"Mah--Donna itu harus diajari bagaimana menjadi perempuan tulen, lho." Pak Dito berkata sambil melirik istrinya. "Masak perempuan keahliannya manjat pohon, main layangan, berantem dan main bola, sih?"
"Papa juga sih, dulu pengennya anak laki-laki. Inget nggak waktu USG dokter bilang calon anak kita itu laki-laki, Papa berteriak 'yes...yes...yes'Â sampe tiga kali lho bilang 'yes' itu." Bu Dito mulai mengungkit, bahwa suaminya juga berperan dalam kesalahan mendidik Donna--anak mereka--untuk menjadi perempuan yang sesungguhnya.
"Ya--tapi kenapa ya, anak yang lahir tidak sesuai hasil USG?" Pak Dito mulai bertanyea tanyea.
"Yakan dokter udah jelasin, Pah. Kalo hasil USG tidak tepat itu, karena mungkin kelamin bayi dalam kandungan ketutup, jadi tidak terdeteksi." Bu Dito berkata kemudian menyesap tehnya.
"Ya sudah, Mah. Nanti kalo ada waktu ajari Donna masak kek, bikin teh kek. Gitu ya, Mah. Papa pengen tau, bisa nggak anak itu."
_____
Keesokan harinya, Bu Dito berencana mengajarkan Donna melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan perempuan. Bu Dito pun lalu memanggil Donna di kamarnya.
"Donna--sini, Nak."
"Kenapa, Mah."
"Coba kamu belajar bikinin Papa kopi, bisakan?"
"Yaelah, gitu doang?" Tetapi dengan sigap Donna melaksanakan apa yang diinginkan Mamanya. Secangkir kopi lalu terhidang dengan mulus di hadapan Mama. Tanpa cacat, tanpa ada yang tumpah mengotori tatakannya.
-Heum...ternyata bisa kok, anakku bikin kopi, batin Bu Dito. "Ya sudah, sekarang, kalo ada tamu, kamu yang bikinkan minuman, ya."
Setelah Pak Dito pulang dari kantor, Bu Dito langsung laporan. Bahwa Donna tanpa kesulitan dapat membuat kopi. Bapak dan Ibu Dito pun bisa bernafas lega.
Di suatu sore yang dingin, hujan deras baru turun membasahi bumi. Sebuah mobil tampak memarkir, di depan pintu pagar rumah Pak Dito. Rupanya Pak Dito kedatangan tamu.
"Silahkan masuk, Mas Gun." Begitu kata Pak Dito kepada tamunya. "Silahkan duduk, mau minum apa, Mas?"
"Kopi bolehlah, Mas." Kata tamu itu kepada Pak Dito. Pak Dito kemudian berjalan ke dalam menuju dapur. Tapi tidak dilihatnya istrinya. Kemudian Pak Dito memanggil Donna.
"Donna--mana Mama?"
"Loh--kan Mama tadi bilang, sore ini arisan, Pah."
"Ya sudah, sekarang kamu yang bikinkan minuman ya. Buat Papa sama Om Gun." Kemudian Pak Dito langsung kembali ke ruang tamu menemui Pak Gun, yang juga sahabatnya itu.
Tidak lama, Donna datang dengan membawa minuman dalam cangkir. Satu untuk Papanya dan satu untuk Pak Gun. Setelah meletakkan dua cangkir di atas meja, Donna pun melipir meninggalkan ruang tamu. Namun, Â detak jantung gadis itu berdebar-debar takut apa yang dia sajikan buat Papa dan Pak Gun tidak sesuai selera. Kemudian terdengar suara Papanya berkata,
"Silahkan, Mas Gun. Diminum dulu kopinya."
Pak Gun lalu mengangkat cangkir berikut tatakannya. Lalu ditiupnya perlahan minuman itu, kemudian dengan hati-hati disesapnya minuman bikinan Donna. Seketika wajah Pak Gun menjadi masam. Kopi yang dia inginkan tidak sesuai ekspektasi. Kemudian Pak Gun mendekatkan wajahnya pada Pak Dito dan dengan serius berkata,
"Siapa yang bikin kopi, Mas?"
"Anakku--Donna."
"Coba--Mas, minum." Kata Pak Gun kepada Pak Dito.
Dengan rasa penasaran, Pak Dito pun menyesap 'kopi' bikinan Donna. Sesaat kemudian wajahnya menjadi merah padam.
Pak Dito dan tamunya ternyata kena prank. Mereka meminum  Coca Cola dalam cangkir.
______
Writen by. @coretan_embun, Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H