Mohon tunggu...
Dewi Rahmawati Nur Aulia
Dewi Rahmawati Nur Aulia Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti Bidang Sosial

Work Health Mental, Fairness, Stability, and Empowering Sosok mandiri yang memiliki semangat membangun kerjasama dengan mental yang sehat, empati, serta mengoptimalkan potensi sumber demi mencapai tujuan organisasi karena disetiap organisasi yang kuat terdapat work culture (budaya kerja) yang sehat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pasca UU TPKS: KemenPPPA Berkewajiban Menyelenggarakan Pelayanan Publik Melalui UPTD PPA yang Efektif dan Komprehensif

29 Desember 2023   17:16 Diperbarui: 29 Desember 2023   17:52 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Pencapaian melalui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang telah berlangsung sejak 25 November hingga 10 Desember menjadi momentum sekaligus bentuk pengakuan atas pencapaian upaya pembelaan terhadap perempuan. 

Selain itu, terbitnya UU TPKS yang telah disahkan pada 9 Mei Tahun 2022 lalu mendorong menyadarkan semua pihak agar bersama-sama bekerja keras dan bersinergi dalam upaya mencegah, menangani serta menghapus tindak pidana kekerasan seksual. 

Oleh sebab itu, dengan adanya UU TPKS ini maka diharapkan agar setiap korban dapat menggunakan haknya untuk memperoleh akses keadilan serta dapat terlindungi dari potensi ancaman tindak kekerasan tersebut di berbagai lapisan masyarakat.

Pentingnya Pelaksanaan Kebijakan Penyelenggaraan Penanganan Kasus Kekerasan Perempuan Melalui Pelayanan Publik UPTD PPA yang Efektif dan Komprehensif.

The Indonesian Institute telah menyusun kajian analisis kebijakan tahunan yang terangkum dalam Indonesia 2023. Pada analisis kebijakan sosial, pusat penelitian kebijakan publik ini memandang bahwa pasca disahkannya UU TPKS, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sebagai badan pemerintah yang dimandatkan undang-undang perlu dengan kesegeraan untuk mempersiapkan dirinya sebagai lembaga penyelenggara pelayanan publik resmi dalam memberikan pelayanan terhadap pengaduan masyarakat melalui Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) dimasing-masing daerah/provinsi.

Pada hasil temuan, diketahui sebelum disahkannya UU TPKS dalam penyelengaraan penanganan kasus kekerasan selama ini dilakukan oleh dua unit kelembagaan baik P2TP2A dan UPTD PPA. 

P2TP2A (pusat pelayanan terpadu perempuan dan anak) sebagai kelembagaan kemasyarakatan yang merangkul baik institusi pemerintah maupun non pemerintah untuk bersama-sama menangani kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak telah lebih dahulu dibangun daripada UPTD PPA. 

Namun seiring dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap Perempuan, pemerintah melalui Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Daerah membangun sebuah sistem penyelenggaraan dalam Unit Pelayanan Terpadu yang wajib didirikan oleh setiap daerah.

Selain itu proses penyelenggaraan yang dilakukan baik sebelum hingga disahkannya UU TPKS melahirkan beberapa tugas baru. Tugas tersebut antara lain yaitu, penyediaan layanan hukum,memfasilitasi kebutuhan korban penyandang disabilitas, serta kegiatan pemberdayaan. 

Dengan adanya pengembangan tugas yang dimandatkan oleh UU TPKS tersebut diharapkan dalam penanganan kasus kekerasan seksual dapat dilakukan secara inklusif, efektif, efisien dan komprehensif. 

Pentingnya pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan yang inklusif menimbang bahwa meningkatnya kasus kekerasan seksual tidak hanya dialami oleh perempuan dan anak, namun juga terjadi pada konteks keberagaman lainnya baik penyandang disabilitas maupun mereka yang memiliki relasi intim lainnya dalam kekerasan berbasis gender. 

Lebih lanjut, pasca pengesahan UU TPKS tentunya dapat dilakukan setelah rancangan peraturan turunan tersebut disahkan. Berdasarkan hasil pemantauan media, tiga rancangan peraturan menteri (RPermen) dan empat rancangan peraturan presiden (RPerpres) telah dalam proses harmonisasi dan menanti untuk segera disahkan.

Pada kajian tahunan yang telah disusun, peneliti bidang sosial menilai pentingnya diimplementasikannya kebijakan ini menimbang bahwa kasus kekerasan seksual memerlukan penanganan yang tidak hanya menuntaskan masalah namun juga dapat dilakukan secara tersistematis. 

Meskipun dalam perjalanannya, penyelenggaraan pelayanan terpadu (UPTD PPA) telah banyak melakukan pelayanan terhadap masyarakat pelapor, namun dari hasil analisa bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan belum dilakukan secara tersistematis dan komprehensif.

Pelaksanaan Kebijakan UU TPKS Menjadi Harapan dalam Mencegah dan Melindungi Hak-hak Korban dari Tindak Kekerasan Seksual 

Pasca disahkannya UU TPKS menjadi instrument hukum yang memuat seluruh aspek baik pencegahan, penindakan serta proses rehabilitasi psikososial dari korban kekerasan seksual. 

Pemerintah beserta jajaran institusi terkait perlu saling bersinergi memantapkan setiap langkah rancangan kebijakan tersebut ke dalam bentuk hal yang lebih strategis seperti pemantapan kesiapan penyelenggaraan pelayanan melalui peningkatan keterampilan advokasi pencegahan dan penanganan korban. 

Hal ini penting diberikan menimbang tugas yang dimandatkan oleh UU  adalah bertujuan agar negara hadir tidak hanya menjamin adanya perlindungan hukum untuk semua namun juga memberikan rasa keadilan dalam memperoleh akses pelayanan yang sama. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya masyarakat mengawal UU TPKS ini agar dapat berjalan dengan semestinya.  

Dewi Rahmawati Nur Aulia

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun