“Kamu mau leherku digorok teman-tamanku? Aku kalah semalam!”
“Itu salah Mas sendiri, kenapa Mas gak berhenti saja?”
“Oh jadi kamu sekarang mulai berani melawan suamimu?”
“Ampun, Mas! Ampun! Sakit, Mas…”
Tak menunggu lama saat mendengar Mbak Nunik berteriak, aku segera membuka pintu. Aku melihat Mas Satrio seperti kesetanan tengah menjambak rambut Mbak Nunik.
“Mbak Nik…!!!” Aku bergegas memeluk Mbak Nunik. Mas Satrio salah tingkah di hadapanku. Kikuk.
“Mas…Mas Satrio gak sengaja, Nit. Eng…ini masalah rumah tangga biasa, jangan bilang ibu yah…”
Mas Satrio masuk ke dalam kamar. Aku memapah Mbak Nunik di kursi tamu. Wajahnya memar. Ingin rasanya menangis dan membawa Mbak Nunik pulang saja. Tapi…
“Nit, jangan bilang ibu yah. Mas Satrio lagi emosi. Biasanya juga reda sendiri…”
“Biasanya? Memang Mas Satrio biasa begini???”
“Ssst, Mbak mohon sama Ninit untuk jangan berpikir yang tidak-tidak…”