Aku menyapu pandang ke sekeliling ruangan kamar ini, tanpa dapat berbuat apapun.
Banyak sekali debu--yang telah lama menempel--pada perabotnya. Pada tempat tidur, lemari pakaian, kursi, dan meja belajar.
Di setiap sudut ruang, juga telah berganti pemilik. Seekor laba-laba sepertinya menjadi pemilik baru ruangan ini. Laba-laba itu mungkin sudah beranak pinak, menempati kapling-kapling kosong dalam kamar.
Tidak mengherankan, jika kamar ini kemudian penuh oleh sarang laba-laba. Sarang-sarang itu, tidak hanya menempati sudut-sudut ruang, tapi juga merambah pada kaki-kaki meja dan kursi.
Debu yang menebal dan koloni laba-laba yang bersarang, menempati kamar ini tanpa bisa dicegah.
Dulu ruangan ini adalah kamarku. Melihat kondisi yang sangat berantakan--di kamar ini--membuatku risih. Aku terbiasa hidup bersih dan teratur. Selalu mencuci tangan, memakai masker apabila ke luar rumah, ataupun langsung mandi dan berganti pakaian saat pulang dari bepergian.
Ruangan lain--dalam rumah ini--pun tidak kalah porak poranda. Ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga, dapur. Begitu juga kamar orang tuaku. Semua berantakan, penuh dengan debu dan sarang laba-laba.
Rumah ini memang telah lama kosong. Tidak berpenghuni. Rumah milik kedua orang tuaku, yang telah meninggal dunia sekitar dua tahun yang lalu. Karena wabah pandemi Covid 19.
Aku ingat, bagaimana Ayah membawa Ibu mencari Rumah Sakit. Dari Rumah Sakit satu ke Rumah Sakit lain. Semua berujung penolakan. Karena kami imbas korban gelombang pertama dari virus pandemik yang berasal dari Wuhan. Virus Corona 19 versi Delta. Saat itu, banyak Rumah Sakit yang tidak siap menerima pasien Covid dengan berbagai alasan dan pertimbangan.
Akhirnya dengan nafas yang tersenggal dan sesak nafas yang berkepanjangan, ibu meninggalkanku dan Ayah. Ibu meninggal dalam mobil. Kondisiku dan Ayah pada saat tidak terlalu parah. Setidaknya kami masih bisa bertahan hidup.
Walaupun kemungkinan besar sudah terpapar virus.
Sesampainya di rumah, ayah menghubungi keluarga. Mengabarkan bahwa Ibu meninggal dalam perjalanan ke Rumah Sakit, karena Covid.
Kamipun lalu dikarantina, setelah beberapa medis datang dan melakukan test padaku dan Ayah. Kami berdua positif Covid 19. Aku dan Ayah kemudian ditetapkan sebagai ODP (Orang Dalam Pantauan).
Ibu kemudian dikuburkan secara khusus, di tempat yang khusus. Tidak ada keluarga yang mengantar kepergian Ibu, termasuk aku dan Ayah. Ibu hanya diantar ke pemakaman oleh petugas medis yang berpakaian APD.
Selama karantina, aku dan Ayah dipantau para petugas medis. Dan pada hari ke sepuluh, saturasi oksigen Ayahku drop, begitupun diriku. Petugas medis, kemudian membawa kami ke Rumah Sakit rujukan Pemerintah, Rumah Sakit khusus pasien Covid 19. Status kami lalu berubah menjadi PDP (Pasien Dalam Pengawasan).
Namun sayang, nyawa ayahku tidak tertolong. Begitupun aku. Kami sekeluarga akhirnya ditakdirkan meninggal karena terinfeksi virus Covid 19.
______
Writen by. CoretanEmbun, Februari 2023
#30harimenuliscerpen #feb #01
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H