Mohon tunggu...
Coretan Embun
Coretan Embun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Random

Bragging Rights @ coretanembun2011.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bertemu Bintang

17 Februari 2023   14:36 Diperbarui: 25 Februari 2023   15:28 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit : www.pinterest.ph (by Krizaki)

Aku kembali ke pantai Karang Hawu, tempat di mana dulu aku bertemu dengan Bintang. Lelaki berusia 27 tahun--yang telah mengambil hatiku. Tentu saja, Bintang menjadi seseorang yang sangat berarti dalam hidupku.

Sambil napak tilas, aku menyusuri tepi pantai Karang Hawu--Pelabuhan Ratu--Jawa Barat. Aku berjalan sendiri dan masih berharap bertemu Bintang. Sore yang tidak banyak bicara. Di pantai yang sepi pengunjung.

Tampak hanya ada beberapa pedagang setempat--yang menggelar dagangannya. Kemudian kudatangi seorang perempuan, penjual kelapa muda. "Teh, pesan kelapa mudanya satu, ya," kataku. "Oh--ya, gulanya jangan terlalu banyak." Kataku lagi, perempuan itu hanya mengangguk.

Aku menyapu pandangan mata ke arah tepian pantai, berharap, Bintang muncul secara tidak terduga. Seperti saat pertemuan pertama kita dulu. Namun, tidak kulihat sosok Bintang, kekasihku.

Aku kembali melamunkan Bintang, kemudian melamunkan Ibu, lalu sahabatku Amel. Melamunkan semua orang dalam kehidupanku. Mereka silih berganti datang dan pergi dalam pikiranku. Aku merasa seperti orang linglung dan hilang arah.

Ada perasaan bersalah pada Ibu, karena kemarin aku telah berbohong--perihal kepergianku ke pantai ini. Aku mengatakan pada Ibu, bahwa aku pergi ke pantai ini bersama Amel. Dan Ibu percaya. Karena, kalau aku bicara jujur, Ibu pasti tidak akan mengijinkan. Aku juga tidak ingin, Amel--yang cerewet dan menghebohkan itu--menemaniku dan menghalangiku bertemu Bintang.

Aneh juga. Keinginanku bertemu Bintang tidak bisa dicegah. Walaupun kemungkinan kecil bagiku untuk dapat bertemu lagi dengannya. Tapi aku bukanlah orang yang pantang menyerah. Aku tetap ingin minta penjelasan, kepada Bintang, mengapa dia meninggalkanku begitu saja. Bagiku, segala sesuatu itu harus ada alasannya.

Sambil menyesap air kelapa muda, kupejamkan mata. Menikmati desiran angin dan deburan ombak pantai. Suara-suara alam terdengar indah di telingaku. Aku merasa seperti mendengar simphony orchestra--"fur elise" yang dibawakan Ludwig van Beethoven--dengan syahdu.

"Ras--Rasi ...."

Kubuka mataku, terdengar suara seorang lelaki yang sangat kukenal. Dan setengah tidak percaya, terhadap apa yang kulihat. Di depan mataku, telah berdiri sesosok lelaki yang tersenyum lebar. Bintang, yang tampak sangat bahagia melihatku. Bintang telah kembali, dia menemuiku.

"Bi--biintang?" Kataku tergagap. Sungguh bahagianya hatiku, melihat Bintang kembali menemuiku, sore itu.

"Ayoo, Rasi--kita berjalan menyusuri pantai!" Seru Bintang sambil menarik tanganku.

Aku dan Bintang lalu berlari-lari kecil menuju tepian pantai. Kebahagiaanku saat itu tidak terlukiskan. Bukankah kita adalah pasangan serasi. Aku Rasi dan dia Bintang, yang berjodoh di angkasa. Bertemu di pantai Karang Hawu-Pelabuhan Ratu.

"Bintang--jangan tinggalkan aku lagi, ya." Aku berkata penuh harap, sambil menatap kedua bola mata coklatnya.

Bintang tersenyum, "Ikutlah denganku, Rasi," Bintang berkata sambil menangkupkan kedua tangannya ke wajahku. Aku mengangguk, Bintang memelukku.

"Ayo kita berenang, Rasi--sebelum air laut pasang!" Bintang lalu menarik tanganku, aku dapat merasakan ombak kecil membelai jemari kakiku. Kami bergandengan masuk di kedalaman air laut. Kami bermain air, saling bercipratan. Tertawa-tawa bahagia. Hingga tanpa sadar kedalaman air laut sudah sampai sebatas dada.

Kemudian sayup-sayup terdengar orang berteriak dari arah tepian pantai, "Rassiiiii...Rassiiii...!!" Ibuku ternyata menyusulku ke pantai ini. Aku dan Bintang lalu saling berpandangan. Perlahan kami berjalan mendekati Ibu, yang masih berteriak-teriak memanggil namaku.

Ibuku tampak marah karena mendapati aku telah berbohong. Aku kemudian dicecar dengan berbagai macam pertanyaan. Lalu Ibu mengusir Bintang begitu saja. Ya, Ibu mengusir Bintang, kekasihku. Bintang dengan wajah sedih lalu meninggalkan aku dan Ibu. Betapa sakitnya hatiku.

"Ibuuu, jangan marah sama Bintang, Bu--kumohon, Bu--biarkan Bintang bersamaku ... Bintang jangan pergi lagi, Bintangg!!"

Dadaku berdegub, aku terbangun dari tidur di kursi pantai. Astaga, rupanya aku tadi bermimpi tentang Bintang. Sayup sayup terdengar suara adzan maghrib berkumandang. Aku lalu memutuskan untuk kembali ke hotel tempatku menginap.

                             ____

Keesokan harinya, aku terbangun karena dering telepon dari ponselku yang terus menerus berbunyi. Ibu meneleponku berulang kali.

"Rasi--Amel bilang, dia tidak pergi bersamamu. Sekarang kamu ada di mana, Rasi?" Ibu mencecarku dengan pertanyaan yang ragu untuk kujawab.

"Aku butuh waktu sendiri, Bu--." Suaraku terdengar serak dan bergetar. "Maafin Rasi, ya, Bu. Rasi hanya ingin--."

"Rasi--dengar Ibu, ya. Kamu harus bisa melupakan Bintang!" Di ujung telepon kudengar Ibu berkata setengah berteriak. Ibu terdengar panik.

"Ibu--aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin mengenang Bintang, Bu."

"Tidak ada yang bisa kamu lakukan, Rasi. Satu-satunya yang bisa kamu lakukan hanya mendoakannya. Paham ya, Rasi!"

Aku hanya dapat terdiam, mendengarkan Ibu yang panjang lebar berbicara di ujung sana. Maafkan aku, Bintang. Benar kata Ibu. Yang bisa aku lakukan hanya mendoakanmu. Walaupun aku kemarin sempat bertemu, denganmu dalam mimpi. 

Sebenarnya aku masih berharap, saat itu kamu tidak terseret ombak, dan menghilang di lautan. Aku tidak menyangka, kamu yang pernah mengajariku berenang, tiba-tiba menghilang di laut lepas. Ya Allah--semoga Bintang berbahagia di alam baka ...

                        ___

Writen by CoretanEmbun, Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun