"Pak, ibu kapan pulang?" Begitu selalu yang dicecar Dodo, bila bertemu bapaknya yang baru pulang dari sawah.
"Sudah--sudah, masuk sana. Sebentar lagi maghrib," sahut Slamet menjawab pertanyaan anaknya.Â
Anak itu suka bermain main di pekarangan, sambil menunggu kedatangan bapaknya dari bersawah. Slamet kemudian membersihkan peralatan berkebunnya, yang tergeletak di samping pohon waru.
Sudah hampir 2 bulan, Sundari istrinya pergi. Dan Slamet selalu kebingungan bila Dodo selalu bertanya tiap hari, 'Pak, ibu kapan pulang?' seperti itu terus yang ditanyakan, bila Dodo berada di dekat Slamet. Laki-laki itu juga tidak mungkin menjelaskan, apa yang membuat ibu dari anaknya tidak pulang.
Slamet tidak mungkin menceritakan 'masalah orang dewasa'Â kepada anaknya yang masih kecil. Seperti rahasia yang harus disimpan rapat. Hanya pohon waru di depan pekarangan rumah, yang menjadi saksi bisu pertengkaran hebat antara Slamet dan Sundari.
Slamet lalu bergegas memasuki rumah, karena hari mulai gelap. Dari balik pohon waru, Sundari mengamati Slamet yang berjalan menuju rumah, sekaligus mengamati juga keadaan rumahnya (dulu) sebelum ditinggalkannya.
Tak lama anak bungsunya itu muncul-dari balik pintu-karena dipanggil oleh Slamet, untuk membantunya membawakan cangkul dan arit. Anak itu rupanya tidak pernah lelah bertanya pada bapaknya, "Pak, ibu kapan pulang?" Seperti kaset rusak, pikir Slamet.
Dari balik pohon waru, Sundari tidak kuasa menahan kerinduannya pada Dodo. Ia pun berteriak sekuat tenaga, berharap anaknya mendengar apa yang dikatakannya, "Nak--ibu dikuburkan di sini!"
_______
Writen by. @coretan_embun