Mohon tunggu...
Dewi Pagi
Dewi Pagi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Say it with poems & a piece of cake...| di Kampung Hujan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Cinta untuk Calon Presiden

4 Juni 2014   01:57 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:44 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bisakah Tuan tidak plintat-plintut saat menghadapi kenakalan para pejabat korup di seantero negeri ini? Sudah lama negeri ini keropos karena digerogoti 'maling' mulai kelas teri hingga kakap.

Dari atas langit, wajah negeri ini begitu muram. Lautannya bak kumpulan air mata. Paru-paru bumi seolah tengah sesak bernafas. Zamrud khatulistiwa tak lagi berkilau warnanya. Negeri yang terdiri dari ribuan pulau dan terpisah satu sama lainnya kini seperti cermin dari penghuninya. Mungkinkah sekarang penghuninya sudah belah dan terpecah?

Ah, betapa pelik dan rumitnya permasalah bangsa ini. Kuatkah pundak Tuan menopang beban itu? Bisakah mata Tuan melihat semua kenyataan yang terjadi di negeri ini? Mampukah hati Tuan menyentuh dan mengulurkan pertolongan atas segala bentuk keprihatinan bangsa ini? Sudikah Tuan ikut menyeruput rasa getir dari pahitnya kehidupan anak-anak negeri yang tumpah ruah di belantara kemiskinan?

Semua itu pastinya bukan pekerjaan yang mudah dan bisa selesai dalam satu kejapan mata. Negeri ini bukan negeri dongeng yang diisi dengan peri-peri bertongkat ajaib. Bukan negeri sulap yang bisa berubah seketika dengan mengatakan simsalabim. Bukan pula negeri nirwana yang hanya berpenghuni orang-orang berhati malaikat saja.

Ini Indonesia, Tuan. Negeri yang sedang pusing kepalanya, meriang badannya, keseleo tangannya dan pincang kakinya. Negeri ini memiliki ratusan juta isi kepala yang berbeda satu sama lainnya. Bisakah Tuan bayangkan betapa harapan mereka semua bertumpu pada Tuan? Tuan akan menjadi kepanjangan dari suara hati mereka. Sudah siapkah, Tuan?

Baiklah, sebelum kepala Tuan nyut-nyutan karena celoteh-celoteh dan setumpuk pertanyaan saya, sebentar lagi saya akhiri saja surat ini.

Jangan marah pada saya, Tuan. Ini hanya surat cinta berbumbu tanya. Silahkan Tuan jawab pertanyaan yang timbul karena rasa cinta ini ketika Tuan mulai bekerja sebagai pemimpin negeri Indonesia. Tuan ingat lirik lagu Iwan Fals? 'Kami bertanya tolong kau jawab dengan cinta....'. Jadi, pertanyaan dengan cinta dibalas jawaban dengan cinta. Deal, Tuan?

Sebagai salah satu bentuk cinta saya pada Tuan, selesai menulis surat ini, saya akan berdoa untuk Tuan. Berdoa semoga kelak ketika Tuan terpilih, Tuan akan mencintai saya dan ratusan juta rakyat di negeri ini dengan sepenuh hati. Membawa perubahan negeri ini ke arah yang lebih baik lagi. Membuat kami semua tidak fakir mimpi akan kesejahteraan Indonesia dalam arti yang sebenarnya.

Doa kami (saya dan ratusan juta rakyat Indonesia) menyertai langkah Tuan. Semoga Tuhan Yang Maha Berkehendak mengabulkan segala pinta kami. Semoga bila terpilih nanti Tuan tidak akan lupa diri dan semoga kursi yang Tuan duduki nanti, bukan semata-mata Tuan raih karena ambisi pribadi. Tuan akan jadi milik Indonesia dan Indonesia adalah kita semua tanpa terkecuali.
.
.
~ Salam Hangat Penuh Kasih dan Harapan ~
.
.
***
.
.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun