Beberapa waktu lalu, saya membaca satu artikel di Kompas id yang isinya memaparkan fakta bahwa lebih dari separuh penduduk Indonesia tidak mampu untuk makan bergizi.Â
Setelah membaca artikel itu, mau tidak mau saya harus mengakui bahwa fakta yang dijabarkan tersebut benar adanya.Â
Memang miris. Masih banyak penduduk Indonesia tidak mampu penuhi makanan gizi seimbang setiap harinya. Saya dan ribuan bahkan ratusan ribu orang lain di luar sana, pernah merasakan kondisi menyedihkan tersebut.
Pikiran saya langsung melayang pada kondisi yang saya alami setahun lalu. Saat itu suami mengalami PHK tiba-tiba akibat pandemi. Secara mendadak, keluarga saya kehilangan mata pencaharian utama dan pemasukan keluarga otomatis langsung berhenti.Â
Tentu saja, yang sangat menjadi beban pikiran saya adalah anak-anak. Mereka masih memerlukan gizi seimbang untuk mendukung tumbuh kembangnya. Sehingga saya harus segera menemukan jalan keluarnya agar kebutuhan gizi keluarga tetap terpenuhi.
Dua bulan pertama, keadaan masih baik-baik saja, saya masih bisa memenuhi kebutuhan makanan gizi seimbang untuk keluarga karena uang tabungan masih cukup untuk membiayai semua kebutuhan tersebut.Â
Memasuki bulan ketiga, jumlah tabungan berkurang secara signifikan dan hal ini memaksa saya untuk meminimalisir pengeluaran terutama kebutuhan makan sehari-hari.Â
Jika sebelumnya saya masih bisa membeli bahan makanan gizi seimbang, memasuki bulan ketiga, saya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang. Saya hanya mampu membeli bahan makanan sumber karbohidrat, sayuran serta protein nabati atau karbohidrat, sayuran dan lauk hewani.Â
Tanpa bisa membeli buah. Untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi seimbang keluarga yang berjumlah empat orang, saya harus menyediakan minimal 50 ribu rupiah setiap harinya.Â