Satu detik berlalu
lambannya serasa tujuh windu
ketika arti menunggu
pahit, bagai lidah tertimbun empedu
/
basah hujan kini tengah menjauh
kering angin semakin riuh bertabuh
/
barangkali hanya rindu
yang tak pernah mengenal musim
ia bermukim,
pada ruang-ruang jantung penuh candu
/
semisal hujan tak turun lagi
pun kemarau lantang bicara tak mengenal henti
kupastikan rindu tetap ada di sini
sebab ia jatuh dari hati, bersemi sepanjang hari
/
umpama langit tak teduh lagi
dan berbidang sungai tak beriak kembali
mata rindu akan selalu terjaga
susupi senyap jiwa berdahaga
/
sesudah itu,
kita menguyah indah bayangan senja
bersama rindu yang kita punya
/
/
Kampung Hujan, 200715
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H