"Mah--Donna itu harus diajari bagaimana menjadi perempuan tulen, lho." Pak Dito berkata sambil melirik istrinya. "Masak perempuan keahliannya manjat pohon, main layangan, berantem dan main bola, sih?"
"Papa juga sih, dulu pengennya anak laki-laki. Inget nggak waktu USG dokter bilang calon anak kita itu laki-laki, Papa berteriak 'yes...yes...yes'Â sampe tiga kali lho bilang 'yes' itu." Bu Dito mulai mengungkit, bahwa suaminya juga berperan dalam kesalahan mendidik Donna--anak mereka--untuk menjadi perempuan yang sesungguhnya.
"Ya--tapi kenapa ya, anak yang lahir tidak sesuai hasil USG?" Pak Dito mulai bertanyea tanyea.
"Yakan dokter udah jelasin, Pah. Kalo hasil USG tidak tepat itu, karena mungkin kelamin bayi dalam kandungan ketutup, jadi tidak terdeteksi." Bu Dito berkata kemudian menyesap tehnya.
"Ya sudah, Mah. Nanti kalo ada waktu ajari Donna masak kek, bikin teh kek. Gitu ya, Mah. Papa pengen tau, bisa nggak anak itu."
_____
Keesokan harinya, Bu Dito berencana mengajarkan Donna melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan perempuan. Bu Dito pun lalu memanggil Donna di kamarnya.
"Donna--sini, Nak."
"Kenapa, Mah."
"Coba kamu belajar bikinin Papa kopi, bisakan?"