[caption caption="pic from bbm dewi"][/caption]
No. 32. Dewi Pagi
/
/
Kau kira aroma lidahmu tak anyir menyengat?
mari ku beri tahu, ini bukan negeri antah berantah, Bung
namun rumpun berjuluk masyur dan terhormat
kita bangsa beruntung, tak buntung seperti yang sering kau hitung-hitung
/
andai hatimu bertelinga, dengarlah, pelupuk pertiwi kerap bendung gerimis
barangkali kau kan berhenti saling menyalak; berjejal jajakan caci maki
terbayang saat kau dengar ibumu berisak tangis
ya benar, ibumu sendiri
/
manakala serdadu penjajah kocar-kacir terusir
anak cucu bangsa satu pijakan bumi masih saja baku hantam silih cibir
saat perang senjata lesap terkubur
kelahi saudara semoyang tumbuh teramat subur
/
nalar terbelenggu, gemar tersulut gemar diadu; perihal salah ucap hingga dogma agama
kita enggan cekungkan jumawa, demi bangunkan lelap nusantara
/
merah darahku dan mu; bukan sejarah amarah
putih tulangku dan mu; tak sekedar persoalan benar atau salah, menang atau kalah
/
tak sudi ku dan mu, hidup sia-sia
atau mati penuh cela
di bawah kilau pualam khatulistiwa
yang konon, tujuh dasawarsa tlah bebas merdeka
/
/
Kampung Hujan, 170815 ~ Dirgahayu Indonesiaku ~
/
*Karya ini orisinil dan belum pernah dipublikasikan
[caption caption="pic from kompasiana.com"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H