Mohon tunggu...
Dewi Puspitosari
Dewi Puspitosari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Berproses, belajar, dan berhasil dengan bahagia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 2.3. Coaching untuk Supervisi Akademik

26 Maret 2023   23:32 Diperbarui: 26 Maret 2023   23:37 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sahabat pembaca semua, kali ini dalam melakukan refleksi saya menggunakan refleksi model/gaya round robin dengan pertanyaan-pertanyaan pemantik sebagai berikut:

  1. Apa hal yang paling Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini?

Mengapa Anda merasa hal tersebut bisa membuat Anda sangat menguasainya?

  1. Apa hal yang belum Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini?

Apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi hal tersebut?

  1. Apa hal yang masih membingungkan Anda dari pembelajaran hari ini?

Ceritakan hal-hal apa saja yang membuat hal tersebut membingungkan.

Sehingga refleksi yang saya buat kali ini tentunya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan pemantik tersebut.

1.  Apa hal yang paling Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini? 

Setelah melalui beberapa kegiatan pembelajaran bersama rekan-rekan Calon Guru Penggerak dibawah bimbingan Fasilitator beliau Bapak Harmizul dan Pendamping Praktik saya Ibu Tsalist Arifiani dengan menjalani tahapan dari alur M-E-R-D-E-K-A UNTUK MEMPELAJARI Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik ini.  Adapun hal-hal yang paling saya kuasai adalah bagaimana melakukan Supervisi Akademik dengan menggunakan alur TIRTA, yaitu :

  • T  : Tujuan
  • I  : Identifikasi
  • R  : Rencana Aksi
  • Ta : Tanggungjawab

Dalam praktik coaching berbasis TIRTA ini alhamdulillah saya juga sudah mampu memahami dan menerapkan paradigma berfikir coaching, diantaranya adalah :

  • Fokus pada Coachee/rekan yang akan dikembangkan
  • Memiliki kesadaran diri yang kuat
  • Bersikap terbuka dan ingin tahu
  • Mempu melihat peluang baru dan masa depan

Selain itu saya juga alhamdulillah telah berhasil untuk belajar menerapkan prinsip-prinsip berfikir coaching, yaitu :

  • Kemitraan
  • Proses Kreatif, dan
  • Memaksimalkan potensi

Dan juga saya belajar menguasai serta menerapkan kompetensi Choaching dengan sebaik-baiknya, yakni :

  • Presence/kehadiran penuh.
  • Yakni seorang Coach harus hadir baik jiwa dan raganya secara penuh di depan coachee untuk menjadi;
  • Pendengar Aktif
  • Mendengarkan dengan aktif semua yang disampaikan coachee agar dapat detail mengidentifikasi.  Salah satu cara mendengarkan aktif dengan menerapkan R-A-S-A (Receive, Appreciate, Summerize, Ask) supaya mampu dan dapat langsung;
  • Mengajukan pertanyaan berbobot.

Mengapa Anda merasa hal tersebut bisa membuat Anda sangat menguasainya?

Adapun yang membuat saya merasa menguasainya adalah karena saya membaca dan memperhatikan semua penjelasan yang dipaparkan cukup jelas dan detail dalam eksplorasi konsep baik secara mandiri maupun dalam forum diskusi bersama fasilitator (Bapak Harmizul), serta saya sudah memprakyikan kegiatan coaching ini dalam kegiatan ruang kolaborasi.  Kami juga beberapa kali menerapkan percakapan berbasis coaching ini pada kegiatan komunikasi sehari-hari baik dengan sesama guru/rekan sejawat maupun dengan murid di sekolah.  Melalui bekal pelaksanaan implementasi praktik coaching ini, saya merefleksikan diri saya sendiri sehingga dapat gambaran mengenai teknik coaching dan kompetensi saya dalam melakukan coaching.  Selain itu, saya juga mendapatkan beberapa feedback dan penguatan dari rekan sejawat maupun observer ketika saya sedang melakukan praktik coaching.

2.  Apa hal yang belum Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini? 

Beberapa hal yang belum saya kuasai setelah mempelajari Modul 2.3 ini adalah tentang bagaimana menyelaraskan pemahaman bahwa supervisi akademik bukanlah sebuah penilaian/penghakiman untuk mencari kesalahan dan kekurangan guru atau menilai kinerja guru belaka, namun supervisi akademik adalah upaya untuk membantu memberdayakan guru/rekan sejawat sehingga dapat merefleksi kesalahan dan menemukan solusi atas permasalahanya sekaligus menemukan solusi untuk pengembangan dirinya yang ditemukan oleh dirinya sendiri.

Hal ini tentu menjadi tantangan sendiri bagi saya, karena untuk menyelaraskan dan mengubah pemahaman ini tentu memerlukan proses dan juga waktu.  Hal ini juga terkait dengan regulasi dan kebiasaan yang selama ini sudah berjalan, yakni pemahaman kebanyakan orang tentang supervisi adalah kegiatan rutinitas wajib dalam proses penilaian kinerja berkala, bukan sebagai sarana komunikasi berpola coaching untuk memberdayakan dan mengembangkan potensi guru ataupun murid.

Apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi hal tersebut?

Yang akan saya lakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah :

  • Membangun komunikasi positif dan koordinasi yang baik dengan semua warga sekolah untuk bisa melakukan sosialisasi mengenai hakikat supervisi akademik yang meningkatkan performa guru, baik terhadap guru, Kepala Sekolah maupun Pengawas melalui forum/komunitas pendidikan yang ada (KKG, PGRI, atau forum-forum lainya)
  • Memberikan contoh praktik coaching baik kepada murid maupun rekan sejawat.
  • Secara konsisten menerapkan dan mempraktikan pola-pola komunikasi berbasis coaching dalam interaksi/komunikasi keseharian di sekolah baik dengan guru maupun murid.
  • Secara konsisten membangun pemahaman bersama tentang supervisi akademik berbasis coaching dan juga komunikasi berbasis coaching dalam percakapan sehari-hari sehingga semua warga sekolah (terutama rekan sejawat) bisa mendapatkan pemahaman baru mengenai supervisi akademik dan juga coaching dalam dunia pendidikan, sehingga ketika menghadapi masalah ataupun ingin mengembangkan dirinya mereka tidak segan untuk meminta atau saling mencoaching satu sama lainya.

 3.  Apa hal yang masih membingungkan Anda dari pembelajaran hari ini? 

Yang masih membuat saya bingung adalah tentang bagaimana caranya menjaga/mengontrol diri sehingga terhindar dari asumsi-asumsi, penilaian-penilaian, atau justifikasi saya terhadap rekan/coachee.  Karena pikiran untuk menjustice ini datang dengan sendirinya dan sering kurang kontrol sehingga tidak sabar untuk mengeluarkan pendapat/justifikasi terhadap apa yang baru dikemukakan oleh coachee ketika saya sedang berperan sebagai coach.

 Ceritakan hal-hal apa saja yang membuat hal tersebut membingungkan.

Sebagai pemula dalam menerapkan percakapan berbasis coaching atau coaching untuk supervisi akademik tentunya saya membutuhkan pengalaman lebih atau jam terbang yang tinggi untuk bisa menguasai diri secara baik.  Sehingga kejadian dimana saya larut dalam perasaan dan masalah yang dikemukakan coachee tidak akan membuat saya keceplosan melontarkan asumsi/justifikasi/penilaian yang itu adalah pendapat saya pribadi yang harus dihindari.  Karena sesungguhnya peran coach  adalah menuntun/mengarahkan coachee untuk bisa menemukan solusi dari permasalahanya sendiri.

Demikian Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik ini, semoga bisa bermanfaat dan menjadi inspirasi tersendiri bagi sahabat pembaca semua dalam memaknai supervisi akademik selama ini.  Dan semoga kita semua bisa melaksanakan coaching dengan baik di setiap permasalahan dalam hidup kita untuk lebih mengembangkan potensi diri masing-masing.

Salam Guru Penggerak

Bergerak...

Tergerak ...

Menggerakkan ...

Wassalamu'alaikum wr. Wb.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun