Mohon tunggu...
Dewi Pagi
Dewi Pagi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Say it with poems & a piece of cake...| di Kampung Hujan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Camar

10 Mei 2014   23:29 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:38 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku Camar. Duduk di atas telaga. Riuh kata bercermin pada keruh air. Sejoli sayap menari lagu luka. Kubiarkan terus menari, karena bila bicara tak akan terkendali. Air di mata mengiringi.
.
Aku Camar. Bermata basah. Berkaki bayangan. Telinga buta, mata bisu, mulut tuli. Rasa mati rasa. Seperti dongeng tapi bukan. Seperti mimpi tapi bukan.
.
Aku Camar. Pelukan rindu pada lepas samudera tak mau lepas. Telaga bukan rumahku. Lautan surgaku. Pesisir pantai taman bermainku. Percikan air lentera kehidupanku.
.
Aku Camar. Benih Camar. Sepertinya kelamin betina. Tapi jiwa serupa jantan. Putih terbelenggu abu-abu. Raga penjarakan jiwa pun kalbu. Aku tergugu.
.
Aku Camar. Dalam hujan samar-samar. Aku cantik. Harus cantik tanpa titik. Siluetnya mesti memukau. Catat! Hanya siluetnya! Indahnya seindah lukisan tanpa tawar.
.
Aku Camar. Dengan sedikit memar. Di atas pelipis dan rongga dada. Miris. Mengaduh tanpa tangis. Takut ada yang semakin bengis. Wajah ku buat sayu dan layu, semoga pergi jauh-jauh dia sang iblis.
.
Aku Camar. Lakon utama protagonis dalam panggung tanpa layar.
.
.
Kampung Hujan, 100514
.
.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun