Mohon tunggu...
Dewi Pagi
Dewi Pagi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Say it with poems & a piece of cake...| di Kampung Hujan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Kartini RTC] Rumah Kue

20 April 2015   18:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:52 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua berawal dari kenekatanku berhutang pada beberapa supplier demi mendapatkan bahan baku untuk produksi. Sungguh berkah tak terkira hingga sekarang aku memiliki hampir dua ribu karyawan yang menggantungkan mata pencaharian mereka di beberapa perusahaan milikku.

Kini aku adalah seorang wanita mapan dan pengusaha muda yang cukup diperhitungkan. Beragam penghargaan menghiasi dinding ruang kerjaku. Sebuah pabrik kue, dua puluh cabang toko kue yang tersebar hingga ke Surabaya, tiga restoran, dua cafe dan satu toko bunga, adalah bukti dari keberhasilanku membangun impianku.

Dering telepon membuyarkan lamunanku.

“Maaf, Bu, cuma mau mengingatkan, Ibu ada janji dengan marketing tepung Premix di Cafe Senja…”

“Aduh, saya hampir lupa. Makasih La, sudah mengingatkan…”

Kubereskan meja kerja lalu menyambar kunci mobil Pajero Sport putih milikku.

“Bagaimana, Bu? Bisa kita segera mulai kontraknya? Ibu tinggal memilih bonusnya. Selain cash back, Ibu mau jalan-jalan ke Eropa atau Amerika? Tinggal bicara target saja…” Kami bersalaman. Membuat janji untuk pertemuan berikutnya. Siang ini aku punya janji lain. Mengunjungi sebuah desa bernama Cilanka.

Aku memandang hamparan kebun singkong yang luasnya berhektar-hektar dan tersebar dipenjuru kampung ini. Tujuh tahun lalu, petani singkong di daerah ini hidup dalam kemiskinan. Setelah pemikiran panjang disertai hitung-hitungan, aku memutuskan merangkul mereka.

Seringkali para tengkulak mempermainkan harga hasil bumi di desa ini. Akhirnya aku membuat kesepakatan dengan para petani. Membeli hasil bumi mereka terutama singkong dengan harga kontrak yang menguntungkan kedua belah pihak.

Ilmu yang kupelajari tentang memproduksi dan memasarkan roti dan kue akhirnya tertambat pada singkong sebagai bahan dasar utama. Kelak ku proses sebagai tepung atau ku peram menjadi tapai.

Para perempuan di desa itu ku bidik sebagai salah satu target mimpiku. Selama ini mereka hanya menggantungkan penghasilan pada suami mereka. Aku berusaha merubah pola pikir mereka bahwa saat ini jaman telah berubah. Perempuan harus kreatif. Jaman sekarang apa-apa tak ada yang mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun