Dalam dunia modern ini, hampir seluruh wilayah secara merata mendapatkan bagian dari pesatnya kemajuan teknologi. Di Indonesia khususnya, hampir semua kalangan masyarakat memiliki handphone bahkan smartphone, baik itu anak-anak, dewasa, sampai kalangan orang tua pun tidak terlepas dari penggunaan smartphone. Dalam 20 tahun terakhir, hampir semua hal dapat dijangkau dan dicari melalui teknologi yang semakin berkembang ini. Kecanggihan teknologi secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan dan kemerosotan moral. Seseorang dapat berperilaku buruk akibat penggunaan teknologi yang tidak pada tempatnya. Efek dari kecanggihan teknologi ini bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Hilangnya norma dan nilai serta kesopanan masyarakat akibat pengaruh teknologi membuat generasi muda mengabaikan moralitas yang berlaku di Yogyakarta.
Perkembangan teknologi memang sangat diperlukan untuk berinovasi terhadap sesuatu yang diciptakan untuk membawa manfaat positif bagi kehidupan manusia. Perkembangan teknologi umumnya menawarkan banyak kemudahan bagi pengguna kecanggihan teknologi, serta cara-cara baru dalam melakukan aktivitas manusia. Namun tentunya setiap hal baru memiliki dampak positif dan negatif terhadap kecanggihan ini.
4. Peran Keluarga
Peran orang tua dan keluarga menjadi salah satu poin penting dalam perkembangan dan kemerosotan nilai moral yang ada pada masyarakat, khususnya kalangan anak dan remaja. Dalam kaitannya terhadap perkembangan global, masyarakat Yogyakarta khususnya orang tua memiliki perkembangan yang pesat juga dalam hal didikan anak atau yang biasa kita kenal parenting. Jika dibandingkan dengan era sebelum tahun 2000 ke atas, masyarakat Indonesia khususnya Yogyakarta cenderung untuk mendidik anak-anaknya dengan "sistem militer" yang cenderung membuat anak lebih mudah untuk patuh dan kecil kemungkinannya untuk membangkang. Hal ini karena, orang tua dan keluarga pada era itu bersikap lebih tegas dan keras. Masyarakat Yogyakarta juga tidak banyak terkontaminasi terhadap banyaknya budaya campuran dan teknologi yang masuk serta berkembang di dalamnya. Sedangkan pada era 2000an sampai sekarang, orang tua cenderung memiliki pola didik permisif. Pola asuh ini bisa diartikan cara orang tua dalam berinteraksi atau mengasuh anak dengan membebaskan anaknya untuk melalukan segala hal yang diinginkannya tanpa melalui konsultasi atau arahan orang tua terlebih dahulu. Orang tua menjadi jauh lebih longgar dengan minimnya peraturan-peraturan yang ketat sehingga bimbingan, arahan, dan pengontrolan terhadap anak menjadi lebih sedikit. Kebebasan ini diberikan karena adanya banyak peningkatan, mulai dari pengaruh lingkungan orang tua, kondisi ekonomi, sampai pengaruh media masa serta teknologi yang semakin pesat. Pola didik ini sangat bertolak belakang dengan pola asuh orang tua pada era 2000 ke bawah.
Pada hakikatnya, berbagai macam pola didik orang tua dan keluarga akan sama artinya apabila tetap bermuara pada konsultasi dan pengontrolan. Kemerosotan nilai moral masyarakat Yogyakarta harusnya dapat dikurangi dengan adanya pendidikan dan pengontrol paling utama dari keluarga sehingga bisa membentuk benteng awal untuk pembatasan diri. Namun, banyak disayangkan bahwa masyarakat Yogyakarta minim untuk mendapatkan itu dan lebih mendapatkan hal yang tidak searah di luar dari keluarga sehingga sangat mudah untuk terpengaruh dari lingkungan sekitar.
Perspektif Globalisasi
Dari contoh kasus terhadap peningkatan degradasi moral yang terjadi di Yogyakarta di atas, penulis percaya bahwa di antara ketiga perspektif utama dari globalisasi, perspektif hiperglobalis menjadi perspektif yang tepat dalam kasus ini karena beberapa hal sebagai berikut;
Menurut Kenichi Ohmae, salah seorang hiperglobalis, globalisasi mengarah ke sebuah "dunia tanpa batas", sebuah dunia di mana kekuatan pasar lebih berkuasa daripada pemerintah. Ia menyatakan, bahwa globalisasi telah berkembang sedemikian pesat sehingga negara-bangsa kehilangan sebagian kekuasannya untuk mengontrol perekonomiannya sendiri. Pandangan itu bertolak belakang dengan Paul Hirst dan Graham Thompson.
Dalam kutipan tersebut, meskipun Ohmae lebih memfokuskan pada bidang ekonomi namun dapat diartikan bahwa globalisasi merupakan suatu hal yang nyata dan terjadi secara merata hampir di seluruh bagian dunia. Globalisasi membentuk tatanan dunia yang semakin jauh tanpa batas sehingga masing-masing individu memiliki kekuatan untuk berkembang atau merosot. Negara, pemerintah, aturan, bahkan orang tua sudah bukan lagi menjadi batasan dari gerakan diri seseorang untuk melakukan apa yang mereka inginkan, dan secara langsung maupun tidak langsung kedaulatan dari beberapa aktor itu semakin melemah untuk melakukan pengontrolan dan pengimbauan. Melemahnya kedualatan serta kekuatan untuk mengontrol dari beberapa aktor menyebabkan masyarakat, khususnya di daerah Yogyakarta semakin mudah untuk mengeksplor dan bertindak semaunya. Akibat dari hal ini, kita akan lebih mudah untuk menemukan kerusakan-kerusakan moral di sekitar, baik dari hal kecil sampai hal besar. Seperti contohnya perilaku-perilaku tidak terpuji yaitu mencuri, berbohong, membangkang, korupsi, pembunuhan, perampokan, penipuan, dan banyak lagi yang melanggar aturan dan norma yang berlaku.
Degradasi moral yang terjadi di Yogyakarta akhir-akhir ini merupakan bagian dari dampak globalisasi. Masyarakat yang terkena dampak globalisasi tidak memandang bulu. Globalisasi dapat menjangkau dan memberi dampak pada hampir setiap kalangan, dari anak-anak sampai orang tua sekalipun. Jika diartikan,Â
degradasi moral adalah sesuatu fenomena kemerosotan karakter seseorang atau kelompok. Fenomena degradasi moral yang sampai terjadi pada anak-anak menunjukkan adanya kecacatan moralitas yang saat ini dialami di lingkungan kita. Hal yang menyebabkan adanya degradasi moral ini disebabkan oleh arus globalisasi yang semakin pesat dan tidak seimbang. Virus globalisasi terus berlanjut bangsa ini melemah. Sayangnya, kami sepertinya tidak menyadari hal ini, tetapi sebaliknya ikutilah Kami tetap menuntut kemajuan di era global ini apapun yang terjadi lagi sopan santun dari budaya negeri ini. Itulah ketidakseimbangan akhirnya menyebabkan moral menurun dan menimbulkan kerugian.