Mohon tunggu...
Dewi Rayyan
Dewi Rayyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta

Seseorang yang sangat termotivasi untuk mengembangkan kemampuan dan skil secara profesional. Menyukai hal-hal baru terutama dalam konteks sosial. Love music a lot.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peningkatan Degradasi Moral di Yogyakarta sebagai Dampak Dari Globalisasi

22 Juni 2024   14:57 Diperbarui: 22 Juni 2024   14:57 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa tahun belakangan, masyarakat dunia disuguhi oleh banyak perubahan-perubahan besar. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari terjadinya globalisasi. Era globalisasi telah membuat masyarakat mengalami perubahan hidup yang sangat signifikan. Globalisasi terus menuntut kita untuk bermetamorfosa, yang kadang membawa perubahan baik namun juga tidak sedikit buruknya. Ada banyak dampak globalisasi yang dirasakan oleh masyarakat, khususnya Indonesia baik secara regional maupun internasional. Dampak tersebut bisa kita rasakan sangat dekat, bisa kita amati dari himpunan terkecil dari individu, keluarga, daerah, negara, maupun dunia ini. Hal tersebut juga dirasakan oleh salah satu daerah di Indonesia, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dikenal sebagai kota pelajar dan kota pariwisata, Yogyakarta adalah kota dengan warisan budaya yang mendalam. Yogyakarta menyimpan berjuta filosofi. Hal ini terlihat dari tata kota Yogyakarta yang masih mempertahankan rekonstruksi peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Yogyakarta adalah daerah yang terkenal dengan budaya material dan nonbendawi. Benda budaya adalah budaya yang berwujud, seperti rumah adat atau pakaian adat. Dan yang dimaksud dengan budaya non-objektif ini adalah budaya yang ada berupa ciri atau tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Budaya non-benda ini memiliki ciri yang sangat menonjol yang sering kita jumpai atau sudah menjadi tradisi masyarakat Yogyakarta. Bahkan, sifat ramah masyarakatnya sudah menjadi rahasia umum baik secara nasional maupun internasional.

Sikap ramah yang diwariskan secara turun-temurun sebagai bentuk moral berpengaruh besar terhadap kepribadian masyarakat dan juga menjadi ciri khas kota Yogyakarta. Sifat hangat tersebut mereka tunjukkan dengan cara berbicara yang ramah, sopan, dan hormat kepada sesama dan kepada orang baru yang berkunjung ke Yogyakarta. Selain itu, sikap ramah tersebut juga bentuk moral yang tercermin dari empati khas masyarakat Yogyakarta yang memiliki tingkat empati yang tinggi terhadap sesama, yang dampaknya dapat membentuk karakter masyarakat menjadi lebih peka terhadap lingkungannya dan memiliki hubungan yang lebih dekat satu sama lain. Di sisi lain, dampaknya bagi wisatawan lokal dan mancanegara adalah membuat mereka nyaman dan asyik dengan budaya yang telah terbentuk lama ini. Oleh karena itu, bukan hal baru bagi orang luar Yogyakarta untuk merasa nyaman dan mengagumi alam yang menghangatkan hati ini ketika mereka mengunjungi Yogyakarta.

Kebudayaan masyarakat Yogyakarta juga tidak terlepas dari moral penduduknya yang terkenal dengan ramah dan sopan. Namun budaya dan tradisi yang diturunkan secara turun temurun ini lambat laun mulai tergeser dan hampir hilang. Tergeser dan hilangnya moral masyarakat Yogyakarta yang tak lepas dari pergantian zaman dan globalisasi.

Akulturasi dalam masyarakat di Yogyakarta mulai terlihat dari segi sosialnya. Terlebih kota Yogyakarta yang juga dikenal sebagai kota pelajar dengan tujuan dari berbagai mahasiswa yang berasal dari luar jogja dan orang luar Yogyakarta yang memutuskan untuk tinggal di Yogyakarta. Berbaurnya dari segala budaya, tata krama, sifat, dan bentuk kepribadian dari banyak penjuru ini menjadi salah satunya penyebab degradasi moral di Yogyakarta. Degradasi moral ini dapat dilihat dari contoh seperti klitih yang marak di daerah Yogyakarta yang dilakukan oleh remaja-remaja Yogyakarta sampai sekedar tata krama dari anak ke orangtua yang mulai jarang menerapkan tata krama ke orang yang lebih tua. Degradasi moral ini perlu untuk diperhatikan secara seksama karena sebagaimana budaya adalah cerminan suatu bangsa, seperti hal diatas telah disebutkan bahwa Yogyakarta terkenal akan keramah tamahannya tetapi mirisnya telah terjadi penurunan moral di Yogyakarta ini sendiri.

1. Pengaruh Global
Perubahan moral yang kerap membuat munculnya degradasi moral di Yokyakarta ini kerap kali memunculkan tanda tanya terhadap apa yang terjadi sehingga mempengaruhi pola hidup dan pola sikap masyarakat Yogyakarta sehingga mengakibatkan penurunan nilai moral yang dulunya sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat lokal Yogyakarta. Dalam tulisan ini, penulis akan menyajikan kasus ini dengan melihat dari sudut pandang secara global, karena seiring berkembangnya waktu memicu banyaknya perkembangan pesat dari setiap bagian dan tatanan kehidupan.


2. Akulturasi Budaya

Moral dan budaya masyarakat yang mulai tergeser di Yogyakarta tak lepas dari globalisasi itu sendiri. Dengan bertemunya dua budaya atau lebih ini telah membawa perubahan dalam sosial budaya. Degradasi moral dalam masyarakat Yogyakarta dipengaruhi oleh banyak faktor, beberapa diantaranya kemajuan teknologi yang membuat informasi melalui media elektronik lebih mudah diakses sehingga dapat memberikan pandangan baru, Interaksi sosial yang lebih masif sehingga mulai terdapat budaya baru yang menggeser budaya sebelumnya. Yogyakarta sebagai Kota Pelajar dan pariwisata membuat dampak globalisasi di kota Yogyakarta ini lebih terasa. Bertemunya budaya lain dan budaya asli masyarakat Yogyakarta membuat budaya setempat perlahan mulai hilang. Proses pertemuan antar individu dari berbagai budaya ini berperan besar terhadap globalisasi di Yogyakarta, mulai dari penyesuaian budaya asli ke budaya yang baru, infrastruktur, sikap, dan moral masyarakat itu sendiri.

Kota Pelajar sebagai julukan Kota Yogyakarta ini disebabkan karena banyaknya pusat-pusat pendidikan yang berdiri di Yogyakarta. Berbagai lembaga pendidikan dan universitas yang berdiri di Yogyakarta seperti UGM, UNY, ISI, UPN, Atma, UMY dan banyak lagi universitas negeri atau swasta lain yang berdiri di kota ini. Hal inilah yang membuat pelajar-pelajar dan mahasiswa dari kota, daerah maupun negara lain mempunyai minat dan daya tarik untuk belajar di Kota Yogyakarta. Yogyakarta sebagai tempat tujuan berbagai kalangan masyarakat ini tentu mau tidak mau harus menyesuaikan diri dalam akulturasi budaya yang terjadi sekarang ini. Seperti contohnya, mahasiswa atau pelajar Yogyakarta yang berinteraksi dengan mahasiswa atau pelajar dari luar kota perlahan tentu akan menyesuaikan dengan lawan interaksi itu. Masyarakat dalam akulturasi budaya pun juga tak terhindar dari penyesuaian dari orang luar kota Yogyakarta baik dari segi interaksi, sikap, habbit, gaya hidup, bahkan cara pandang atau  perspektif mereka. Interaksi sebagai hal penting dalam globalisasi terlebih akulturasi budaya membuat masyarakat asli kota Yogyakarta melakukan penyesuaian.

Dengan begitu, Yogyakarta sebagai Kota Pelajar dan pariwisata tentu menampung banyak ragam masyarakat baik itu pelajar maupun wisatawan. Hal ini merupakan salah satu hal yang menjadikannya sebagai daerah yang istimewa sehingga menimbulkan adanya akulturasi budaya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa akulturasi bagakan sebuah koin yang memiliki dua sisi yang berbeda.

3. Kemajuan Teknologi

Dalam dunia modern ini, hampir seluruh wilayah secara merata mendapatkan bagian dari pesatnya kemajuan teknologi. Di Indonesia khususnya, hampir semua kalangan masyarakat memiliki handphone bahkan smartphone, baik itu anak-anak, dewasa, sampai kalangan orang tua pun tidak terlepas dari penggunaan smartphone. Dalam 20 tahun terakhir, hampir semua hal dapat dijangkau dan dicari melalui teknologi yang semakin berkembang ini. Kecanggihan teknologi secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan dan kemerosotan moral. Seseorang dapat berperilaku buruk akibat penggunaan teknologi yang tidak pada tempatnya. Efek dari kecanggihan teknologi ini bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Hilangnya norma dan nilai serta kesopanan masyarakat akibat pengaruh teknologi membuat generasi muda mengabaikan moralitas yang berlaku di Yogyakarta.

Perkembangan teknologi memang sangat diperlukan untuk berinovasi terhadap sesuatu yang diciptakan untuk membawa manfaat positif bagi kehidupan manusia. Perkembangan teknologi umumnya menawarkan banyak kemudahan bagi pengguna kecanggihan teknologi, serta cara-cara baru dalam melakukan aktivitas manusia. Namun tentunya setiap hal baru memiliki dampak positif dan negatif terhadap kecanggihan ini.


4. Peran Keluarga

Peran orang tua dan keluarga menjadi salah satu poin penting dalam perkembangan dan kemerosotan nilai moral yang ada pada masyarakat, khususnya kalangan anak dan remaja. Dalam kaitannya terhadap perkembangan global, masyarakat Yogyakarta khususnya orang tua memiliki perkembangan yang pesat juga dalam hal didikan anak atau yang biasa kita kenal parenting. Jika dibandingkan dengan era sebelum tahun 2000 ke atas, masyarakat Indonesia khususnya Yogyakarta cenderung untuk mendidik anak-anaknya dengan "sistem militer" yang cenderung membuat anak lebih mudah untuk patuh dan kecil kemungkinannya untuk membangkang. Hal ini karena, orang tua dan keluarga pada era itu bersikap lebih tegas dan keras. Masyarakat Yogyakarta juga tidak banyak terkontaminasi terhadap banyaknya budaya campuran dan teknologi yang masuk serta berkembang di dalamnya. Sedangkan pada era 2000an sampai sekarang, orang tua cenderung memiliki pola didik permisif. Pola asuh ini bisa diartikan cara orang tua dalam berinteraksi atau mengasuh anak dengan membebaskan anaknya untuk melalukan segala hal yang diinginkannya tanpa melalui konsultasi atau arahan orang tua terlebih dahulu. Orang tua menjadi jauh lebih longgar dengan minimnya peraturan-peraturan yang ketat sehingga bimbingan, arahan, dan pengontrolan terhadap anak menjadi lebih sedikit. Kebebasan ini diberikan karena adanya banyak peningkatan, mulai dari pengaruh lingkungan orang tua, kondisi ekonomi, sampai pengaruh media masa serta teknologi yang semakin pesat. Pola didik ini sangat bertolak belakang dengan pola asuh orang tua pada era 2000 ke bawah.

Pada hakikatnya, berbagai macam pola didik orang tua dan keluarga akan sama artinya apabila tetap bermuara pada konsultasi dan pengontrolan. Kemerosotan nilai moral masyarakat Yogyakarta harusnya dapat dikurangi dengan adanya pendidikan dan pengontrol paling utama dari keluarga sehingga bisa membentuk benteng awal untuk pembatasan diri. Namun, banyak disayangkan bahwa masyarakat Yogyakarta minim untuk mendapatkan itu dan lebih mendapatkan hal yang tidak searah di luar dari keluarga sehingga sangat mudah untuk terpengaruh dari lingkungan sekitar.


Perspektif Globalisasi

Dari contoh kasus terhadap peningkatan degradasi moral yang terjadi di Yogyakarta di atas, penulis percaya bahwa di antara ketiga perspektif utama dari globalisasi, perspektif hiperglobalis menjadi perspektif yang tepat dalam kasus ini karena beberapa hal sebagai berikut;

Menurut Kenichi Ohmae, salah seorang hiperglobalis, globalisasi mengarah ke sebuah "dunia tanpa batas", sebuah dunia di mana kekuatan pasar lebih berkuasa daripada pemerintah. Ia menyatakan, bahwa globalisasi telah berkembang sedemikian pesat sehingga negara-bangsa kehilangan sebagian kekuasannya untuk mengontrol perekonomiannya sendiri. Pandangan itu bertolak belakang dengan Paul Hirst dan Graham Thompson.

Dalam kutipan tersebut, meskipun Ohmae lebih memfokuskan pada bidang ekonomi namun dapat diartikan bahwa globalisasi merupakan suatu hal yang nyata dan terjadi secara merata hampir di seluruh bagian dunia. Globalisasi membentuk tatanan dunia yang semakin jauh tanpa batas sehingga masing-masing individu memiliki kekuatan untuk berkembang atau merosot. Negara, pemerintah, aturan, bahkan orang tua sudah bukan lagi menjadi batasan dari gerakan diri seseorang untuk melakukan apa yang mereka inginkan, dan secara langsung maupun tidak langsung kedaulatan dari beberapa aktor itu semakin melemah untuk melakukan pengontrolan dan pengimbauan. Melemahnya kedualatan serta kekuatan untuk mengontrol dari beberapa aktor menyebabkan masyarakat, khususnya di daerah Yogyakarta semakin mudah untuk mengeksplor dan bertindak semaunya. Akibat dari hal ini, kita akan lebih mudah untuk menemukan kerusakan-kerusakan moral di sekitar, baik dari hal kecil sampai hal besar. Seperti contohnya perilaku-perilaku tidak terpuji yaitu mencuri, berbohong, membangkang, korupsi, pembunuhan, perampokan, penipuan, dan banyak lagi yang melanggar aturan dan norma yang berlaku.

Degradasi moral yang terjadi di Yogyakarta akhir-akhir ini merupakan bagian dari dampak globalisasi. Masyarakat yang terkena dampak globalisasi tidak memandang bulu. Globalisasi dapat menjangkau dan memberi dampak pada hampir setiap kalangan, dari anak-anak sampai orang tua sekalipun. Jika diartikan, 

degradasi moral adalah sesuatu fenomena kemerosotan karakter seseorang atau kelompok. Fenomena degradasi moral yang sampai terjadi pada anak-anak menunjukkan adanya kecacatan moralitas yang saat ini dialami di lingkungan kita. Hal yang menyebabkan adanya degradasi moral ini disebabkan oleh arus globalisasi yang semakin pesat dan tidak seimbang. Virus globalisasi terus berlanjut bangsa ini melemah. Sayangnya, kami sepertinya tidak menyadari hal ini, tetapi sebaliknya ikutilah Kami tetap menuntut kemajuan di era global ini apapun yang terjadi lagi sopan santun dari budaya negeri ini. Itulah ketidakseimbangan akhirnya menyebabkan moral menurun dan menimbulkan kerugian.

Adanya globalisasi seharusnya dapat meningkatkan moral masyarakat apabila selaras dan diimbangi dengan pengetahuan yang cukup dan tindakan preventif yang kuat dari masyarakat Yogyakarta. Namun sayangnya, tidak sedikit dari kita yang masih sulit sekali untuk menyaring terlebih dahulu perkembangan globalisasi yang masuk ke dalam wilayahnya, baik dari segi budaya, teknologi, life syle, ekonomi, sampai politik. Khususnya masyarakat Indonesia, mereka memiliki tingkat literasi yang rendah sehingga banyak hal yang mereka lihat dan ditiru serta dilakukan begitu saja tanpa memiliki pandangan mandiri terhadap apa yang mereka lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun