Kondisi pendidikan di perbatasan masih memprihatinkan. Hal tersebut diperkuat juga oleh riset yang pernah dilakukan oleh PKP2A III LAN Samarinda pada tahun 2015 dalam kajian manajemen perbatasan di Kalimantan. 

Hasil riset tersebut menyatakan bahwa isu pendidikan di perbatasan perlu diangkat menjadi isu prioritas dalam kajian perbatasan. Pembangunan pendidikan di perbatasan menjadi tantangan tersendiri oleh pemerintah. 

Terbatasnya jangkauan siswa dari rumah ke sekolah, minimnya fasilitas, jumlah guru, penerapan kurikulum dan Ujian Nasional  menjadi kendala utama dalam proses pengembangan Kegiatan belajar mengajar (KBM).

Pendidikan sejatinya harus dapat dinikmati oleh semua anak-anak yang terlahir di Indonesia sebagaimana tertuang dalam  UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 

Pasal 5 (lima) ayat 3 (tiga ) terkait hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah yang berbunyi " warga negara di daerah terpencil atau terbelakang berhak memperoleh pendidikan layanan khusus".  

Bunyi pasal tersebut mengamini bahwa semua warga negara Indonesia mempunyai hak untuk mengenyam pendidikan . Pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi dalam proses penyelenggaraan pendidikan yang layak, dapat diaplikasikan untuk warga di wilayah perbatasan.

Urgensitas pembangunan pendidikan di wilayah perbatasan  juga menjadi  arah kebijakan pembangunan nasional 2015-2019 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 

Dalam Renstra Kemendikbud tahun 2015 disebutkan bahwa pemerintah fokus untuk mengembangkan dan memeratakan pembangunan pendidikan dan kebudayaan di daerah khusnya di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan . Hal tersebut memperkuat fokus arah kebijakan negara di bidang pendidikan. Lalu bagaimana percepatan penyelesaian isu-isu perbatasan terutama pendidikan dapat dilakukan?

Pembaharuan sistem pendidikan di perbatasan mutlak dilakukan agar program pendidikan tidak berjalan di tempat. Pemerintah dapat mengembangkan model pendidikan yang cocok dengan kultur, budaya, dan kondisi yang ada di wilayah perbatasan. 

Dirilis dari hasil kajian manajemen perbatasan PKP2A tahun 2015, pemerintah dapat mengembangkan model inovasi di daerah perbatasan dengan cara :

1. Model sekolah tapal batas.

Model sekolah tapal batas ini diperuntukan untuk anak-anak TKI yang tinggal di kamp perusahaan Malaysia. Basis kurikulum sekolah tapal batas berbeda dengan sekolah-sekolah pada umumnya, anak-anak di sana diajarkan materi membaca, menulis dan menghitung (calistung) dan agama, sehingga anak-anak mendapatkan apa yang mereka butuhkan. 

Sekolah tapal batas ini merupakan inovasi karena sesuai dengan teori Everett M.Rogers (2004)  bahwa inovasi adalah ide, gagasan yang baru dan dapat diadopsi.

2. Sekolah Filial

Dari namanya mungkin masih terdengar kurang familiar karena memang model sekolah ini hanya ada di wilayah yang letak geografisnya  sulit untuk diakses. Sekolah filial adalah kelas jauh yang pada awalnya  diperuntukan untuk siswa-siswa yang sulit menjangkau sekolah yang resmi bentukan pemerintah. 

Sekolah filial sangat membantu pendidikan di daerah-daerah terpencil yang tidak dapat dijangkau oleh infrastuktur. 

Meski keberadaan sekolah filial masih menjadi perdebatan karena masih belum ada payung hukumnya namun, hal tersebut dapat dimaklumi karena kondisi geografis yang sulit dijangkau sehingga pengurus sekolah filial hanya menginduk kepada sekolah resmi terdekat. 

Selain letaknya yang sulit diakses, baiknya pemerintah juga memperhatikan regulasi untuk sekolah filial. 

Peraturan yang jelas dibutuhkan sebagai standar operasional sekolah filial untuk melakukan proses perizinan. Keberadaan sekolah filial ini penting adanya  untuk anak-anak melanjutkan pendidikan  ke jenjang selanjutnya.  

Jangan sampai karena status sekolah filial ini belum jelas, proses belajar anak-anak menjadi terbengkalai.

3. Sarjana mengajar

Inovasi yang dilakukan oleh PKP2A juga menyebutkan bahwa program sarjana mengajar dapat menjadi salah satu solusi mengatasi kurangnya tenaga guru di wilayah perbatasan. 

Guru-guru yang diterjunkan langsung untuk mengajar di daerah pedalaman membantu menginspirasi masyarakat lokal untuk menyam pendidikan lebih baik.

Pembangunan pendidikan adalah pembangunan dasar yang perlu diperhatikan oleh pemerintah guna meningkatnya kapasitas dan kemajuan sumber daya manusia di wilayah perbatasan dan daerah terpencil.

Salam,
Dewi Retna Dita,M.Pd.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun