NU itu memang harus lihat bulan, karena NU itu akrab dengan malam. Logonya saja bintang-bintang. Jam kerjanya juga malam: yasinan, tahlilan, mujahadah. Sementara Muhammadiyah itu akrab dengan siang, logonya matahari. Jam kerjanya juga siang: sekolah dan rumah sakit. Karena akrab dengan siang maka Muhammadiyah tidak perlu melihat bulan, cukup dihitung. Sebenarnya ini bukan semata karena beda hisab dan rukyat. Sama-sama rukyat pun, bisa berbeda awal bulannya karena beda matla' (geografis). Dan kita tahu, hisab dan rukyat sama-sama ijtihadi (perkiraan) bukan qath'i (pasti).
Nah, bagi pejuang lailatu qadar, bagaimana tanggapannya mengenai hal ini?
Sebenarnya ini bisa kita ambil hikmahnya agar jangan hanya rajin ibadah pada malam ganjil saja atau pada malam genap saja. Bisa jadi kalau kita fokus mengejar malam ganjil, kita jadi malas-malasan pada malam genap. Padahal esensi bulan Ramadhan itu kita mengejar rahmat Allah SWT. kita diajarkan untuk senantiasa mendekat sama Allah bukan hanya di bulan Ramadhan saja. Terlebih cuma malam ganjilnya saja. Perbedaan awal bulan Ramadhan tadi sebenarnya memberi pesan pada kita agar kita senantiasa hati-hati jangan sampai melewatkan setiap malammnya untuk beribadah. Wallau a'lam. Semoga bermanfaat..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H