Mohon tunggu...
Dewi Pagi
Dewi Pagi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Say it with poems & a piece of cake...| di Kampung Hujan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Caleg Stres? RSJ Sudah Siapkan Kamar!

9 Januari 2014   08:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Januari yang biasanya adem dan dingin karena bertepatan dengan musim hujan, kini suhunya terasa gersang. Melebihi musim kemarau. Dipastikan bukan suhu cuacanya, tetapi berkaitan dengan hajat besar dunia politik yang tak lama lagi digelar di negeri Indonesia tercinta ini. Beberapa panggung-panggung drama pun sudah mulai gagah terpasang, bahkan sudah ada pemeran yang mulai curi start untuk memainkan lakonnya.


Kemarin ini saya sempat menonton berita di televisi. Isinya tentang sebuah Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Palembang (RSJ Ernaldi Bahar). Menurut pengelolanya, mereka sudah menyiapkan kamar-kamar untuk caleg yang gagal pemilihan lalu stres dan harus dirawat di sana. Istilahnya sedia payung sebelum hujan. Sedia kamar sebelum pasiennya terlantar. Ternyata beberapa RSJ lainnya juga sudah siap-siap menyediakan ruangan untuk para caleg gagal yang stress. Fenomena yang cukup menggerakkan hati saya, sampai saya menuliskannya di sini.


Saya jadi teringat oleh salah satu kenalan saya. Ia mengatakan bahwa tengah mencalonkan diri sebagai legislatif tingkat daerah untuk Pemilu 2014 dan minta didoakan agar sukses. Saya bertanya to the point, harus keluar uang atau tidak? Kalau keluar, berapa jumlahnya? Dia menjawab bahwa dia diusung salah satu partai dan tidak harus keluar uang. Sebagai konsekwesinya, bila terpilih nanti maka 40% dari gajinya harus dikeluarkan untuk kepentingan rakyat. Hmmm, untuk rakyat atau untuk partai nih? Katanya lebih lanjut, bila tidak diusung partai, seorang caleg untuk tingkat DPRD minimal harus menyiapkan dana 1 hingga 2 milyar rupiah. Entah benar atau tidaknya.


Dalam hati, saya bergumam. Luar biasa juga yah untuk menjadi seorang caleg. Harus punya uang banyak. Harus punya koneksi banyak. Harus punya nyali banyak. Harus punya mental baja yang banyak. Belum lagi urusan 'kirim-kiriman' yang berbau mistis. Jangan-jangan 'dukun'nya juga mesti punya banyak.


Para caleg ini ada yang tujuannya murni ingin menjadi penyambung lidah rakyat, namun ada juga yang ketika terpilih malah kerjaannya seringkali memotong-motong lidah rakyat, mengiris-iris hati rakyat, bahkan mencincang-cincang hak rakyat. Ketika mabuk tahta sudah diletakkan di hati, biasanya lupa segalanya. Lupa sebelumnya mereka berasal darimana.


Lalu apakah uang-uang yang mungkin akan memuluskan jalan mereka menjadi wakil rakyat itu hasil dari jerih payah mereka sendiri? Dari tabungan sendiri? Dari kelebihan rezeki? Saya rasa tidak semuanya berasal dari sana. Beberapa kasus yang saya amati, banyak juga dari mereka yang nekat menjual semua harta benda hingga tak bersisa bahkan memaksakan berhutang sana-sini demi obsesinya itu.


Mereka juga membujuk orang-orang terdekat agar mau 'berinvestasi' dalam 'usaha'nya itu. Berharap bahwa bila terpilih, semua akan terganti berkali-kali lipat. Duh, bila niatnya saja sudah begitu, bagaimana mau tulus mengurusi rakyat ketika terpilih? Yang ada di otaknya hanya hitungan akuntansi tentang laba rugi, balik modal (BEP) dan memperbanyak asset.


Salah satu contohnya adalah warga yang tinggal satu wilayah dengan saya. Beberapa waktu lalu ketika ada pemilihan kepala desa, dia menjadi salah satu dari calon yang kalah. Menghabiskan uang sekitar 300 juta rupiah yang digunakan untuk berkampanye. Saya dengar dia meminjam uang pada sejumlah orang dengan borah sebidang 'janji manis' bila ia terpilih kelak.


Namun pada akhirnya, seperti sebuah pertandingan, dalam pertarungan politik pun ada menang ada kalah. Bila menang bisa terus melenggang hingga mungkin ke Senayan pada muaranya atau kalah dan menyerah pada keadaan di mana seorang caleg akan kembali jadi rakyat biasa tanpa jabatan atau embel-embel wakil rakyat.


Jika tidak kuat iman, gelap hati, kacau pikiran, bisa jadi ketika dihadapkan sebuah kegagalan telak pada saat pencalonan, malah kamar-kamar di Rumah Sakit Jiwa yang sudah menanti akan menjadi calon mempelai sejati. Seperti calon kepala desa yang tadi saya ceritakan. Menurut para tetangganya, sekarang jiwanya sudah 'terganggu' dan keluarganya tengah berembuk akan dirawat di rumah atau di RSJ.

Salam waras

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun