Mohon tunggu...
Dewips
Dewips Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary woman

Mau copy-paste artikel? Boleh saja, dengan tetap tampilkan asal sumber tulisan! Visit me @ ladiesbackpacker.wordpress.com, Email me : swap.commune@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Selayaknya Mengedepankan Esensi Bukan Sensasi

18 September 2020   19:32 Diperbarui: 18 September 2020   19:44 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: getty images

Bagi para Kompasianer lawas pasti sudah tidak asing lagi dengan slogan "Esensi bukan Sensasi". Kalimat itulah yang memotivasi saya didalam menulis. Dengan prinsip sharing and connecting, tentu aktivitas menulis juga tidak lepas dari cara kita bersosialisasi.

Pada 8 tahun silam saya ingat betul saat pertama kalinya meninggalkan jejak artikel pada blog keroyokan ini (baca: kolektif). Artikel dengan konsep reportase warga yang saya sajikan pada saat itu, adalah tulisan pertama saya yang mengangkat kisah tentang tokoh presiden kita sekarang.

Artikel itu pun langsung diangkat ke layar headline setelah beberapa jam bertahan di kolom highlight. Entah karena tokoh Jokowi yang saat itu sedang naik daun sebagai calon presiden. Atau karena isi dari artikel saya yang mengusung reportase khas warga. Dimana pada saat itu beritanya tentu masih aktual.

Begitulah kisah awal saya menapaki jalan sebagai sosok blogger amatir di Kompasiana. Slogan yang pernah diusung oleh Kompasiana pun membuat saya ketagihan menghadirkan artikel yang menceritakan tentang berita kegiatan serta opini pribadi/ publik kedalam sebuah reportase khas warga.

Kecanduan itu sendiri muncul mungkin karena domisili saya yang saat itu berada di luar negeri. Jadi banyak sekali ide cerita dan berita yang bisa saya bagikan lewat tulisan. Meski begitu banyak juga Kompasianer di Indonesia yang membagikan artikelnya dengan ciri yang sama yaitu berupa reportase khas warga.

Dari aktivitas itulah saya jadi mengenal banyak sekali Kompasianer lawas yang membuat saya ketagihan melakukan kopdar saat sedang di Indonesia. Baik itu lewat event resmi Kompasiana maupun acara non formal seperti ngopi bersama. Bahkan tak sedikit pula yang menjadi teman ngobrol rutin di kolom percakapan di profil Kompasiana maupun melalui WhatsApp pribadi.

Seiring berjalannya waktu dimana saya sempat rehat selama 5 tahun di dalam dunia tulis menulis (blogging). Kini genap sudah dua minggu lamanya saya kembali terjun bebas menulis di Kompasiana. Namun sampai saat ini saya masih merasakan adanya blank space yang membuat saya merasa ada hal yang kurang. 

Mungkin karena masih berlangsungnya proses adaptasi, tapi entah kenapa saya juga merasakan sensasi culture shock sejak pertama kali saya mulai menulis lagi disini.

Mungkinkah hal itu juga yang banyak dirasakan oleh Kompasianer lawas yang mana eksistensi mereka kini sudah tak lagi banyak terlihat. Tetapi setelah saya cek lagi ke halaman utama dan saya pun baru sadar dengan perubahan slogan yang telah berubah menjadi beyond blogging.

Ternyata itulah perbedaan prinsipnya, pantas saja saya merasa kultur shock. Dengan melihat artikel yang sering bertengger di kolom terpopuler dan nilai tertinggi membuat saya berpikir di sanalah letak perbedaan yang mencolok.

Dimana konten terpopuler itu kebanyakan hanya tentang isu politik yang terkadang mengarah ke hal sensual. Dengan isu yang juga viral dan sedang hangat diperbincangkan.

Jadi saya melihat dari konteks tersebut nilai yang diusung oleh Kompasiana sekarang bukan lagi sekedar tempat menulis berita atau cerita yang aktual, orisinil dan juga memiliki fungsi berbagi. Melainkan isu politik yang akan lebih digemari selain dari karya fiksi seperti sastra.

Menulis bukan lagi seperti aktivitas yang mengedepankan esensi konten tapi sudah bergeser kearah mencari sensasi dalam hal ini popularitas tentunya.

Hal itu bisa saja menimbulkan peluang para blogger untuk menggosip melalui tulisan yang kini sedang hits. Maaf jika asumsi saya ini terlalu kasar dan melukai beberapa Kompasianer lain. Tapi memang begitulah sensasi yang saya dapat, seolah Kompasiana kini telah beralih fungsi layaknya seperti portal media sosial lain yang juga sedang hits.

Memang tidak ada yang salah dengan kegiatan menulis sambil mencari popularitas. Hal itu juga yang mungkin telah menggeser motivasi penulis di Kompasiana. Semakin populer, semakin banyak pembacanya maka besar juga peluang untuk mendapatkan K-rewards.

Jadi tidak ada bedanya dengan beberapa konten YouTube yang viral tapi tidak memiliki manfaat bagi orang lain. Dikarenakan popularitas yang muncul akibat dari isu viral yang hanya dimuat ulang dan dipoles demi mendapatkan view dan rating yang menggunung.

Dengan begitu saya mempertanyakan nilai aktual dan orisinal dari artikel yang terpampang. Mungkin hal ini juga yang menjadi penyebab banyaknya Kompasianer lawas yang undur diri. Dikarenakan tidak tersedianya lagi keistimewaan yang terdapat di halaman depan Kompasiana. Namun dengan begitu saya juga tidak menggeneralisir para Kompasianer, karena tulisan yang saya lihat sekarang juga masih banyak yang berupa reportase khas warga.

Tapi sayangnya sering terlewatkan oleh pantauan admin untuk disebarluaskan lewat kolom headline. Mungkin saja karena banyaknya jumlah artikel yang masuk jadi menyulitkan mereka didalam menyeleksi dan mengambil keputusan.

Mungkin karena alasan itu juga saya jarang bersosialisasi atau merating artikel non fiksi Kompasianer lain yang menurut saya kurang aktual atau unik.

Namun bukan berarti tidak menarik karena isi beritanya yang hanya mengangkat ke-viral-an isu terkini yang sedang hits jadi membuat saya enggan mampir. Dimana hal seperti itu bisa saya peroleh dari website lain.

Meski begitu saya melihat banyak juga fitur baru di Kompasiana yang menurut saya sangat menarik seperti kolom topik pilihan contohnya.

Dimana Kompasianer bisa menuangkan ide, gagasan atau opininya terkait topik yang dipilih admin. Dengan begitu kita tidak perlu lagi pusing mencari bahan tulisan yang dulu sering dialami oleh sebagian orang. Termasuk saya yang dulu tidak bisa menulis rutin setiap hari karena keterbatasan ide/ gagasan.

Dengan fitur topik pilihan saya sekarang bisa menikmati rutinitas menulis dengan menuangkan pengalaman atau opini lewat artikel. Bahkan ide/ gagasan yang akan saya tulis di Blog bisa sampai saya buat stok listnya untuk jangka waktu satu bulan ke depan.

Saking antusiasnya saya di dalam menulis karena kolom topik pilihan pun menjadi trigger yang positif untuk saya pribadi. Dengan begitu saya tidak pernah lagi kehabisan bahan untuk menulis.

Semoga dengan menulis artikel ini saya bisa merasa plong karena uneg-uneg yang sudah tersalurkan. Oleh karena itu saran dan kritik tetap saya harapkan dari Kompasianer lain dengan bentuk komentar/ apresiasi yang objektif.

Pada akhirnya ini semua hanyalah opini pribadi dan apalah artinya opini dari seorang blogger amatir seperti saya.

Mari tetap semangat menulis dikala pandemi. Dengan mengutamakan esensi bukan hanya untuk mencari sensasi.

Salam Kompasianer!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun