Mohon tunggu...
Sri Ngatimin
Sri Ngatimin Mohon Tunggu... -

I found my life here and I believe my fingers than my tongue...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

tolong carikan judul yang pas buat tulisan ini

24 Februari 2013   08:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:47 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mesin raksasa masih menggiling gandum untuk dijadikan terigu. Bunyinya bising memekakkan telinga. Pabrik terigu ini menjadi tumpuan hidup seluruh penduduk kota. Di dalam ruangan kecil di sudut pabrik, Aimee tertegun melihat catatan pembukuan di hadapannya.

“Tidak mungkin...ini pasti salah hitung. Masa pabrik harus kehilangan uang ratusan juta hanya karena membeli alat semprot dan obat pembasmi rayap?Oh impossible...”

“Jade...coba lihat rekap dana ini?apa kamu tidak merasa janggal dengan semua angka ini?” Aimee mendorong catatan tersebut ke hadapan Jade. Perempuan keriting itu mengernyitkan dahinya.

“Itu hasil rekapnya Jonas. Memangnya kenapa?aduh Aimee...kenapa sih kamu tidak pernah bisa akur dengan Jonas?kalian kan telah berteman sejak kecil,”

“Aku memang sudah kenal Jonas sejak lama dan aku tahu semua ini adalah permainannya. Jonas sudah menyulap angka-angka ini untuk menjatuhkan namaku di depan boss kita....”

Ingatan Aimee berputar ke masa lalu. Dia mencoba mengingat pertemanannya dengan Jonas. Sejak sekolah dulu Jonas terkenal licik dan pandai merayu siapapun. Tidak heran posisinya langsung menjadi sekretaris pribadi boss pabrik tersebut. Sementara Aimee yang berprestasi lebih daripada Jonas mendapat perlakuan sebaliknya. Jonas selalu mencari kesempatan menjatuhkan bekas teman sekolahnya yang dianggapnya “saingan berat”.

“Apa maksudmu dengan pembukuan ini, Aimee...?”

Pertanyaan Jade menyentakkan Aimee dari lamunannya.

“Maksudku, rekap dana ini hanya akal-akalan Jonas. Masuk akal nda obat rayap dan alat semprotnya hampir seperempat milyar?sampai hari ini aku tidak pernah melihat ada alat semprot rayap yang canggih di dalam pabrik ini seperti yang tertera di dalam pembukuan. Yang aku lihat hanya mobil dan rumah baru Jonas yang dibeli minggu lalu..”

“Hati-hati kalau ngomong. Bisa dipenggal kepalamu sama Jonas....”

“Aku hanya bilang yang sebenarnya...” Aimee membanting dengan gemas buku yang ada di hadapannya. Jade hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Aimee.

*_^

“Aimee...jangan kau makan ceri itu, rusak nanti kue pestanya boss kita. Kalo kamu ketahuan gimana..?” Sarah si juru masak pabrik terpekik kaget melihat Aimee memakan ceri merah yang menjadi hiasan cake pesta boss mereka.

“Aiyyya sister...sebutir saja. Aku mau sekali merasakan ceri merah buat kaum bangsawan. Lihat cara hidup mereka. Tiap pesta makanan dan minuman dihambur bagai sampah. Seandainya aku bisa bawa pulang itu semua untuk kubagi dengan anak-anak gelandangan di sekitar rumahku?mereka pasti sangat bahagia dan selalu mendoakan keselamatan pabrik ini sepanjang waktu...”

“Ah kau, mau jadi malaikat kesiangan ya. Sudahlah Aimee, kujepit jarimu nanti...”

“Aduh sister, sakit...” Aimee meringis kena cubit saat dia berusaha memakan ceri merah lainnya.

“Nanti kalo ketahuan Jonas, bisa mampus kau...” belum habis perkataan Sarah. tiba-tiba terdengar suara batu perlahan. Sarah merasa jantungnya berhenti berdetak.

“Oh...Tuan Jonas, selamat siang..” sarah membungkuk hormat di hadapan Jonas.

“Bagaimana persiapan pesta boss nanti malam?” mata Jonas memandang liar semua hidangan jamuan di atas meja. Tiba-tiba pandangannya terpaku pada Aimee dan sebuah cake di hadapan gadis tersebut.

“Sarah...ada apa ini?kenapa kau biarkan pekerja kasar masuk ke sini?Aha...dari pembicaraan yang baru kudengar, rupanya sekarang Nona Aimee jadi maling ceri merah cakenya boss. Dasartikus kamu ya. Sudah makan uang perusahaan, sekarang kamu merusak makanan pesta. Keterlaluan...”

Aimee menatap mata Jonas dengan berani.

“Dengar Jonas, demi Tuhan dan seluruh penghuni alam, aku bukan maling uang perusahaan seperti yang kamu tuduhkan barusan. Apa salahnya memakan sebutir ceri merah bila dibandingkan ulahmu menjelekkan rekan kerja di hadapan boss kita hanya untuk mendapatkan tambahan uang lembur dan fasilitas lainnya?” Aimee menjawab dengan enteng. Sarah dan seisi ruangan hening menunggu reaksi Jonas. Semua pekerja takut pada Jonas karena kedudukannya sebagai “orang dekat” boss mereka. Salah bicara sangat fatal akibatnya. Rona merah membara merayapi wajahJonas. Pria tambun itu menggigit kuat-kuat gerahamnya.

“Kau...” Jonas menunjuk wajah Aimee dengan jari telunjuknya. Suaranya bergetar hebat.

“Aku kan hanya berkata yang sebenarnya. Sudahlah Jo, lupakan pembicaraan yang tadi. Sekarang kamu lanjutkan pekerjaanmu, aku duluan ya...” dengan riang Aimee meninggalkan ruangan tersebut.

*_^

Esok paginya Aimee masuk pabrik seperti biasanya. Dimejanya ada sebuah amplop cokelat. Aimee membukanya perlahan. Sudah diduganya itu pasti surat pemecatan dari boss-nya.

Aimee mengusap peluh di dahinya.

” Sudah kuduga hal ini akan terjadi,” bisiknya dalam hati. Saat itu masuklah Madame Ruth, sekretaris perusahaan. Wajahnya terlihat sangat sedih.

“I’m sorry Aimee...itu keputusan Big Boss untuk memecatmu. Kami tidak bisa membantumu..”

“No worries, Madame. Saya bisa menjalani hidup saya tanpa minta belas kasihan pada boss...”
“Tapi Aimee...bagaimana dengan ibumu yang sedang sakit?kamu butuh banyak biaya untuk pengobatannya..” suara Madame Ruth terdengar pilu.

“Tenanglah Madame, Tuhan pasti kasih jalan buat masalah ini. Ijinkan Aimee pergi ya. Salam buat teman-teman lain..” Aimee segera memeluk perempuan tua yang baik hati itu.

“Aimee...ini buat pembeli obat ibumu. Jangan dilihat jumlahnya ya...” Madame Ruth memberikan sebuah amplop ke tangan Aimee.

“No Madame. I’m ok...semuanya akan baik-baik saja..” Aimee menolak halus pemberian perempuan tua itu.

“Ambillah Aimee...” Madame Ruth memegang lembut bahu Aimee dan menatap mata gadis yang periang itu. Ia membayangkan hari-harinya akan sepi tanpa mendengar canda tawa dari Aimee.

“Tapi Madame...”

Perempuan tua itu menggeleng perlahan. Aimee segera memasukkan amplop itu ke dalam ranselnya.

“Saya pamit Madame...” Aimee mencium takzim tangan Madame Ruth.

“Kau seperti Ronald, almarhum Ronald yang pernah kukenal bertahun-tahun yang lalu. Alangkah bangganya Ronald punya putri seperti kamu Aimee. Pergilah Nak, doaku menyertaimu...”

Aimee berjalan menyusuri lorong pabrik. Mesin-mesin itu masih bergemuruh menggiling gandum mengiringi langkah Aimee.

Keep spirit...*_^


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun