Mohon tunggu...
Dewi Puspitosari
Dewi Puspitosari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Berproses, belajar, dan berhasil dengan bahagia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin Pembelajaran

19 April 2023   21:48 Diperbarui: 19 April 2023   21:51 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan,

 

Untuk lebih jelas dan spesifik dalam membahas tentang Koneksi Antar Materi Modul 3.1.a.9 terkait Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Dalam Tugas ini terdapat 10 pertanyaan yang akan saya coba membahasnya satu persatu.

 

  • Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil? 

Filosofi Pratap Triloka khususnya ing ngarso sung tuladha memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. KHD berpandangan bahwa sebagai seorang guru, itu harus memberikan tauladan atau contoh praktik baik kepada murid.  Dalam setiap pengambilan keputusan, seorang guru harus memberikan karsa atau usaha keras sebagai wujud filosofi Pratap Triloka ing madyo mangun karsa dan pada akhirnya guru membantu murid untuk dapat menyelesaikan atau mengambil keputusan terhadap permasalahannya secara mandiri. Guru hanya sebagai pamong yang mengarahkan murid menuju kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan filosofi Pratap Triloka Tut Wuri Handayani.

Dan untuk kepala sekolah sebagai seorang pemimpin pembelajaran merupakan teladan bagi rekan sejawat / guru dan tenaga kependidikan serta murid tentunya. Termasuk dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, seorang kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu membuat keputusan yang mendasarkan kepada nilai-nilai kebajikan karena keputusan ini akan dijadikan suri tauladan bagi rekan sejawat dan murid. Tentunya keputusan ini harus mengutamakan kepentingan murid dan bisa dipertanggungjawabkan.

 

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai positif seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid adalah manifestasi dari pengimplementasian kompetensi social emosional kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran social dan keterampilan berinteraksi social seorang guru/pemimpin pembelajar dalam mengambil keputusan secara berkesadaran penuh untuk meminimalisir kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi.  Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita sebagai pemimpin pembelajar berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang benar.  Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan buah dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita. Nilai-nilai positif akan mengarahkan kita mengambil keputusan dengan resiko yang sekecil-kecilnya. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan pada murid.

 

  • Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya?

Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping praktik dan fasilitator dalam modul 3.1 ini serta modul sebelumnya telah membantu saya berlatih mengevaluasi keputusan yang telah saya ambil.  Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan apakah keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.

Sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya merupakan kegiatan kolaborasi dalam upaya coach mengembangkan potensi dari coachee dalam memecahkan masalahnya, karena coachee sendirilah yang tahu bagaimana dia akan meemcahkan masalahnya. Dalam kaitannya dengan pengujian keputusan. Coaching juga dapat membantu kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran dalam melakukan pengujian dalam pengambilan keputusan.  Karena Coaching merupakan sebuah ketrampilan yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain.  Dengan langkah-langkah dalam coaching (TIRTA), kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apaila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.

TIRTA adalah satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak ini yang dikembangkan dari Model GROW.  GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will. 

Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,

Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

 

Sedangkan TIRTA akronim dari : 

T : Tujuan 

I : Identifikasi 

R : Rencana aksi 

TA: Tanggung jawab

 

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Sebagai seorang Guru harus mampu mengembangkan kompetensi sosial emosionalnya. Dan jika dikaitkan dengan pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan ini, guru harus mampu mengelola emosi dan kompetensi sosialnya untuk mampu membuat keputusan yang bertanggung jawab dengan mengembangkan keterampilan berelasi dan dapat mengumpulkan fakta-fakta atau data serta mengaitkannya dengan nilai-nilai (kompetensi sosial) yang ada pada suatu kasus di lingkungan sekolahnya.  Kompetensi sosial dan emosional ini diperlukan agar guru dapat fokus memberikan pembelajaran dan dapat mengambil keputusan dengan tepat dan bijak sehingga dapat mewujudkan merdeka belajar di kelas maupun di sekolah dan tercipta suasana kondusif sehingga optimal dalam mewujudkan budaya positif disekolah

 

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik? 

Seorang guru jika dihadapkan dengan kasus-kasus yang fokusnya terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang dianutnya.  Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi dirinya dalam mengambil sebuah keputusan.  Jika nilai-nilai yang dianutnya adalah nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan kebanyakan pihak.  

Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai-nilai tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak khususnya murid.

Keberpihakan dan mengutamakan kepentingan murid harus selalu tercipta dalam diri guru sebagai pendidik yang mampu membuat solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi.  Yakni pendidik yang mampu melihat permasalahan dari berbagai kaca mata dan pendidik yang dengan tepat mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika ataukah bujukan moral.  

Jika kasus yang dihadapi berupa kasus dilema etika, untuk memutuskannya kita perlu mendasarkan pada 3 prinsip, 4 paradigma beserta nila-nilai kebajikan yang muncul pada kasus tersebut serta perlu 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan pada setiap kasus yang kita hadapi sebagai pemimpin pembelajar agar keputusan yang kita ambil betul-betul berpihak pada murid, bertanggungjawab serta sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal.

 

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman? 

Pengambilan keputusan yang tepat akan berdampak pada terciptanya lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman dan nyaman.  Dalam mengambil keputusan kita harus berprinsip pada keberpihakan pada murid, nilai-nilai kebajikan dan keputusan yang bertanggungjawab.  Untuk bisa tercapai hal tersebut kita perlu mendasarkan pada 3 prinsip, 4 paradigma beserta nila-nilai kebajikan yang muncul pada kasus tersebut, serta perlu 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan pada setiap kasus yang kita hadapi sebagai pemimpin pembelajar agar keputusan yang kita ambil betul-betul berpihak pada murid, bertanggungjawab serta sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal sehingga tercipta lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

 

  • Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda? 

Kesulitan dan tantangan terbesar yang muncul di lingkungan sekolah saya karena masalah perubahan paradigma dan budaya sekolah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Diantaranya adalah sistem yang kadang memaksa guru untuk memilih pada pilihan yang salah atau kurang tepat serta tidak berpihak kepada murid.  Kesulitan lainya yaitu tidak semua warga sekolah berkomitmen tinggi untuk menjalankan keputusan Bersama.  Dan yang ketiga keputusan yang diambil kadang kala tanpa sepenuhnya melibatkan guru sehingga muncul banyak kendala-kendala dalam proses pelaksanaan pengambilan keputusan serta tidak semua warga sekolah merasa bertanggungjawab terhadap keputusan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun