[caption id="attachment_357439" align="aligncenter" width="300" caption="www.ordereddefined.com"][/caption]
Dunia yang kucecap pertama kali
ada ku lihat teduh wajah entah siapa
terngiang lirih adzan pada mungil telinga
menghampar seutas harap, semoga kelak asma Tuhan kan selalu terbekali
.
kaulah yang menamaiku tepat di awal tahun nan baru
kelak inginmu ku tumbuh sebagai putri berkelindan wangi cendana
lekat di benakku, engkau pecinta kisah kasih Ramayana
maka Shinta, tersemat sebagai salah satu rangkai namaku
.
lidahmu kerapkali terdiam
ketika kesalahan demi kesalahan kuciptakan berulang
namun hatimu tak pernah terbenam
selalu memaafkan sebagai pintuku untuk pulang
.
ingin rasanya melihat engkau terbangun lagi
di setiap subuh yang kita miliki
bergegas kau dan aku berjalan menuju pelatar masjid
lalu hingga matahari terbit, aku menungguimu merapal tajwid
.
sedang apa kau di sana kini?
mungkinkah kau menikmati lezat surga seperti kitab yang selalu ku baca?
ataukah kau tengah menungguku di sana?
menginginkanku sabagai salah satu penghuni yang abadi
.
aku rindu
rindu kepadamu
rindu akan petuah
tentang makna dunia dan cerita seribu wajah
.
bila engkau berkenan mengunjungiku
datanglah ke alam mimpiku
ceritakanlah tentang gurat-gurat teduh kebun firdaus
aku mau ku terbius
.
kau tahu kini cahaya duniaku seolah memburam
jatuhkan aku lentera segera
agar ku tahu bahwa engkau selalu ada
dalam kehidupanku yang landai pun curam
.
mauku, Ayah
kau sejenak datang...untukku...
.
.
Kampung Hujan, 260315
.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H